24/09/22

Tanjung Priok

Tanjung Priok

Aroma laut menjemput aneka parfum
Barang berkotak-kotak bergerak datang dan pergi
Di bibir laut, dermaga beton, kulepas kekasih mencumbu Ceremei
Tak ada lambaian sapu tangan terlebih selendang biru muda seperti 40 tahun lalu saat engkau berlayar menuju laut bebas
Lampu kuning kokoh mematung diselingi laron-laron tertipu kilaumu persis para pendatang berlabuh mengadu nasib di tubuh bandar Jakarta jadi apa saja, kau aduk jadi satu
Tanjung Priuk oh semenanjung Jayakarta berabad jadi pintu gerbang imperialis, pencuri dan pedagang dari mana-mana.
Tanjung priuk oh semenanung Jayakarta, engkaulah saksi perpisahan dan kisah antara air mata berbaur darah bahkan jadi jalan tikus penelikung pajak, candu, cerita yang tak usai.
Tadi, subuh sebelum ayam berkokok langit jakarta pucat tanpa embun, kering dan tak bergairah bukan karena kau meninggalkan dermaga beton itu, semata karena jakarta dan langit tak saling mengenal. Karena itu, di sini, di jakarta kita hanya saling menatap, jika jodoh saling menyapa.
Tanjung Priuk, kota yang terpinggirkan sebab itu di sana selalu ada cerita perpisahan. Foto : Ekonomi & Bisnis


RWM.BOONG BETHONY

Kisah-kisah Malam

Sajak Segenggam malam.

Menyeruak lembayung
tanpa bayangan
Pada malam kucerita mimpi
satu-satu nafas
karena malam juga kehidupan
menguak senja
tak membayang
pada malam kudapat mimpi
satu-satu nafas
sebab malam ialah hidup
jika tidak
Tuhan pasti hanya memberi siang.
Tadi, ditepian Mahakam kurajut Tuhan pada tiap arti ku genggam.
Kecuali itu, malam pengadil siapa saja.
setelah usai bait tentang debu
tak ada cerita.
tapi malam tetap saja begitu
Jika tidak
Tuhan tak yakin kugenggam
Barusan malam berkisah
Tuhan bercinta dengan siapa saja
denganmu
mereka
dia
aku.
besar cintaNya
Ia tak perduli
borok aidsmu
luka sipilismu
makanya dimesrahi tiap waktu engkau.
(RWM, Mahony tepian mahakam, Medio Sep'014)

Perempuan malam.

Di rembang pagi malam tergesa menjauh sambil memoles gincu di bibir pekat
Selusin botol beer telanjang menganga menantu kekasih
Gaun malam tergeletak di tepian ranjang
namun hanya bayangan angin mengibas daun jendela
Kau selalu pergi dan membiarkan pintu menganga seiring ngungun pagi
Engkau bayangan di tepi malam, berseri memeluk kekasih
Menghembus embun jadi butir air sedingin kecupan yang tersisa mengantar kau berlalu
Dan perempuan ayu pemeluk bantal itu selalu bermimpi di ujung pengharapan sia sia.
Citra engkau bayangan begitu para pujangga menyebutmu
Pelukan hanya bayangan
Kecupan yang tersisa pun bayangan
Kecuali bau keringat berbaur parfum
hanya itu.
(Pojok Plaza Semanggi, medio Nov'19)
Foto : Bola.com



RWM.BOONG BETHONY