Pemikiran hari ini tentang Perubahan
Dalam suatu diskusi kecil di pondok sederhana saya kemaren malam, seorang teman bilang begini : Romo, Tehnologi mengubah norma (nilai) relasi antar manusia pada ruang di mana semuanya terkoneksi secara bersamaan. Dan itu berarti makna hidup tak seperti sebelumnya. Apakah ini tidak menggelisahkan Romo sebagai rohaniawan (padahal saya lebih suka di sebut sok pemerhati kebudayaan hehehehhehe..)
Tesis berupa pertanyaan itu, membuat saya berfikir keras (padahal sekeras apa pun saya berfikir toh dunia sedang bareng-bareng nyemplung kesana) termasuk beberapa rekan yang hadir.
Pagi ini sesudah melahap Getuk Lindri yang di sajikan si buah hatiku lalu membuka resume diskusi kemaren. Saya gelisah membaca beberapa kesimpulan itu, dan saya juga ingin membuat anda turut merasakan kegelisahan itu. Ini kesimpulan pertama :
- Relasi (norma-nilai) tradisionil menjadi usang tetapi pada sisi yang lain semakin kuat.
Dari kesimpulan pertama di atas, saya berandai-andai betapa runyamnya bila, relasi antar manusia, tentu juga antar anggota keluarga. Bukan lagi runtut pada nilai atau norma tradisional itu. Hubungan antar sesama berlaku karena kebutuhan (keperluan), bukan lagi karena seseorang itu, patut mendapat kehormatan, patut di sapa - di tegur, atau karena relasi kekeluargaan, relasi se-RT, relasi sekampung, relasi sedaerah, relasi seAgama (seIman) dan relasi-relasi yang merupakan tradisi keIndonesiaan.
Menurut anda apa yang akan terjadi dalam konteks seperti ini? Sepi atau sunyi bukan? sebagai contoh kecil, misalnya : perhatikan komunikasi antar individu di sekitar anda. Relasi anak dan orang tua, kakak dan adek? Adakah kemesraan di sana? Antar Guru dan murid, pemimpin dan staf, antar warga kampung, dst. Bahkan ajaran-ajaran Agama yang selama ini jadi norma atau nilai bersama, mulai di kurung di ruang tertentu sampai pada gugatan pada pengajaran Agama. Baik atas nama Tuhan itu sendiri pun atas nama keadilan, transparansi, kemanusia dan tentu saja yang paling mudah atas nama HAM (dalam perspektif ini, mucul istilah LGBT yang kontroversial itu, dst).
Itu pada halaman depan, bagaimana di halaman belakang?
Sebaliknya dapat terjadi penguatan norma atau nilai, yang ujung-ujungnya jadi sekterian, eksklusif tanpa ada pintu terbuka. Pada dinding ini, relasi dan komunikasi hanya akan terjadi antara anggota, di luar itu di anggap pelanggaran dengan konsekwensinya. Nilai yang berlaku biasanya atas dasar pemikiran seseorang yang ditahbiskan jadi kultus komunitas itu. Yang ini, bisa karena dasar agama, norma atau nilai ekonomi, tradisi, dst.
Kesimpulan berikut :
- Relasional manusia bukan lagi pada kemanusian, tetapi pada kebutuhan dan tujuan yang sama, akibat dari itu akan berkembang Komunitas-komunitas dalam bentuk lintas : Negara, Agama, Bahasa, Suku dan status sosial.
Pada bagian ini, pikiran saya melayang pada temuan dan penemuan sebagai akibat progresifitas Ilmu dan Tehnologi. Tulisan yang beberapa menit lalu ini, sekarang sedang anda baca dan menyatu dalam pikiran saya, tak soal anda menolak atau justru ingin menajamkan pemikiran di dalamnya, bukankah ini oleh karena Ilmu dan tehnologi yang melaju lebih cepat dari beberapa bagian di dunia ini?.
Sejak masa meletusnya gerakan renaissance di perancis di ikuti revolusi Industri Inggris pada rentang waktu Abad 14 sampai akhir abad 18 lalu, terjadi sebaran demografi di semua Benua, akibat urban antar penduduk dunia.
catatan saya soal ini : Penyebaran peduduk ini tidak di ikuti oleh penyebaran kesejahteraan dan Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi. Contoh kongkrit : anda dan saya saat ini hanya sebagai konsumen (pemakai) perkembangan itu mungkin juga anda termasuk yang menerima sebaran kesejahteraan itu.
Buah Pengetahuan dan tehnologi yang sangat mengubah tampilan dunia ialah Tehnologi Komunikasi, yang tidak hanya memberi kemudahan pemakainya, tetapi juga ikut andil mencipta budaya baru dalam sejarah manusia. Neil Postman berpendapat dalam bukunya : Technopoly : Barang baru melahirkan kata baru dan kata baru mengubah makna hidup tidak lagi seperti yang sebelumnya. Kota kata seperti : Gawai, Hape, Daring, Surel, Selfie, Digital, dst. Adalah beberapa kosa kata dari ribuan yang mau tidak mau jadi bagian hidup manusia, kalau tidak, anak-anak muda secara satir mengolok dengan ucapan : Hareeee geneeeeee.........
Perwujudan nyata dari Kesimpulan yang kedua ini terlihat pada ISIS yang secara transnasional menarik banyak orang untuk bergabung atau KKK (Kluk kluks Klan) di USA yang eksistensi keberadaanya dari abad 18 sampai sekarang dan menyebar kebeberapa negara di Eropa, atau Romanisti, yaitu para penggemar atau Seporter Klub Roma, yang ada hampir diseluruh negara, para suporter ini merasa saling memilki meski mereka tidak pernah bertemu langsung. Demikian juga dalam berkesenian, seperti pecinta seni puisi tradisionil Jepang, Haiku misalnya. Jazz Club atau Rolling Stone organitation, dua kelompok Genre musik diantara ratusan club-club musik di seantaro dunia. Atau Lion Club, organisasi sosial yang tak mampu di batasi hanya oleh ke warganegaraan. Dan masih banyak lagi lainnya.
Bukankah beberapa organisasi tersebut di atas merupakan gerakan lintas benua?
Atas semua itu, saya mau bilang :
1. Bersediakan atau Mampukah kita mendefinisikan ulang Kebudayaan Indonesia? Pertanyaan ini untuk para Budayawan
2. Bersediakan atau mampukah kita menafsirkan kembali Ajaran Agama? Pertanyaan ini untuk para Teolog dan Rohaniawan.
--------------------------------------------
Stadion Citarum.
Dalam kegelisah malam, menghantui
Aku menitih lorong-lorong citarum
Sekedar berharap menemuimu
mencandaimu
Tapi yang kudapat selalu sama
Senyum gurai urai
Menawar
Bukan saja di citarum
Poncol
Tapi nyata sudut-sudutmu
Wahai asem arang
tetap saja
Ya Robb
Ya banjir
Ya nyamuk.
Inilah hantu, hantu kotaku.
(Semarang, 24 Februari 2012)