RWM.BOONG BETHONY
Tidak banyak daerah di Negeri ini yang memiliki alam seperti Seko. Indah, Hijau, Lembah yang luas dengan kejernihan sungai-sungai, Bentangan Padang-padang Ilalang luas, kekayaan Flora dan Fauna yang unik dalam ribuan hektar hutan rimba yang mengelilingi Seko. Satu-satunya penghambat laju perkembangan Masyarakat seko adalah sarana dan prasarana Lalulintas yang masih sangat Tradisionil
Seko, adalah SEGI TIGA EMAS SULAWESI. Karena daerah ini berada pada titik pertemuan tiga batas Propinsi yang ada di Pulau Sulawesi. Daerah SEKO diapit oleh 4 Pemerintahan Daerah tingkat dua (Kabupaten) dan 3 Pemerintahan Daerah Tingkat I (satu) atau Propinsi. Sebagai Daerah yang strategis karena dikelilingi dan sekaligus merupakan titik pertemuan batas-batas wilayah Propinsi juga Kabupaten, seharusnya SEKO menjadi lebih maju dan berkembang dari pada daerah lain.
Dapat kami gambarkan sebagai berikut : SEKO berada dalam wilayah Pemerintahan Propinsi SULAWESI SELATAN dan merupakan ujung timur tengah yang merupakan titik temu perbatasan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat. Seko juga diapit langsung oleh Kabupaten Tanah Toraja dan Kabupaten Luwu Utara di Utara dan Selantan lalu Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat di bagian barat Seko dan Kabupaten.............Sulawesi Tengah dibagian Timur Seko. Karena letaknya yang demikian unik ini, sehingga Masyarakat Seko mempunyai hubungan Sosial kemasyarakatan yang erat, termasuk adanya intensitas interaksi Tradisi dan Budaya dengan Masyarakat di di sekelilingnya. Hal ini terlihat dengan adanya ruas-ruas jalan setapak yang menghubungkan Masyarakat Seko dengan ke-empat wilayah dalam tiga propinsi tersebut diatas.
Sayang bahwa daerah yang strategis ini, belum sepenuhnya menikmati perkembangan pembangunan NKRI yang telah berlangsung selama 64 tahun. Kalau toh..Masyarakat Seko menikmati percikan pembangunan, itu bukan karena Usaha pemerintah Daerah maupun Pusat. Tapi semata-mata karena keuletan dan kerinduan yang kuat Masyarakat Seko untuk membangun Daerahnya. Buktinya ada pada Sarana JALAN menuju Seko yang dari zaman Penjajahan Belanda, lalu jaman Jepang kemudian jaman Kemerdekaan!. Belum juga mengalami perubahan selain jalan setapak yang memang murni sudah ada dari dahulu kala, sepanjang keberadaan TO SEKO. Pada Jaman ORLA, berganti Zaman ORBA dan sekarang Zaman Reformasi, jalan-jalan yang ada masih tetap sama! Masih seperti itu! Tetap Becek, Penuh kubangan air, jembatan-jembatan yang ada pun merupakan swadaya murni Masyarakat. Kalau sekarang di Seko ada Landasan Pesawat Terbang, itupun bukan diawali oleh kemauan Pemerintah Daerah untuk membangun dan mengadakan Transportasi udara ini, tetapi oleh karena Kerinduan dan JASA Seorang Peneliti Bahasa Seko yang menterjemahkan ALKITAB
ke dalam Bahasa Seko Padang. Mr. Thomas dan Keluarga. Merekalah yang berinisiatif dan didukung sepenuhnya oleh Masyarakat Seko untuk membangun Landasan ini pada akhir tahun 1980-an! Uniknya, ketika itu Pemerintahan Daerah Luwu bukannya mendukung dan memberi bantuan untuk Pembangunan Landasan Pesawat tersebut sebaliknya menghambat dan mempersulit berbagai perijinan atas rencana pemabangunan yang dimaksud. Lebih aneh lagi, skarang sesudah perluasan dan penambahan Landasan Pesawat, hingga dapat di darati oleh Pesawat Jenis CASSA bermuatan 20 Penumpang, yang banyak memanfaatkannya justru Pemerintah Daerah. Dan Rakyat seko, meskipun sudah mendaftar selama berhari-hari dan berminggu-minggu dapat saja di "cansel" atau malah tidak akan pernah dimuat pada penerbanagan berikut. ?????????.
