24/02/23

Pikiran dan perubahan

Pemikiran hari ini tentang Perubahan


Dalam suatu diskusi kecil di pondok sederhana saya kemaren malam, seorang teman bilang begini : Romo, Tehnologi mengubah norma (nilai) relasi antar manusia pada ruang di mana semuanya terkoneksi secara bersamaan. Dan itu berarti makna hidup tak seperti sebelumnya. Apakah ini tidak menggelisahkan Romo sebagai rohaniawan (padahal saya lebih suka di sebut sok pemerhati kebudayaan hehehehhehe..)
Tesis berupa pertanyaan itu, membuat saya berfikir keras (padahal sekeras apa pun saya berfikir toh dunia sedang bareng-bareng nyemplung kesana) termasuk beberapa rekan yang hadir.
Pagi ini sesudah melahap Getuk Lindri yang di sajikan si buah hatiku lalu membuka resume diskusi kemaren. Saya gelisah membaca beberapa kesimpulan itu, dan saya juga ingin membuat anda turut merasakan kegelisahan itu. Ini kesimpulan pertama :
- Relasi (norma-nilai) tradisionil menjadi usang tetapi pada sisi yang lain semakin kuat.
Dari kesimpulan pertama di atas, saya berandai-andai betapa runyamnya bila, relasi antar manusia, tentu juga antar anggota keluarga. Bukan lagi runtut pada nilai atau norma tradisional itu. Hubungan antar sesama berlaku karena kebutuhan (keperluan), bukan lagi karena seseorang itu, patut mendapat kehormatan, patut di sapa - di tegur, atau karena relasi kekeluargaan, relasi se-RT, relasi sekampung, relasi sedaerah, relasi seAgama (seIman) dan relasi-relasi yang merupakan tradisi keIndonesiaan.
Menurut anda apa yang akan terjadi dalam konteks seperti ini? Sepi atau sunyi bukan? sebagai contoh kecil, misalnya : perhatikan komunikasi antar individu di sekitar anda. Relasi anak dan orang tua, kakak dan adek? Adakah kemesraan di sana? Antar Guru dan murid, pemimpin dan staf, antar warga kampung, dst. Bahkan ajaran-ajaran Agama yang selama ini jadi norma atau nilai bersama, mulai di kurung di ruang tertentu sampai pada gugatan pada pengajaran Agama. Baik atas nama Tuhan itu sendiri pun atas nama keadilan, transparansi, kemanusia dan tentu saja yang paling mudah atas nama HAM (dalam perspektif ini, mucul istilah LGBT yang kontroversial itu, dst).
Itu pada halaman depan, bagaimana di halaman belakang?
Sebaliknya dapat terjadi penguatan norma atau nilai, yang ujung-ujungnya jadi sekterian, eksklusif tanpa ada pintu terbuka. Pada dinding ini, relasi dan komunikasi hanya akan terjadi antara anggota, di luar itu di anggap pelanggaran dengan konsekwensinya. Nilai yang berlaku biasanya atas dasar pemikiran seseorang yang ditahbiskan jadi kultus komunitas itu. Yang ini, bisa karena dasar agama, norma atau nilai ekonomi, tradisi, dst.
Kesimpulan berikut :
- Relasional manusia bukan lagi pada kemanusian, tetapi pada kebutuhan dan tujuan yang sama, akibat dari itu akan berkembang Komunitas-komunitas dalam bentuk lintas : Negara, Agama, Bahasa, Suku dan status sosial.
Pada bagian ini, pikiran saya melayang pada temuan dan penemuan sebagai akibat progresifitas Ilmu dan Tehnologi. Tulisan yang beberapa menit lalu ini, sekarang sedang anda baca dan menyatu dalam pikiran saya, tak soal anda menolak atau justru ingin menajamkan pemikiran di dalamnya, bukankah ini oleh karena Ilmu dan tehnologi yang melaju lebih cepat dari beberapa bagian di dunia ini?.
Sejak masa meletusnya gerakan renaissance di perancis di ikuti revolusi Industri Inggris pada rentang waktu Abad 14 sampai akhir abad 18 lalu, terjadi sebaran demografi di semua Benua, akibat urban antar penduduk dunia.
catatan saya soal ini : Penyebaran peduduk ini tidak di ikuti oleh penyebaran kesejahteraan dan Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi. Contoh kongkrit : anda dan saya saat ini hanya sebagai konsumen (pemakai) perkembangan itu mungkin juga anda termasuk yang menerima sebaran kesejahteraan itu.
Buah Pengetahuan dan tehnologi yang sangat mengubah tampilan dunia ialah Tehnologi Komunikasi, yang tidak hanya memberi kemudahan pemakainya, tetapi juga ikut andil mencipta budaya baru dalam sejarah manusia. Neil Postman berpendapat dalam bukunya : Technopoly : Barang baru melahirkan kata baru dan kata baru mengubah makna hidup tidak lagi seperti yang sebelumnya. Kota kata seperti : Gawai, Hape, Daring, Surel, Selfie, Digital, dst. Adalah beberapa kosa kata dari ribuan yang mau tidak mau jadi bagian hidup manusia, kalau tidak, anak-anak muda secara satir mengolok dengan ucapan : Hareeee geneeeeee.........
Perwujudan nyata dari Kesimpulan yang kedua ini terlihat pada ISIS yang secara transnasional menarik banyak orang untuk bergabung atau KKK (Kluk kluks Klan) di USA yang eksistensi keberadaanya dari abad 18 sampai sekarang dan menyebar kebeberapa negara di Eropa, atau Romanisti, yaitu para penggemar atau Seporter Klub Roma, yang ada hampir diseluruh negara, para suporter ini merasa saling memilki meski mereka tidak pernah bertemu langsung. Demikian juga dalam berkesenian, seperti pecinta seni puisi tradisionil Jepang, Haiku misalnya. Jazz Club atau Rolling Stone organitation, dua kelompok Genre musik diantara ratusan club-club musik di seantaro dunia. Atau Lion Club, organisasi sosial yang tak mampu di batasi hanya oleh ke warganegaraan. Dan masih banyak lagi lainnya.
Bukankah beberapa organisasi tersebut di atas merupakan gerakan lintas benua?
Atas semua itu, saya mau bilang :
1. Bersediakan atau Mampukah kita mendefinisikan ulang Kebudayaan Indonesia? Pertanyaan ini untuk para Budayawan
2. Bersediakan atau mampukah kita menafsirkan kembali Ajaran Agama? Pertanyaan ini untuk para Teolog dan Rohaniawan. --------------------------------------------

