CINTA DAN MANUSIA.
Suasana ruang tunggu terminal IA sore itu agak sepi. Sambil menengok kiri kanan, aku mencari posisi untuk duduk. Kupilih kursi dekat Monitor disamping kanan front office Maskapai Batik Air. badanku terasa lelah, setelah menempuh perjalan Bandung - Cengkareng. Bukan karena jarak yang membuat lelah, tetapi lantaran macet hampir disepanjang ruas jalan Tol yang padat setiap akhir pekan.
"Yang duduk depan Monitor itu abang ya?" Begitu pesan yang aku baca. Aku melempar pandangan kesekeliling ruangan, sebelum menjawab.
Hanya ada kurang lebih belasan orang yang duduk disekelilingku, tak satupun yang aku kenal.
"Maaf, ini siapa?" ku balas SMS itu sambil bertanya.
"Aku dapat nomer Abang dari daftar Alumni SMA beberapa waktu lalu. Abang datang waktu itu kan?" Seperti itu balasan yang aku terima dari Android mungilku.
"Iya, tapi ini siapa?" cecarku penasaran. Lalu kembali melempar pandangan keseluruh ruangan. Tetap tak seorang yang aku tahu.
"Ini Rahayutanty, temen sekolahmu di SMU" Balasan itu mengejutkan. Aku berdiri dan mencari-cari seraut wajah Imut dari kelas IPA 4. Tapi wajah itu tak kudapat dalam ruangan itu.
"Aku duduk dekat kursi pintu keluar bang"
Aku mengarahkan pandangan kesana. Benar, seorang perempuan duduk disana dan melambaikan tangannya. Segera kuraih ransel dan beringsut kesana.
"Ini kau Ayutanti?"
"Iya bang, aku ini!"
Kami berpelukan beberapa saat. Lalu saling memandang. Lagi, ia memelukku.
"Tak menyangka ketemu abang disini" Suaranya lembut tapi jelas kudengar. Pelukannya makin erat.
"Oh...sudah berapa puluh tahun ya?" sambungnya lagi.
"40 tahun Ayu!" jawabku singkat dan meregangkan pelukan.
"Oh waktu cepat berlalu ya bang?"
"Dan kita juga sudah beruban" Jawabku sambil menuntun duduk di kursi panjang ruang tunggu terminal IA Cengkareng.
Rahayutanti menatapku seksama, bola matanya yang indah masih memesonaku.
"Apa kabarmu bang?"
"Baik..sangat baik ayu. Kau bagaimana? Sejak malam perpisahan sekolah dulu, aku tak pernah lagi mendengar kabarmu. Aku mencari tahu ke semua kawan-kawan sekolah. Tapi, tak satupun tahu rimbamu ketika itu" protesku.
Teringat puluhan tahun lalu, aku pontang panting mencarinya selepas SMA dulu.
"Maafkan Ayu bang! Waktu itu, saat malam perpisahan, Ayu mau bicara, tapi abang kan sedang ngeband. Pada hal, papa mama Ayu sudah datang menjemput karena esok subuh kami harus keluar negeri ketempat papa tugas. Ayu sudah mengulur waktu untuk bicara, tapi kau terlalu asyik dengan group bandmu. Sampai akhirnya aku pergi dan meninggalkan malam perpisahan itu"
"Mengapa waktu, itu kau tak memanggilku?"
"Ach..lupakan saja bang. Toh semua sudah berlalu. Jangan di ganggu pertemuan ini" potongnya.
"Aku bersyukur setelah 40 tahun, bisa ketemu abang lagi. Selama ini Ayu merasa bersalah. Ayu tahu, abang sangat menyayangku. Aku juga berusaha mencari tau keberadaan abang, sampai aku temukan no abang dan fotomu di daftar alumni kemaren. Aku terlambat datang, acara sudah selesai ketika aku tiba ke lokasi. Pada hal ingin sekali berjumpa abang" Ia meraih tanganku dan meremasnya lembut.