Perjalanan ke Seko memang sangat melelahkan dan penuh resiko! Jarak Seko Ibu kota Kabupaten, Kota Masamba, "hanya" 79 km melalui Ruas Sabbang - Rongkong - Mabusa - Seko. Tetapi Ruas jalan 79 km ini, akan ditempuh berhari-hari oleh sebagian Masyarakat seko yang berjalan kaki. Dan Kalau terpaksa harus menyewa ojek, terpaksa juga harus merogoh kantong sebesar Rp. 350.000 - sampai Rp. 500.000. Itupun dengan resiko menginap semalam di perjalanan, bisa di Jembatan atau salah satu desa di daerah Rongkong. Demikian juga, ruas jalan peninggalan ex PT. KTT yang "hanya" 54 km dari Ibukota menuju Seko Padang. Ruas ini, lebih berbahaya karena, penuh pendakian dan harus menyebrangi kurang lebih 15 sungai besar dan kecil tanpa jembatan. Beaya Ojek sangat mahal.! Bagi mereka yang sanggup menyewa Ojek berkisar Rp.450.000, sampai Rp. 600.000. Beberapa Bulan lalu (Agustus 2007) saya dan keluarga (5 orang) Pulang ke Seko untuk acara keluarga. Istri dan anak-anak sudah membooking 4 seat tiket menuju Seko. Tapi karena ada beberapa Pejabat teras Pemerintahan Kab. LUWU UTARA akan menuju Seko pada hari yang sama, akhirnya keluarga saya di "Cansel" bukan untuk penerbangan berikutnya, tetapi sampai ada seat kosong lagi. Karena istri saya harus cepat tiba di Seko untuk acara keluarga , akhirnya menyewa 4 buah ojek dengan beaya Rp. 450.000 per ojek. Perjalanan tersebut ditempuh dua hari, meskipun naik ojek, tetapi sesungguhnya lebih menderita, karena pada ruas-ruas tertentu para penumpang harus turun agar motor ojek bisa diseberangkan pada jalan becek berlumpur atau pada pendakian tertentu. Inilah Realitas sebuah Daerah yang bernama SEKO.
Daerah yang sesungguhnya amat kaya! Baik Kandungan Mineral dan Batuan Mulia dalam Perut Buminya; maupun hasil Kebun tanaman Rakyat, juga Hutan-hutan yang sarat Rotan, Damar dan Pohon-pohon Raksasa yang mengelilingi SEKO. Belum Lagi, Ribuan Ekor Kerbau Peliharaan dan Liar, termasuk ANOA, BABI RUSA dan RUSA/Kijang yang hidup dihutan-hutan Seko.
Ketika, tulisan ini saya Posting, kabar terakhir dari teman-teman di YAYASAN INA SEKO, Sebuah LSM Nirlaba yang dibentuk oleh Orang-orang SEKO. Mengatakan bahwa Pesawat DASS yang biasa menerbangi jalur MAKASSAR - TORAJA - MASAMBA - SEKO - RAMPI kini tidak terbang lagi. Dan hal itu sudah berlangsung dari bulan September 2007 lalu. Sampai sekarang alasan penghentian Penerbangan jalur itu belum jelas sampai kapan! Ketika hal itu, Kami Tanya dan sampaikan pada Pemerintahan Kab. LUWU UTARA melalui Surat pada bulan Januari 2008, belum ada balasan maupun penjelasan resmi Pemerintah Daerah. Penjelasan Resmi justru kami terima dari PIHAK PT DASS di Jakarta. PT DASS Indonesia, melalui email kepada kami mengatakan bahwa Jalur itu bukan dihentikan penerbangannya, tetapi karena Beberapa Pesawat yang dioperasikan oleh PT DASS harus segera diremajakan/diganti. Maka Jalur Penerbangan MAKASSAR - TORAJA - MASAMBA - SEKO - RAMPI yang selama ini merupakan jalur penerbangan PT DASS akan dilelang pada perusahaan Penerbangan Perintis dalam Negeri. Dan skarang dalam tahap negoisasi antara PT DASS dan PT PELITA juga PT MERPATI. Semoga cepat selesei.