Stadion Citarum.

Dalam kegelisah malam, menghantui
Aku menitih lorong-lorong citarum
Sekedar berharap menemuimu
Menyapamu
mencandaimu
Tapi yang kudapat selalu sama
Senyum gurai urai
Menawar
Bukan saja di citarum
Poncol
Tapi nyata sudut-sudutmu
Wahai asem arang
tetap saja
Ya Robb
Ya banjir
Ya nyamuk.
Inilah hantu, hantu kotaku.
(Semarang, 24 Februari 2012)
Ket. gambar : Aku dan Masyarakat adat Mentawai'12


RWM.BOONG BETHONY

23/02/23

Rumah

Rumah

Hembus hujan seperti dulu, dingin menusuk
Tapi hanya itu pilihan bukan?
Gemintang kau harap sejak sore tak juga disana pun rembulan
Nikmat dingin di sudut ranjang
Rasa mengalir
Menjalar
Menitip tubuh di sudut malam
Ini malam tak ada pilihan
Datanglah kasih, walau hanya kenangan dan harap
Tentang hangat
Tentang rasa
Tentang pergulatan tak henti
Malam ini hujan menghembus, menusuk sudut ranjang
Berselimut rindu sendiri
Tak ada kehangatan selain air mata
Rasa mengalir
Menjalar
Menitip raga di sudut kamar
Tak ada pilihan bukan?
Kemarilah kasih, meski hanya kenangan dan harapan
Tentang bara
Tentang hati
Tentang bara hati
Tak adakah pintu lain dari rumah itu? (bila hati bertautan maka sesaklah dadamu)
(Jakarta, 23 February 2018) ----------------------------------------

Damai tubuh

Duhai tubuh...lantaran apa?
Entahlah
Pagi ini engkau enggan ku ajak kemana-mana...
Duhai tubuh marilah berdamai.
Lihatlah mentari cerah
Bunga-bunga berkembang
Ayolah
Sejuk angin sepoi-sepoi
Kita nikmati
Duhai tubuh bersemangat lah
Jangan biarkan pembaringan menina-bobokan
Jangan biarkan bantal melenakan
Dan jangan pedulikan guling memelukmu
Duhai tubuh
Tak dapatkan kita berdamai kali ini?
(Kamar kusut sendiri) ------------------------------

Korupsi.

