Fragmen Kebudayaan tentang : Cerita Plastik di seputar Natal.
Untuk umat Kristiani di mana pun berada, bulan Desember adalah bulan yang menggembirakan, karena saat itu umat Kristiani akan merayakan (baca: mengingat rayakan) peristiwa penting dalam kehidupan beriman Kristiani. Yaitu, mengenang dan merayakan kelahiran Sang Kristus 2022 tahun lalu. Biasanya di bulan ini, tiap rumah akan dihias, pohon natal atau tepatnya tiruan pohon pinus (cemara) plastik lalu didekorasi dengan lampu warna warni yang kerlap kelip, kapas putih sebagai pengganti kepingan salju, lilitan pita merah, tiruan kado, dst. Ini adalah ritual mengawali perayaan natal. Dan entah mengapa, jika tak memasang atau menghias rumah dengan pohon tiruan pinus plastik itu, seolah-olah perayaannya tidak sah dan kurang sahih. Jadi jangan heran jika tiap bulan desember yang pertama dipikir dan dilakukan adalah ritual memasang tiruan pohon pinus itu. Bukan hanya rumah-rumah umat kristiani, Gereja-gereja, Sekolah-sekolah dan universitas Kristiani pun melakukan ritual yang sama. Mall-mall, Supermarket, swalayan ikut menyemarak dengan memasang pohon tiruan pinus sebagai asesoris dan reklame.
Saya teringat, mantan presiden Amerika, Al Gore di masa Bill Clinton, dalam buku berjudul Earth in the Balance: Ecology and the Human Spirit: menyoroti penggunaan plastik sebagai salah satu produk yang harus dikurangi dan dibatasi pemakaiannya dan atau jika di pakai mesti didaur ulang. Ketika Al Gore berbicara tentang produk plastik dan melakukan kampanye di seluruh Amerika Serikat dan Dunia, kampanyenya disambut hangat masyarakat dunia dan dengan antusias di sambut oleh PC USA ( Gereja Presbiterian Amerika) yang kemudian ikut mendukung kampanye lingkungan hidup Al Gore. Sejak itu PC USA mengurangi segala bentuk pemanfaatan plastik dalam berbagai ATK termasuk penggunaan tiruan pohon Pinus plastik. Satu dekade lalu, marak kampanye yang sama dilakukan oleh Pemerintah dan LSM untuk mengurangi pemanfaatan plastik dalam berbagai bentuk di tengah masyarakat Indonesia. Cukup berdampak kampanye tersebut, beberapa Mall, Swalayan, Supermarket termasuk berbagai Retail tidak lagi memakai plastik sebagai bungkusan belanja konsumen. Sayang hanya pada titik itu (pemakaian tas blanja). Sementara penggunaan plastik sebagai kemasan, air minum, bungkus roti, makanan ringan, termasuk tiruan pohon pinus, justru marak dan tak terbentung. Setali tiga uang, kantor-kantor pemerintah, swasta, lembaga pendidikan, masih memanfaatkan plastik dalam berbagai bentuk kemasan kerja.
Ach ini hanya suatu serpihan dari jutaan fragmen kebudayaan.
Foto : Kompas.com
Natal, sebuah Ibadah Syukur atau Pesta dan Perayaan?
Saat ini umat Kristen di seluruh dunia sedang mempersiapkan diri merayakan Natal. Dimana-mana, di Mall, Mini Market, Big Mall atau Super Mall, Perempatan jalan, berlomba-lomba memasang pohon natal dengan lampu kerlap kerlip, atau memasang tulisan 'Merry Christmas...pokoknya rame dan riuh.
Gereja-gereja tak mau kalah, ruang-ruang, sudut-sudut semua di hias dengan aneka pernik-pernik natal. Seolah-olah dengan hiasan seperti itu merupakan gambaran 'spiritual' yang bagus, baik dan agak aneh bahwa Hiasan-hiasan itu kemudian menjadi symbol-symbol yang secara tidak sengaja di abadikan.
Perhatikan Pohon terang? Bagaimana memaknainya secara theologis? Atau secara alkitabiah? lampu-lampu yang berkerlap-kerlip itu? (dulu masa saya kecil pohon natal/pohon terang dibuat dari batang pisang yang di tancapi reranting pinus, kemudian pada ranting-ranting itu di ikat potongan bambu sebagai obor atau tempat lilin yang kemudian nanti di nyalakan sambil melantunkan 'Malam Kudus'). Bagaimana semua itu menjadi bagian dari perayaan Natal? Untuk saat ini lebih rame lagi, suda aneka hiasan di gantung di Pohon natal itu.
Padahal, kalau kita telusuri kronologi kelahiran Yesus Kristus di kota kecil (saya lebih suka menyebutkan desa betlehem), kita akan terheran-heran melihat kenyataan yang sekarang ini di lakukan oleh banyak umat Kristen ketika merayakan natal (tentu saja bagi anda yang gemar berefleksi, maaf).