Sebuah autokritik bagi Pemerintahan KABUPATEN LUWU UTARA...ternyata Pemerintah Daerah Luwu Utara, sama sekali tidak ada usaha untuk mengupayakan atau apapun istilahnya..agar jalur itu kembali dapat diterbangi oleh Maskapai Penerbangan Perintis Dalam Negeri....Hal ini dapat di buktikan bahwa sama sekali tidak ada perhatian, atau mempertanyakan hal tersebut kepada Depertemen Perhubungan maupun pada PT DASS.... ada apa Bpk dan Ibu di Kab. LUWU UTARA????. Nah...skarang beberapa Putra-putri Seko, termasuk saya..sedang berjuang agar Jalur itu kembali dapat diterbangi....
Harapan kami bahwa rakyat seko dapat lebih menikmati sosialisasi diri terhadap Pembangunan yang sementara berlangsung di Negara ini.
Harapan kami bila Jalur ini sudah kembali normal, Bpk dan Ibu, para pejabat Daerah Kabupaten LUWU UTARA, sudilah kiranya mengutamakan Kepentingan Rakyat dalam hal Fasilitas Penerbangan menuju SEKO JUGA RAMPI....Bpk dan IBu para Pejabat kan ada alokasi dana untuk Perjalanan seperti itu....pergunakan ojek dong!!! Biar Rakyat dapat naik Pesawat karena beayanya lebih MURAH dan Rakyat Bisa mengangkut Hasil Kebun dan Ladang untuk dijual Ke Kota!
A. GEOGRAFI
Daerah Seko, berada diatas ketinggian 1500 meter dari Permukaan Laut. Luas wilayah Seko terbentang dari Utara berbatasan langsung dengan Propinsi Sulawesi Tengan ke Selatan berbatasan dengan Kecamatan Rongkong dan dari Barat berbatasan dengan Propinsi Sulawesi Barat (Kab, Mamuju) ke Timur, berbatasan dengan Kab. Tanah Toraja. Gengan Garis Tengah Utara-Selatan sekitar 180 km dan Barat-Timur sekitar 140 km. Atau sama dengan 12600 Km persegi.
Masyarakat Seko terbagai dalam tiga wilayah adat, Yaitu :
1. WILAYAH ADAT SEKO LEMO.
2. WILAYAH ADAT SEKO TENGAH.
3. WILAYAH ADAT SEKO PADANG.
I. WILAYAH ADAT SEKO LEMO.
Tipologi Wilayah ini berbukit-bukit dan terletak di bagian Barat Seko yang berbatasan kangsung dengan Propinsi Yang baru saja di Mekarkan, yaitu Propinsi SULAWESI BARAT.
Masyarakat SEKO LEMO adalah kaum Pekebun (HUMA). Mereka berbahasa To LEMO, termasuk dalam rumpun bahasa TORAJA dengan "dialeg dan idialeg" khas Seko Lemo. Rumah-rumah pada umumnya di bangun di lereng-lereng bukit atau di Pinggir Sungai. Ada 8 Perkampungan atau Dusun di SEKO LEMO. Terbagai dalam 2 Pemerintahan setingkat Desa, yaitu DESA TIROBALI dan DESA MALIMONGAN. Penduduknya 98% Penganut Kristen Protestan, 2 % Penganut MUSLIM.
II. WILAYAH ADAT SEKO TENGAH.
Tipologinya mirip-mirip Seko Lemo, Yaitu berbukit-bukit. Wilayah ini terletak ditengah-tengah antara Seko Lemo dan Seko Padang. Membujur dari utara sampai ke Perbatasan Sulawesi Tengah. Masyarakat juga Pekebun di samping Sawah. Bahasa Seko Tengah beragam. Hampir semua Dusun yang ada memiliki Idialeg dan Dialeg yang berbeda. Rumah-rumah Penduduk di bangun pada lereng-lereng bukit dan sebagian di pinggir sungai. Ada 9 Perkampungan atau Dusun. Terbagai dalam 3 Wilayah Pemerintahan setingkat Desa, Yaitu : DESA AMBALLONG, DESA TANAMAKALEANG dan DESA POKAPPAANG. Penduduk 90 % Penganut Kristen Protestan dan 10 % Penganaut MUSLIM.
III. WILAYAH ADAT SEKO PADANG.
Disebut SEKO PADANG karena 75% wilayahnya terdiri dari Padang Sabana Ilalang. 20 % terdiri dari Persawahan dan Hutan-hutan.
