Sajak hari ini tentang Berbagi.
Romo Ro Wl Ma
Romo Ro Wl Ma
Seorang Pemuda dari abad awal masehi bertutur bahwa ketika engkau memberi sesuatu kepada mereka yang butuh, sesungguhnya yang engkau beri sesuatu itu adalah Tuhan.
Sang Pemuda menuturkan hal itu ketika orang-orang yang menyoal dan berteori tentang 'memberi'.
Baik mengenai siapa yang harus kita beri dan apa yang harus di berikan. Ia bilang, orang lapar beri makan, yang telanjang berikan baju, yang sakit beri waktu menghiburnya, yang di penjara kunjungi dan doakan. Bahkan yang haus berikan minum. Amat sederhana dan mudah melakukannya. Termasuk juga bagaimana membagi suasana, membagi tempat, membagi lingkungan untuk sesama.
Sang Pemuda menuturkan hal itu ketika orang-orang yang menyoal dan berteori tentang 'memberi'.
Baik mengenai siapa yang harus kita beri dan apa yang harus di berikan. Ia bilang, orang lapar beri makan, yang telanjang berikan baju, yang sakit beri waktu menghiburnya, yang di penjara kunjungi dan doakan. Bahkan yang haus berikan minum. Amat sederhana dan mudah melakukannya. Termasuk juga bagaimana membagi suasana, membagi tempat, membagi lingkungan untuk sesama.
Tetapi mengapa sulit untuk di praktekkan? Apakah karena nasehat itu terlalu sederhana dan teramat bersahaja?
Sobat - sobatku berbagi itu bukan hanya soal material, tetapi juga berbagi tempat, berbagi waktu, berbagi suasana. Tapi sering kali kita menyempitkan arti berbagi hanya untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri, bahkan mungkin juga untuk kepentingan keluarga dan kelompok.
Realitas kekinian kita ialah Globalisasi segala aspek kehidupan Manusia. Yaitu, suatu keadaan, di mana Dunia jadi makin sempit seolah tanpa batas bahkan waktu terasa lebih cepat berlalu dari abad-abad sebelumnya. Suasana ini akibat dari pesatnya perkembangan tehnologi komunikasi melalui, suara, foto/gambar dan filem yang hampir semua penduduk Dunia memiliki akses dan sekaligus pengguna media komunikasi super canggih itu.
Tak ada peristiwa yang tersembunyi, semua dengan mudah tersebar kesegala arah, hanya dalam hitungan menit bahkan detik. Sebab itu Dunia terasa sempit dan sesak, para penghuni Dunia di persatukan dalam apa yang di sebut sebagai Kampung Global, di mana para tetangga dapat saling mengintip, saling memperhatikan.
Saling tahu perbedaan antara tetangga sebelah kanan dan yang di sebelah kiri.
Yah, Globalisasi mengubah Dunia menjadi sebuah Kampung, di mana hidup bertetangga merupakan narasi bersama. Sebuah keadaan yang tak mungkin kita ingkari.
Tak ada peristiwa yang tersembunyi, semua dengan mudah tersebar kesegala arah, hanya dalam hitungan menit bahkan detik. Sebab itu Dunia terasa sempit dan sesak, para penghuni Dunia di persatukan dalam apa yang di sebut sebagai Kampung Global, di mana para tetangga dapat saling mengintip, saling memperhatikan.
Saling tahu perbedaan antara tetangga sebelah kanan dan yang di sebelah kiri.
Yah, Globalisasi mengubah Dunia menjadi sebuah Kampung, di mana hidup bertetangga merupakan narasi bersama. Sebuah keadaan yang tak mungkin kita ingkari.
Sebab itu berbagi kebaikan kepada tetangga, pada orang-orang Sekampung mustinya menjadi tujuan dan laku bersama.
Bicara soal perbedaan pada masa kini adalah bertujuan untuk saling memahami, saling mengerti, saling menghormati bahkan perbedaan adalah sebuah anugerah. Sebuah pondasi untuk membuat bangunan kampung menjadi kokoh, kuat dan elastis terhadap terjangan angin puyuh bahkan oleh guyuran hujan sederas apapun.
Perbedaan di antara manusia adalah keniscayaan.
Tak terhindarkan
Tak teringkari
Tak terhindarkan
Tak teringkari
Perbedaan Agama atau kepercayaan yang selama ini menjadi sebuah jurang dalam dan penuh bahaya maut, mustinya dapat di tempatkan sebagai bagian yang tidak di pertentangkan. Bukankah Iman itu merupakan ranah pribadi, urusan seseorang yang mempercayai Tuhan yang di sembahnya?
Tetapi sering kali Agama dan Kepercayaan menggoda kita untuk mengotak-atik orang lain, mengusik-usik tetangga, menghembus-hembus dan meniup-niup dan mengingkari harmoni hidup bersama dalam kampung Global itu.
Tetapi sering kali Agama dan Kepercayaan menggoda kita untuk mengotak-atik orang lain, mengusik-usik tetangga, menghembus-hembus dan meniup-niup dan mengingkari harmoni hidup bersama dalam kampung Global itu.
Tak ada sang liyan, melainkan kita dalam perspektif hidup bersama.
Dalam keunikan masing-masing tradisi, Agama dan kepercayaan bahkan corak busana dan Sandang dan Papan.
Dalam keunikan masing-masing tradisi, Agama dan kepercayaan bahkan corak busana dan Sandang dan Papan.
Tidak dapatkan kita membagi perbedaan sebagai nilai Kemanusiaan?
Samarinda, Kalimantan Timur, Medio September 2016
RWM.BOONG BETHONY
Tidak ada komentar:
Posting Komentar