Beberapa kali di Jemaat yang saya lewati (saya layani dimana saya di tugaskan) tiap desember, saya menantang dalam bentuk ajakan disertai penjelasan soal latar belakang kelahiran Yesus Kristus. Untuk merayakan natal sederhana (tanpa pohon terang, tiada kerlap-kerlip lampu, tanpa hiasan disana-sini (baik di gereja pun rumah masing-masing) cukup membuat kandang sederhana) dan meminta warga jemaat untuk meniru Para Majusi memberi persembahan (selalu saya sarankan, baju baru sesuai dengan jumlah anggota keluarga; nanti baju-baju itu akan di bagi kepada orang yang senasib dengan para gembala di Efrata. Panitia saya arahkan untuk mencari dana dan semua untuk diakonia. Tetapi saya gagal total, hahahahahahhaha.....
kembali pada aneka hiasan dan pernak-pernik Natal. Bagaimana para sahabat dan Handaitaulan melihat keberadaan hal-hal yang saya sebut di atas?
Dalam khayalan saya, seandainya Kristus diam-diam (seperti CIA, misalnya) datang melihat-lihat Perayaan Natal dari gereja ke gereja yang ada di dunia ini, Ia pasti akan mengernyitkan alis atau bahkan Ia tak lagi mengenali peringatan kelahiranNya yang kini sudah berubah menjadi sebuah pesta perayaan dengan : aneka paduan suara, vokal group, solois, duet,Trio dan tari-tarian disertai kostum/seragam yang juga pasti mahal diatas panggung yang juga megah. Apa kira-kira komentar Yesus kristus ya?
Lalu bagaimana dengan Panitia? Wah yang ini juga pasti seru, karena di sana ada nilai prestisius para panitia plus bumbu salah kira, salah sangka, salah pikir dan nanti ada buntut saling tidak menyapa kemudian saling bercerita keburukan orang lain. Padahal, menurut saya Panitia-panitia natal yang di bentuk adalah pelayanan dan para fungsionaris panitia adalah pelayan di perayaan natal, betul nggak?
Diakonia? Saya belum pernah mendapati sebuah kegiatan Kepanitiaan Natal, diakonianya 50% anggaran, paling banter 10 -20 %. Aneh, bahwa peringatan kelahiran Yesus Kristus yang sederhana di sebuah kandang itu, justru di hindari oleh banyak gereja untuk bernatalan dengan sederhana (akhir-akhir ini bunyi Sederhana/bersahaja populer dengan kosa KEUGAHARIAN). Entah mengapa gereja-gereja seolah menjauh dari Kesederhanaan atau Kesahajaan, mungkin karena kita di ajar oleh pendahulu, yang nota bene mendapat warisan dari Kaum Proletar dan kaum berjois Belanda dan warisan itu juga kita terima seperti sekarang ini.
Di rumah saya tidak mau pasang pohon natal, tetapi anak gadisku bilang, akan banyak teman-teman sekolahnya berkunjung saat natal nanti. achh...mungkin ini salah satu point yang keliru dari perayaan - perayaan natal di gereja-gereja, yaitu pamer. Dan Pamer itu berharga tinggi, prestisius dan kebanggaan. Apakah memang begitu, bahwa perayaan natal di gereja mana saja, di persekutuan daerah, atau klan, atau suku atau kantor arahnya kesana? Seperti sikap anak gadis saya yang baru SMP kelas III itu?
Entalah, yang jelas Gereja di utus ke dunia ini melayani dengan kasih, kelembutan dan penuh damai.
(Medio Desember 2022)
Foto : Refleksi Natal 2022
Fragment kecil tentang : Natal.
Dalam tradisi umat Kristen Merayakan Natal adalah Mengenang kembali Kelahiran Kristus dalam sebuah Kandang Domba di Betlehem.
Suatu peristiwa kelahiran yang tidak pernah dibayangkan oleh banyak orang termasuk Maria dan Yusup. Bukankah setiap orang tua dan tiap suami menginginkan agar istri melahirkan di tempat yang layak dan terhormat. Demikian juga Maria, Ia pasti tak ingin bayi yang dikandungnya lahir dalam sebuah kandang. Ia ingin anaknya lahir ditempat layak sebagaimana umumnya perempuan melahirkan.
Tapi malam itu, tak ada tempat, semua penginapan bahkan rumah-rumah kerabatpun penuh sesak oleh kaum perantau yang datang memenuhi panggilan Kaisar Agustus untuk mendaftar kembali sebagai warga Kekaisaran di masing-masing kota asal. Itulah sebabnya, Maria dan Yusup malam itu tak mendapat tempat menginap yang layak.
Untung bahwa ada sebuah kandang domba yang sudah lama tak terpakai bisa dijadikan tempat menginap sekaligus untuk melahirkan anak sulung Mereka.
Aneh bahwa di masa sekarang tak banyak umat Kristen menengok peristiwa itu sebagai cara untuk mengenang kelahiran yang unik dan memprihatinkan itu. Tidak heran jika perayaan natal di masa sekarang, jauh dari kisah unik dan memprihatinkan itu.
Natal adalah pesta! Demikian benak sebagian besar umat Kristen. Jadi karena Natal adalah Pesta, maka harus meriah, ada makanan dan kue-kue, hadiah dan berbagai hiasan. Jauh dari mengenang dan merenung atas cara kelahiran yang memprihatinkan itu. Atau mungkin banyak orang tak ingin masuk 'areal' itu karena sangat sederhana dan cenderung menyedihkan?
Selamat menyongsong Natal 25 Desember 2022.