B. SUMBER DAYA ALAM
C. SUMBER DAYA MANUSIA
D. POTENSI EKONOMI DAN WISATA
E. PROSPEK.
.............................BERSAMBUNG...........................
Seko, adalah SEGI TIGA EMAS SULAWESI. Karena daerah ini berada pada titik pertemuan tiga batas Propinsi yang ada di Pulau Sulawesi. Daerah SEKO diapit oleh 4 Pemerintahan Daerah tingkat dua (Kabupaten) dan 3 Pemerintahan Daerah Tingkat I (satu) atau Propinsi. Sebagai Daerah yang strategis karena dikelilingi dan sekaligus merupakan titik pertemuan batas-batas wilayah Propinsi juga Kabupaten, seharusnya SEKO menjadi lebih maju dan berkembang dari pada daerah lain.
Dapat kami gambarkan sebagai berikut : SEKO berada dalam wilayah Pemerintahan Propinsi SULAWESI SELATAN dan merupakan ujung timur tengah yang merupakan titik temu perbatasan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat. Seko juga diapit langsung oleh Kabupaten Tanah Toraja dan Kabupaten Luwu Utara di Utara dan Selantan lalu Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat di bagian barat Seko dan Kabupaten.............Sulawesi Tengah dibagian Timur Seko. Karena letaknya yang demikian unik ini, sehingga Masyarakat Seko mempunyai hubungan Sosial kemasyarakatan yang erat, termasuk adanya intensitas interaksi Tradisi dan Budaya dengan Masyarakat di di sekelilingnya. Hal ini terlihat dengan adanya ruas-ruas jalan setapak yang menghubungkan Masyarakat Seko dengan ke-empat wilayah dalam tiga propinsi tersebut diatas.
Sayang bahwa daerah yang strategis ini, belum sepenuhnya menikmati perkembangan pembangunan NKRI yang telah berlangsung selama 64 tahun. Kalau toh..Masyarakat Seko menikmati percikan pembangunan, itu bukan karena Usaha pemerintah Daerah maupun Pusat. Tapi semata-mata karena keuletan dan kerinduan yang kuat Masyarakat Seko untuk membangun Daerahnya. Buktinya ada pada Sarana JALAN menuju Seko yang dari zaman Penjajahan Belanda, lalu jaman Jepang kemudian jaman Kemerdekaan!. Belum juga mengalami perubahan selain jalan setapak yang memang murni sudah ada dari dahulu kala, sepanjang keberadaan TO SEKO. Pada Jaman ORLA, berganti Zaman ORBA dan sekarang Zaman Reformasi, jalan-jalan yang ada masih tetap sama! Masih seperti itu! Tetap Becek, Penuh kubangan air, jembatan-jembatan yang ada pun merupakan swadaya murni Masyarakat. Kalau sekarang di Seko ada Landasan Pesawat Terbang, itupun bukan diawali oleh kemauan Pemerintah Daerah untuk membangun dan mengadakan Transportasi udara ini, tetapi oleh karena Kerinduan dan JASA Seorang Peneliti Bahasa Seko yang menterjemahkan ALKITAB
ke dalam Bahasa Seko Padang. Mr. Thomas dan Keluarga. Merekalah yang berinisiatif dan didukung sepenuhnya oleh Masyarakat Seko untuk membangun Landasan ini pada akhir tahun 1980-an! Uniknya, ketika itu Pemerintahan Daerah Luwu bukannya mendukung dan memberi bantuan untuk Pembangunan Landasan Pesawat tersebut sebaliknya menghambat dan mempersulit berbagai perijinan atas rencana pemabangunan yang dimaksud. Lebih aneh lagi, skarang sesudah perluasan dan penambahan Landasan Pesawat, hingga dapat di darati oleh Pesawat Jenis CASSA bermuatan 20 Penumpang, yang banyak memanfaatkannya justru Pemerintah Daerah. Dan Rakyat seko, meskipun sudah mendaftar selama berhari-hari dan berminggu-minggu dapat saja di "cansel" atau malah tidak akan pernah dimuat pada penerbanagan berikut. ?????????.