Dalam konsep Kristiani, Keadilan adalah hakekat Allah.
Sebab itu kepada umat Kristiani selalu diserukan agar berbuat adil pada siapa dan sesiapa, apa.
Hal itu terbukti dengan nasehat, kasihilah sesamamu manusia. Bahkan diajarkan untuk mengasihi orang yang membencimu, yang memusuhimu dengan mengampuninya.
Berikan pada kaisar hak kaisar dan pada Allah hak Allah! Ini adalah konsep keadilan bernegara dan berbangsa. Maksudnya, mengampuni, mengasihi memiliki kesetaraan dalam hukum positif. Sebagai orang beriman hak mengampuni sejalan dengan hak pemerintah menjalankan hukum positif. Itu keadilan yang mestinya terbangun dalam kehidupan umat Kristiani.
Lalu bagaimana dengan korupsi? Korupsi adalah kelakuan yang melawan keadilan. Karena kosupsi merugikan kehidupan orang banyak dan juga merugikan pelaku korupsi.
Sebab itu, sudah sewajarnya kehidupan umat Kristiani menjadikan Korupsi sebagai musuh kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebab korupsi merusak keadilan yang dibangun Allah. Merusak keadilan berarti menjadi musuh Allah.
Bukankah keadilan merupakan kekudusan Allah?.
Karena itu Keadilan ialah kebudayaan tertinggi manusia.
Selamat menjalani hidup tanpa korupsi dalam bentuk apapun.
Salam dan doa Rahayu.
Ket.Gambar : GUnung Geulies 2022







RWM.BOONG BETHONY

22/02/23

PARANOIA

MAHKLUK PARANOIA

I.
Disrupsi Taman Ismail Marzuki ialah ide Revitalisasi Kaum PARANOIA.
Ia mengerahkan mesin-mesin penggilas zaman
Ia mengebiri kreator
Ia memusnahkan embrio
Ia panggil kurcaci-kurcaci negeri Nirsejarah dan mengutus Pesohor-pesohor disorientasi dan nalar cupet.
Di benak mereka hanya keuntungan tak peduli apa dan siapa
Di matanya, tari perut dan goyang pinggul silih ganti
Ini mau kami kau bisa apa? Teriak mahkluk-mahkluk Paranoia dari singgasana rampasan
Ini sejarah kami! Kisah kami! Cerita kami! Kau bisa apa? Lantang mahkluk-mahkluk kurcaci berorasi diselengi kilatan lampu.
Untukmu, telinga kami budeg.
Padamu, kami buta
Kalian hanya parasit, beban negara! Hardik si perampok tahta
Kami mau itu mau ini, hak kami, milik kami, punya kami!
Aku ciptakan sejarah, aku menulis kisah, aku pelaku sejarah catat itu! Seru si pongah cupet sambil menunjuk-nunjuk.
Berteriaklah!
Beorasilah!
Buatlah panggung-panggung di trotoar, di pinggir jalan, aku butuh hiburan. Ejek si Paranoia.
Menangislah bahkan mengaduh hingga kelangit, tantangnya sekali lagi.
Tak ada urusan denganmu.
II.
Maka trotoar jadi panggung dan angin membawa kisah kemana saja. Tak ada yang sembunyi dari angin, nafas busukmu pun akan diceritakan.
Rumah tetaplah rumah dengan fungsi rumah. Ketika fungsi itu diubah maka penghuni berontak, meradang, tak peduli kau budeg atau buta.
Mana mungkin rumah jadi hotel?
Tak ada manager rumah terlebih general manager!
Rumah tak butuh itu, paham kau!?
Sudah budeg, buta, parno pula pikiran kau!
Dasar oportunis.
---------------------------------------

Negeri di mana aku lahir, besar dan kelak akan mati.

