19/04/22

Sajak untuk Giyo

Cerita kecil di bawah jembataan sudirman, kali code.
Giyo menghela nafas tua, sesekali diiringi batuk.
Tangan gemetar memilin tali plastik sambil melirik percik air samping beranda. Kilau air menari meliuk-liuk masih seperti itu.
Entah berapa ribu kali ia mengharap purnama turun mandi disana. seperti dulu, dulu skali. Sebelum semua berubah, mulai asing dan membingungkan.
Giyo menghela nafas tua, sesekali diiringi batuk.
Tangan gemetar seperti dulu ketika pertama kali menimbang-nimbang kariben serambi memercik api perjuangan. Kilau kariben menantang menarik pelatuk, berhambur darah.
Entah berapa ribu kali ia mengharap perjuangan ini segera berakhir. seperti dulu, dulu skali. Sebelum semua berubah, mulai asing dan membingungkan.
Giyo menghela nafas tua, sesekali diiringi batuk.
Tangan gemetar memilah-milah mendali tanda kejuangan sambil memercik kenangan pada istri, anak. Kilau tatap mata merentang kesedihan meradang.
Entah berapa ribu kali ia mengharap segera menyudahi perjuangan ini, seperti purnama turun mandi dalam dentuman granat.
Seperti dulu, dulu skali. Saat ia mengharap satu pelor belanda menembus dada. Sebelum semua berubah, mulai asing dan membingungkan.
Giyo menghela nafas tua, sesekali diiringi batuk.
Tangan gemetar mengulur hidup sambil melirik percik air samping beranda. Kilau air meliuk-liuk masih seperti itu.
Entah berapa ribu kali ia mengharap purnama datang menjemput seperti anak, istri pernah mandi disana.
Seperti dulu, dulu skali. Sebelum semua berubah, mulai asing dan membingungkan.
(Puisi ini dipersembahkan pada Pak Sugiyo, lelaki renta pejuang serangan 6 jam di jogja. Almarhum meninggal tahun 1998 di kali Code) Fot/gambar : detik.com



RWM.BOONG BETHONY