Perjalanan ke Seko memang sangat melelahkan dan penuh resiko! Jarak Seko Ibu kota Kabupaten, Kota Masamba, "hanya" 79 km melalui Ruas Sabbang - Rongkong - Mabusa - Seko. Tetapi Ruas jalan 79 km ini, akan ditempuh berhari-hari oleh sebagian Masyarakat seko yang berjalan kaki. Dan Kalau terpaksa harus menyewa ojek, terpaksa juga harus merogoh kantong sebesar Rp. 350.000 - sampai Rp. 500.000. Itupun dengan resiko menginap semalam di perjalanan, bisa di Jembatan atau salah satu desa di daerah Rongkong. Demikian juga, ruas jalan peninggalan ex PT. KTT yang "hanya" 54 km dari Ibukota menuju Seko Padang. Ruas ini, lebih berbahaya karena, penuh pendakian dan harus menyebrangi kurang lebih 15 sungai besar dan kecil tanpa jembatan. Beaya Ojek sangat mahal.! Bagi mereka yang sanggup menyewa Ojek berkisar Rp.450.000, sampai Rp. 600.000. Beberapa Bulan lalu (Agustus 2007) saya dan keluarga (5 orang) Pulang ke Seko untuk acara keluarga. Istri dan anak-anak sudah membooking 4 seat tiket menuju Seko. Tapi karena ada beberapa Pejabat teras Pemerintahan Kab. LUWU UTARA akan menuju Seko pada hari yang sama, akhirnya keluarga saya di "Cansel" bukan untuk penerbangan berikutnya, tetapi sampai ada seat kosong lagi. Karena istri saya harus cepat tiba di Seko untuk acara keluarga , akhirnya menyewa 4 buah ojek dengan beaya Rp. 450.000 per ojek. Perjalanan tersebut ditempuh dua hari, meskipun naik ojek, tetapi sesungguhnya lebih menderita, karena pada ruas-ruas tertentu para penumpang harus turun agar motor ojek bisa diseberangkan pada jalan becek berlumpur atau pada pendakian tertentu. Inilah Realitas sebuah Daerah yang bernama SEKO.
Daerah yang sesungguhnya amat kaya! Baik Kandungan Mineral dan Batuan Mulia dalam Perut Buminya; maupun hasil Kebun tanaman Rakyat, juga Hutan-hutan yang sarat Rotan, Damar dan Pohon-pohon Raksasa yang mengelilingi SEKO. Belum Lagi, Ribuan Ekor Kerbau Peliharaan dan Liar, termasuk ANOA, BABI RUSA dan RUSA/Kijang yang hidup dihutan-hutan Seko.
Ketika, tulisan ini saya Posting, kabar terakhir dari teman-teman di YAYASAN INA SEKO, Sebuah LSM Nirlaba yang dibentuk oleh Orang-orang SEKO. Mengatakan bahwa Pesawat DASS yang biasa menerbangi jalur MAKASSAR - TORAJA - MASAMBA - SEKO - RAMPI kini tidak terbang lagi. Dan hal itu sudah berlangsung dari bulan September 2007 lalu. Sampai sekarang alasan penghentian Penerbangan jalur itu belum jelas sampai kapan! Ketika hal itu, Kami Tanya dan sampaikan pada Pemerintahan Kab. LUWU UTARA melalui Surat pada bulan Januari 2008, belum ada balasan maupun penjelasan resmi Pemerintah Daerah. Penjelasan Resmi justru kami terima dari PIHAK PT DASS di Jakarta. PT DASS Indonesia, melalui email kepada kami mengatakan bahwa Jalur itu bukan dihentikan penerbangannya, tetapi karena Beberapa Pesawat yang dioperasikan oleh PT DASS harus segera diremajakan/diganti. Maka Jalur Penerbangan MAKASSAR - TORAJA - MASAMBA - SEKO - RAMPI yang selama ini merupakan jalur penerbangan PT DASS akan dilelang pada perusahaan Penerbangan Perintis dalam Negeri. Dan skarang dalam tahap negoisasi antara PT DASS dan PT PELITA juga PT MERPATI. Semoga cepat selesei.