Beberapa hari lalu saya singgah makan di sebuah Restoran dekat Pasar Baru Jakarta Pusat.
Sebelum makan saya berdoa terlebih dahulu. Selesai berdoa, beberapa orang di meja sebelah kemudian berbisik-bisik agak gaduh sambil beberapa diantaranya melirik saya.
Karena sedikit mengganggu pendengaran, saya lalu menengok kemeja itu sambil mengangguk.
Bisikan pelan, tapi berulang-ulang dan jelas terdengar ditelingaku.
Kafir...kafir!
Aku hanya tersenyum, lalu melanjutkan makan.
Tak lama kemudian orang-orang disebelah (di meja itu), keluar restoran sambil melingkari meja disebelah lagi. Agaknya mereka tidak mau lewat pas disamping atau belakang atau juga pas depan saya.
Saya hanya diam dan menikmati makan siang itu dengan lahap, sambil melirik kepergian mereka.
Agak aneh bahwa ada orang yang bersikap seperti itu di tempat umum bahkan tak segan-segan mengeluarkan suatu pernyataan yang jelas-jelas menghina, meskipun hanya berbisik tetapi dengan sengaja diperdengarkan.
Aneh bahwa seolah-olah orang lain tidak memiliki agama, tidak beriman pada Tuhan Yang Maha Esa, bahwa orang yang tidak seagama dengan mereka sama sekali tak memiliki harga.
Sungguh aneh.
Bukankah dalam pengertian yang berbeda ini juga termasuk dalam 'Menistakan' kepercayaan atau agama orang lain?'
Bukankah ini juga penghinaan terhadap kehidupan orang lain yang sesungguhnya sesama manusia?
Ach...negeriku akhir-akhir ini mengalami banyak perubahan.
Semoga tidak ada lagi yang mengalami perlakuan yang sama seperti saya alami beberapa hari lalu di restoran itu.
Hanya merasa aneh saja.
Jakarta, 20 February 2017.
----------------------------------------------

Sajak tentang Senjakala budaya

Gerah lihatmu bak gerai pajang engkau ini toples toples berhias merah jingga tak serupamu 3 windu lalu.
Manjamu jamu jamur serengai seperti kulum hakim waktu waktu hakim tak ada bening bola mata apalagi benaning di cahya.
Gelakmu geletarmu geloramu galaumu ialah sejarah yang harus di mengerti dan jadi ujian soal soal tak soal apa hasilnya.
Cantikmu tirusmu wangimu tungaumu adalah berbab bab kisah kasih anak negeri antara abangan dan santri, priyayi dan kawula persis ode abunawas atau si robinhood
Lara berjumpa jumpa, sakit bertemu temu, perih bersua sua dalam gending patalon iring punakawan memeluk merah putih.
Dan koor serentak riuh anak perdikan di mall mall tanpa makna tanpa kosa kata jadi bahan tertawaan, hareee geneeee.....
Menjadi tak seperti sebelumnya teriak senjakala budaya
Dan budayawan pun mati di antara lumbung lumbung tradisi persegi, seolah bulat atau lonjong menjadi garis haram.
Alkisah dialog raja Thamus dan dewa Theuth yang tak pernah usai karena perubahan adalah penemuan terbesar manusia. Tak penting dari mana asalnya.
(aku sedang mabuk ketika menulismu, seperti reranting kerontang merindu gelagak pohon-pohon induk atau bebusuk daun berdaki daki. Lalu kau panggil si penyapu debu terbangkan debu)
Geletar menyatu ion-ion alkohol saat sel-sel bergelora di banjiri anggur hitam. matamu menyalak bibirmu nyalang tak pasti mana mulut, mana mata dan mana dubur.
(dan ketika aku sadar dari mabukku, makna kosa kata mengubah hidupku)
Samarinda, 22 February 2016, selamat menikmati Lontong Cap Gomek.
-------------------------------------------

AKU, KAU

Gerah lihatmu itu.
Bak gerai pajang
Pedih dapatmu ini
Toples siapa
Temumu tak serupa 3 windu lalu.
Manjamu jamur
Tawamu serengai
Beningmu kelam
Gelakmu geletar
Geloramu galau
Cantikmu tirus
Wangimu tungau
Lara jumpaku
Meski gitu
Jalan dua
Tutup lemahku
Hapus dahagaku
Bangkit lakiku
Singkir busukku
Sua ini
Buatmu
Buatku
Manusia.
Mana
Siapa
Saja
(RWM, bangka - belitung, 18 februar'014)
--------------------------------------------
Ket.Gam : FSP #SaveTIM - Jakarta 2019





RWM.BOONG BETHONY

21/02/23

Gembira

Sajak tentang kegembiraan.


