PLURALIS VERSUS PLURALISME
Suatu refleksi praksis, by. RW. Maarthin.
PENDAHULUAN.
Diantara issue yang mendapat perhatian cukup besar paskah Reformasi 97/98 adalah issue keberagaman atau pluralitas agama. Issue itu, merupakan fenomena yang cukup menguras perhatian, pemikiran masyarakat Indonesia , khususnya para agamawan (Rohaniawan dan teolog/cendikiawan) sampai pada awal abad ke-21. Fenomena itu hadir di tengah keanekaragaman klaim kebenaran absolute (absolute truth-claims) antara agama yang saling berseberangan. Kita tahu bahwa setiap agama mengklaim dirinya yang paling benar dan yang lain sesat. Klaim ini kemudian melahirkan keyakinan yang biasa di sebut “doctrine of salvation” – doktrin keselamatan – bahwa keselamatan atau pencerahan (enlightenment) atau surga merupakan hak para pengikut agama tertentu saja dan pemeluk agama lain akan celaka dan masuk neraka. Sejatinya keyakinan semacam itu, juga berlaku pada penganut agama antar sekte atau aliran dalam sebuah agama yang sama; seperti yang terjadi antara Roma Katholik dan Katholik Protestan atau Katholik Protestan dengan semua aliran-aliran yang ada di dalamnya.
Secara umum Issue Pluralisme lahir oleh karena pemikiran-pemikiran yang saling bertentangan antara klaim kebenaran agama satu dan yang lain melawan pemikiran bahwa agama boleh berbeda tapi tujuan sama, yaitu kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Realitas pemikiran seperti ini telah mengantar Pluralisme kepada diskursus yang semakin luas dan amat komplek sekaligus memberi ruang ketegangan atau konflik antar agama yang tidak jarang tampil dengan warna kejam, keras, intolerans bahkan sampai pada perbersihan ras (ethnic cleanning atau genocide). Pada ruang lain, pengakuan bahwa semua agama itu sama tujuannya, semakin mengemuka.
PLURALIS DAN PLURALISME
Bunyi Pluralis dan Pluralisme, berasal dari kosa Plural. Sebuah istilah yang di adopsi dari bahasa Ingris, lalu menjadi salah satu suku kata bahasa Indonesia . Yang artinya, berupa-rupa, beraneka ragam, bermacam-macam atau terdiri dari berbagai (benda-indentitas-tradisi, dst). Bunyi Pluralis dalam pengertian bahasa Indonesia merupakan kata sifat. Yang menunjuk pada suatu keadaan atau suasana keanekaragaman. Sebaliknya, Pluralisme (maaf penjelasan istilah ini dalam bahasa Indonesia , belum baku ) merujuk pada arti pengakuan terhadap ‘pandangan bahwa Agama itu sama tujuannya, dan pandangan bahwa agama itu sama hanya cara dan sebutannya yang berbeda’. Dari Premis ini kita dapat mengerti makna-makna istilah-istilah tersebut diatas. Jadi topic bahasan bisa kita lanjutkan.
Bangsa Indonesia mempunyai satu istilah yang hampir sama pengertian dan maknanya dengan Pluralis, yaitu Bhineka Tunggal Ika. Perbedaanya hanya terletak pada pemakain kedua istilah itu. Pluralis dipakai untuk menggambar suasana yang umum dan bisa dimana saja, sedang Bhineka Tunggal Ika adalah istilah ke Negaraan Indonesia . Dalam Sejarah Gereja istilah Pluralis dan Bhineka Tunggal Ika di kenal dengan sebutan OIKUMENE. Yang awal mulanya merupakan istilah untuk menggambarkan wilayah kekuasaan imperium/Kekaisaran Romawi yang meliputi banyak Negeri, Suku Bangsa dan luas daerah jajahan/kekuasaan. Ada satu istilah lagi yang akhir-akhir ini sering diucapkan, Yaitu Multikultural (multiculture), artinya juga nyaris sama dengan Pluralis, Bhineka Tunggal Ika dan Oikumene. Hanya istilah Multikultural di pakai untuk menggambar keanekaragaman manusia.
Lalu bagaimana dengan Pluralisme? Untuk menjelaskan persoalan ini, kita perlu menengok kebelakang sejenak untuk mengerti dan menggali dari beberapa sudut pandang :
Yang pertama RURALIZATION GOES TO GLOBALIZATION:
Issue Pluralisme lahir pada pertengahan abad 20, ketika Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi mengalami revolusi luarbiasa dengan penemuan-penemuan yang mencengangkan, seperti tehnologi komunikasi yang menjadikan jagad ini seperti Global Village. Akibat dari itu, semua belahan dunia menjadi amat terbuka dan tidak ada satu daerah dunia ini yang tersembunyi. Era tehnologi komunikasi ini, berdampak pada cara pandang yang melahirkan pemikiran-pemikiran baru tentang batas-batas wilayah, Agama dll. Di pihak lain, bangkit berbagai gerakan dan kelompok agama yang melahirkan ketegangan-ketegangan antar wilayah, ditambah dengan fenomena meningkatnya gelombang dan arus migrasi pemeluk-pemeluk agama ‘timur’ khusus kaum muslimin, kenegara-negara barat. Hal ini menimbulkan kekuatiran terhadap kenyamanan dan keamanan Barat, yang memang belum siap dan terbiasa hidup berkoeksistensi damai dengan dunia Islam.