Sebuah autokritik bagi Pemerintahan KABUPATEN LUWU UTARA...ternyata Pemerintah Daerah Luwu Utara, sama sekali tidak ada usaha untuk mengupayakan atau apapun istilahnya..agar jalur itu kembali dapat diterbangi oleh Maskapai Penerbangan Perintis Dalam Negeri....Hal ini dapat di buktikan bahwa sama sekali tidak ada perhatian, atau mempertanyakan hal tersebut kepada Depertemen Perhubungan maupun pada PT DASS.... ada apa Bpk dan Ibu di Kab. LUWU UTARA????. Nah...skarang beberapa Putra-putri Seko, termasuk saya..sedang berjuang agar Jalur itu kembali dapat diterbangi....
Harapan kami bahwa rakyat seko dapat lebih menikmati sosialisasi diri terhadap Pembangunan yang sementara berlangsung di Negara ini.
Harapan kami bila Jalur ini sudah kembali normal, Bpk dan Ibu, para pejabat Daerah Kabupaten LUWU UTARA, sudilah kiranya mengutamakan Kepentingan Rakyat dalam hal Fasilitas Penerbangan menuju SEKO JUGA RAMPI....Bpk dan IBu para Pejabat kan ada alokasi dana untuk Perjalanan seperti itu....pergunakan ojek dong!!! Biar Rakyat dapat naik Pesawat karena beayanya lebih MURAH dan Rakyat Bisa mengangkut Hasil Kebun dan Ladang untuk dijual Ke Kota!
A. GEOGRAFI
Daerah Seko, berada diatas ketinggian 1500 meter dari Permukaan Laut. Luas wilayah Seko terbentang dari Utara berbatasan langsung dengan Propinsi Sulawesi Tengan ke Selatan berbatasan dengan Kecamatan Rongkong dan dari Barat berbatasan dengan Propinsi Sulawesi Barat (Kab, Mamuju) ke Timur, berbatasan dengan Kab. Tanah Toraja. Gengan Garis Tengah Utara-Selatan sekitar 180 km dan Barat-Timur sekitar 140 km. Atau sama dengan 12600 Km persegi.
Masyarakat Seko terbagai dalam tiga wilayah adat, Yaitu :
1. WILAYAH ADAT SEKO LEMO.
2. WILAYAH ADAT SEKO TENGAH.
3. WILAYAH ADAT SEKO PADANG.
I. WILAYAH ADAT SEKO LEMO.
Tipologi Wilayah ini berbukit-bukit dan terletak di bagian Barat Seko yang berbatasan kangsung dengan Propinsi Yang baru saja di Mekarkan, yaitu Propinsi SULAWESI BARAT.
Masyarakat SEKO LEMO adalah kaum Pekebun (HUMA). Mereka berbahasa To LEMO, termasuk dalam rumpun bahasa TORAJA dengan "dialeg dan idialeg" khas Seko Lemo. Rumah-rumah pada umumnya di bangun di lereng-lereng bukit atau di Pinggir Sungai. Ada 8 Perkampungan atau Dusun di SEKO LEMO. Terbagai dalam 2 Pemerintahan setingkat Desa, yaitu DESA TIROBALI dan DESA MALIMONGAN. Penduduknya 98% Penganut Kristen Protestan, 2 % Penganut MUSLIM.
II. WILAYAH ADAT SEKO TENGAH.
Tipologinya mirip-mirip Seko Lemo, Yaitu berbukit-bukit. Wilayah ini terletak ditengah-tengah antara Seko Lemo dan Seko Padang. Membujur dari utara sampai ke Perbatasan Sulawesi Tengah. Masyarakat juga Pekebun di samping Sawah. Bahasa Seko Tengah beragam. Hampir semua Dusun yang ada memiliki Idialeg dan Dialeg yang berbeda. Rumah-rumah Penduduk di bangun pada lereng-lereng bukit dan sebagian di pinggir sungai. Ada 9 Perkampungan atau Dusun. Terbagai dalam 3 Wilayah Pemerintahan setingkat Desa, Yaitu : DESA AMBALLONG, DESA TANAMAKALEANG dan DESA POKAPPAANG. Penduduk 90 % Penganut Kristen Protestan dan 10 % Penganaut MUSLIM.
III. WILAYAH ADAT SEKO PADANG.
Disebut SEKO PADANG karena 75% wilayahnya terdiri dari Padang Sabana Ilalang. 20 % terdiri dari Persawahan dan Hutan-hutan.
B. SUMBER DAYA ALAM
C. SUMBER DAYA MANUSIA
D. POTENSI EKONOMI DAN WISATA
E. PROSPEK.
.............................BERSAMBUNG...........................