Bawa saja kabar gembira pada siapa saja sobat. Begitu aku jawab seorang bpk yang datang bertanya begini : Romo. bagaimana menghadapi hidup yang sulit seperti sekarang ini?
Bagaimana caranya? Cecar bpk itu lebih lanjut.
Sederhana sobat, jangan biarkan dirimu dipermaimkan rasa marah, iri dan benci.
Hanya itu romo?
yahhh...itu saja. Dan jangan lupa bergembirah sebab Tuhan itu menggembirakan! tandasku.
Wahh...itu yang sulit romo! potongnya cepat. Terutama amarah. sambungnya.
Lha kalau sobat belum mencoba sudah bilang sulit, maka pikiranmu akan membuatnya sungguh sulit.
Maksud romo?
Begini sobat, Pikiran itu selalu mengajak kita mencari keuntungan dam keuntungan. Pikiran tidak pernah rela mengalah apalagi rugi. Karena itu pikiran selalu mengajak mencari untung, termasuk soal marah. Bukankah marah itu akibat karena kita dirugikan? baik karena materi pun imaterial?
Contohnya romo?
Misalnya, sobat bicara lalu tidak dihiraukan lawan bicara. Akan timbul pikiran disepelekan, dipandang enteng dst. Atau membantu seseorang tapi yang bersangkutan tak berterimakasih, pikiran kita kemudian menganggap orang itu kurang ajar, tak tahu diri dst. Hal-hal kecil dan sederhana seperti itu serimg membuat marah bukan?
Iya romo.
Itu hal sederhana sobat. Kalau dunia ini selalu marah karena hal kecil dan sesederhana seperti itu apa akibatnya pada yang lebih dari itu?
Iya romo.
Bukankah lebih indah menjaga hati agar tetap bergembira?
Iya romo.
Nach cobalah sobat.
-----------------------------
Ket : Nagra, aku dan Remy di Balai Budaya Jakarta, January2023



RWM.BOONG BETHONY

20/02/23

Jakarta dan Haiku

Jakarta VI

Tak ada waktu lowong, roda besi menggelinding mengejar penawar dari jendela bertingkat hingga di balik layar. Tak ada suara sayup, ribut antara putaran pembeli dan pedagang. Bahkan secangkir kopi pun tak sempat dingin apalagi sungai yang kehilangan hening, mau cari apa? Tak jelas antara bangkai dan mayat, tak kentara patung dan manusia. Semua bernilai di saat jatuh semurahnya.
Jalan tak pernah sepi, mall dan supermarket punya cerita, bandar tak sunyi, sandal dan sepatu hilir mudik
topeng - topeng datang pergi pergi datang. Kain dan plastik bahkan ransel berlomba pulang dan berangkat, tak ada perhentian selain perjalanan.
Kotak tembok melalar kesamping, kebawah, keatas dan memanjang entah bila kan henti.
Di Jakarta semua kisah ialah cerita dan seluruh cerita adalah kisah, tentang kardus, tentang salon, tentang senayan, tentang istora, tentang istana, tentang sungai jadi selokan dan selokan berubah sungai, tentang kaum puritan melawan demonstran, tentang ketunggalan menantang kebhinekaan, tentang kaum beriman berhadapan mereka yang kafir, tentang kelompok feodal versus pro demokrasi, tentang melawan Tuhan.
Tapi roda besi terus menggelinding, menggilas yang lengah, menggiling yang lalai, persis seperti yang kau katakan beberapa tahun lalu. "kalau nuranimu kuat jangan kejakarta" itu nasehatmu bukan?
Jangan jadi apa-apa jika tak berani seperti si rajatega
Jangan, sebab di sini, di jakarta, semua bisa jadi siapa dan siapa jadi bisa tak perduli nafasmu anyir atau bau bangkai, tak perduli tubuhmu membusuk pelahan
tak perduli otakmu tak waras
tak perduli kau gadai jiwamu
tak perduli kau percaya kuasa Tuhan
tak perduli kau penjaja tubuh
tap persuli kau guy
tak perduli kau waria
tak perduli kau bisek
tak perduli kau siapa
asal pintar bersandiwara
asal cerdik berpura - pura
asal pandai bermain
Dan roda besi akan terus menggelinding, berputar - putar, bermain hidup yang tak bernyali.
(Pasar Minggu, medio Feb'019) ------------------------------------------------

Rumah Rawat

Lorong dan pintu-pintu
Dingin
Sejuk pun tak
Dingin
Bukan pilihan
Ya
Bukan
Lorong dan jendela-jendela
Tangis juga harapan
Sejuk pun tidak
Dingin
Bukan pilihan
Ya
Bukan.
Roda dan kereta
Ranjang pun keranda
Sejuk pun tidak
Dingin
Bukan pilihan
Ya
Bukan
(Cilandak'18)
----------------------------------------