Terlepas dari semua itu, hal yang luarbiasa adalah, untuk pertama kali dalam sejarahnya, manusia menyaksikan dirinya secara global hidup berdampingan dengan berbagai penganut agama yang berbeda dalam satu Negara, satu wilayah, satu kota, satu atap bahkan makan bersama. Situasi ini merupakan hal baru bagi masyarakat dunia, dan belum punya pengalaman dalam berkoeksistensi damai dalam masyarakat pluralis. Akibatnya timbul, problematika tersendiri, sehingga memaksa para ahli dari berbagai disiplin ilmu untuk memformulasikan suatu solusi maupun pendekatan dalam merespon situasi yang baru ini.
Dari sinilah kemudian timbul sejumlah teori Pluralisme agama. (Dalam pemikiran ini, muncul klasifikasi Pluralisme agama, seperti Humanis sekuler, teologi global, sinkritisme, filsafat humanis dst.) Yaitu suatu pemikiran yang memberi legitimasi yang setara kepada semua agama yang ada, agar dapat hidup berdampingan bersama secara damai, aman, penuh tenggang rasa, toleransi dan saling menghargai. Setidaknya, nilai-nilai yang ingin di wujudkan oleh tren pemikiran seperti itu adalah yang kita kenal dengan istilah PLURALISME AGAMA.
Yang Ke-dua, PROBLEM TEOLOGIA.
Gagasan Pluralisme Agama, yaitu kesetaraan agama, sepintas tampak sebagai solusi yang menjanjikan harapan-harapan dan nilai-nilai kemanusia yang luhur dan mulia. Namun Kajian yang mendalam, objektif kritis (etis tologis) terhadap gagasan tersebut, justru memperlihatkan hal-hal yang sebaliknya bertentangan dengan Iman penganut agama-agama yang ada. Konsep itu, mengingkari transcendent dan hal-hal yang immanent terhadap ajaran agama yang ada, sebab melahirkan sikap-sikap intolerans, bengis dan tidak ramah, dan kontradiksi dalam arti etimologis pengertian agama. Yaitu problem epistemologis dan problem teologis. Belum lagi masaalah metodologis yang jika di implementasikan dalam tatanan praksis apa adanya, justru sangat diametral dengan tujuan-tujuan agama yang ingin dicapai. Oleh karena itu, gagasan Pluralisme Agama tak lebih dari suatu problematika itu sendiri dari pada suatu solusi, dalam Global Village.
Yang ke-Tiga, APA PANDANGAN ALKITAB?
Ketika Abraham, di panggil meninggalkan Kampung halaman (Ur Kasdim) menuju Negeri yang nanti dalam perjalanan ‘baru Tuhan akan beri tahu’, Allah mengatakan bahwa Abraham akan menjadi berkat bagi Bangsa-bangsa lain (kel.12). Panggilan itu, menyatakan bahwa Allah akan memperkenalakan (mengajarkan) suatu Agama baru yang harus di Imani oleh Katurunan Abraham, sebab keturunan Abraham (bangsa Israel ) akan menjadi berkat bangi bangsa dan sungku bangsa disekitar Israel .
Ketika Musa di panggil untuk menyelamatkan Bangsa Israel yang berada di Mesir, Musa di perintah Allah memperkenalkan diri sebagai utusan dari “AKU ADALAH AKU…Allah Abraham, Allah Ishak, Allah Yakob” Kel. 3 : 13 – 14. Penegasan Tuhan terhadap Musa itu, untuk menyatakan bahwa Agama yang dianut oleh Nenek moyang Bangsa Israel , haruslah tetap menjadi Agama Bangsa Israel , sebab Agama itu berbeda dengan Agama lain (agama orang mesir misalnya.) Demikian juga ketika, Yosua menerima estafet kepemimpinan, Musa berpesan supaya semua ilah-ilah orang kanaan di musnahkan dan bangsa Israel dilarang kawin-mawin dengan orang Kanani yang menyembah ilah-ilah baal. Pada masa Hakim-hakim, Tiap kali bangsa Israel tidak taat terhadap Ajaran Allah (Kitab Taurat) maka bangsa Israel di hukum Allah.
Demikian pula dalam kisah-kisah Perjanjian Baru. Yang paling mencolok ialah Amanat Agung Tuhan Yesus dalam Matius 28 : 16 – 20 yang memerintahkan kepada murid-murid untuk memberitakan INJIL ke pelosok Dunia. Amanat Tuhan Yesus itu, sekaligus merupakan penolakan terhadap pemikiran-pemikiran Pluralisme Agama. Dari penjelasan singkat ini, dapat kita pahami bahwa, Iman Kristen menolak pemikiran Pluralisme Agama. Bahwa Bagi Iman Kristen hanya ada satu Iman, yaitu percaya kepada Yesus Kristus, yang adalah Allah itu sendiri. – TUHAN MEMBERKATI -
Kertas kerja bahan diskusi, P.A.K PERKANTAS JATENG 2010
RWM.BOONG BETHONY