"Oh..bebanku jadi ringan sekarang bang" sambungnya menatapku lembut.
"Abang makin putih...rambutmu dan kau tampak gendut, sama seperti Ayu. Kita tak mudah lagi. Tapi kenangan bersamamu selama SMA dulu sangat indah. Tiap kali duduk sendiri, aku mengenangnya. selama ini abang di mana? apakah masih gemar mendaki gunung, keluar masuk hutan dan pantai, seperti dulu sering kita lakukan tiap liburan? "
"Hm..masih Ayu. Hanya sekarang ku alihkan menyusuri sungai-sungai, dan berkemah di danau. Kau masih ingat kan? dulu kita janjian selepas SMA nanti akan menyusuri sungai berantas dan berkemah di Danau Banyu Biru? Nachh aku melakukan karena janji kita"
Mendengar penjelasan itu, Rahayutanti menghambur kepelukanku.
"Maafkan Ayu bang"
"Lupakan semua masa lalu Ayu. Oh ya, berapa anak-anakmu?" aku bertanya mengalihkan perhatiannya.
Tapi semakin erat Ayu memeluk dan air matanya terburai membasahi dadaku.
"Hust..orang orang memperhatiakn kita tuh"
"Biarin bang!"
"Tapi kita kan nggak muda lagi!"
"Semua manusia punya perasaan bang" jawabnya sambil melepas pelukan.
"Aku tidak menikah dan belum punya anak!" tandas Ayu tegas. "Mengapa Abang bertanya seperti itu?" Rahayutanti menatap tajam.
"Aku sudah berjanji ke Abang bukan? nach aku tepati janji itu. Dan besok jika ada lelaki yang melamarku, akan kuterima dia" sambung suaranya tetelan di kerongkongan
"Semua janjiku kita tak kulupankan. Dan sekarang sudah bertemu abang. Jadi janjiku sudah tuntas"
Mendengar penjelasannya, aku yang justru menghambur memeluknya, memeluk erat sekali, tak perduli lagi tatapan orang-orang disekeliling.
"Oh..waktu 40 tahun berlalu sia-sia untuk memenuhi janji dan ikrar di Pantai Watu Ulo Jember" Bisikku ditelinganya.
"Tahukah engkau selama itu pula aku pegang janjiku" bisikku mesra.
Kesetian butuh pengorbanan. Setiap mereka yang setia tidak akan dikecewakan (RWM)
(Medio September, Terminal IA Soerkarno - Hatta, Cengkareng)
Cerpen tentang Pintu.
Sejak mata kunci itu kau buang ketelaga samping rumah, sejak itu pula tak pernah ada yang masuk kesana. Hanya dirimu. Hatimu dan pintu itu sendiri.
Kemaren engkau minyaki gembok yang menempel di pintu. Kau bilang akan mencari mata kunci itu ke telaga. Tapi semakin kau cari semakin tenggelam dirimu dalam lumpur hingga lehermu tercekik, meronta mengulur tangan, menggapai gapai.
Sementara gembok berkarat tetap kau gantung disana.
Bagaimana ku turuti pintamu?
Beri kesempatan! engkau meratap dari tengah telaga.
Tapi dengan apa membantumu, jika pintu masih rapat.
Tadi pagi kau bilang semua yang ingin kau katakan.
Itu untuk aku kan?
Ya. Untukmu! untuk siapa lagi jikan bukan?
Apakah tidak terlambat? bisikmu sepagi embun menetes
Dari pembaringan kecil kudengar pintu berderit.
Entah siapa yang membuka.
Tapi hati yang sepi tenggelam di telaga sunyi.
Dan pintu gembok berkarat serta daun pintu lapuk.
Mati bersama rumah mungil di tepi telaga sunyi.
Hanya angin berlalu, tanpa kisah, tanpa cerita
hanya sesal
tinggal duka
duka sesal.
(September bercerita tentang september)