Beberapa haiku

1.
Dikeremangan
Perempuan bersolek
Menghias bintang 2.
Kota Jakarta
Tembok pongah beroda
Menggilas waktu 3.
Sudut waringin
Hujan menyebar haiku
Riang gembira 4.
Di atas langit
Angin senja yang sepoi
Rendevouz hati ------------------------------

Duka.

ialah kelahiran dan kematian
ialah kehidupan
bukan kematian
tidak pula kelahiran
menangislah kekasih saat menjalani hidupmu
tangisi kegagalan mencintai
tangisi ketika kehilanagan kasih, kehilangan sayang
bukan! bukan kematain yang harus menetes air mata
bukan! bukan kelahiran air matamu
bukan! bukan pernikahan kau menangis
tapi hidup! hidupmu
sungguh! sungguh perih saat kau kehilangan cinta di hati, di rasa, di jiwa, di pikir
sungguh! sungguh menyakiti ketika kehilangan kasih sayang
sungguh! sungguh saat itu butuh air mata
duhai kekasih, kekasihku
kematian tidak menyakitimu
kehidupan yang menyayatmu
kehidupan yang mengirismu
duhai kekasih, kekasihku
raihlah cintamu
gapai kasihmu
peluk sayangmu
penuhi hidupmu
karena itu yang kau bawa pergi
inilah kata mesra pengharapan
selain itu tak
duhai kekasih, kekasihku
Kekasih nun Abadi.
(catatan kecil dari ceceran ilmu, kupunguti) ---------------------------------
Ket Foto : TollJor suatu sore. 2019.



RWM.BOONG BETHONY

17/02/23

Malam-malam Sunyi

Malam-malam sunyi.

Lampu lampu kehilangan cahaya meski menyala
Jalan, selasar, panggung, sepi.
Tak ada suara tawa, tiada perbantahan mutual, bahkan coretan perupa menghilang hanya sesekali terdengar puisi mengalun terbawa angin
Rumah yang dulu riuh, rame dan kreatif jadi kubur, hanya puing-puing tinggal bata-bata berserakan
Gelas, piring, garpu dan sendok tak lagi beradu, gerobak - gerobak beraroma sate, nasi goreng, cilok dan gorengan mengungsi entah kemana.
Duh kekasih, malang nian engkau
Bercumbu mesin penggilas sejarah pemamah narasi - narasi pengulum naratif panggung
Aduh sungguh buruk perjalananmu kekasih gagah tegak tak nampak kecantikan luntur terburai hanyut terbawa arus revitalisasi
teringat Umar Kayam ketika menulis Kunang-kunang di Manhattan tapi engkau lebih sunyi dari itu, bukan sunyi di keramaian tapi engkau sunyi itu.
Dan sesunyi itu berarti mati
Aku tak mau mengirim krans kembang terlebih keranda sebab berarti aku pun mati
Mau aku menumpuk bata-bata berserakan dan menyusun puing yang terserak lalu sekali lagi meminta agar mesin-mesin penggilas zaman itu meruntuhkan tumpukan dan susunan tersisa
Agar semua tahu, sunyi adalah kehidupan
Di sini engkau kekasih di hati, di otak, di kaki, di tangan. Di situ Taman kami ada selamanya.
(TIM February 2020)
------------------------------
Sahabat ialah sajak 1 (satu)

Rinrin Candraresmi....dimana engkau?
Menari?
Membaca puisi?
Ach bukan salah satunya, karena engkau keduanya.
Maka berhamburan puisi dari lentik jemarimu
Dan terbawa angin hingga pucuk-pucuk dedaunan
Sebab itu, semua jadi sajak di tanganmu, di pikirmu, di gerakmu.
Panggung-panggung adalah rumahmu.

(Rin, kalau kamu baca sajak ini, kirimlah sekeranjang Jengki dari bandung)  
                    Foto : Aku dan Rinrin, Agustus 2016





RWM.BOONG BETHONY

13/02/23

A falling leaf.

A falling leaf.

You came at the end of January, greeting, stroking, soft and cool. But at that moment you left. Leaves.. leaves falling to meet her lover. There was no welcome greeting or goodbye.
At the beginning of February, you send rain to marry a branch with fallen leaves so that the lover keeps giving birth to the green shoots.
And when the flowers bloom at the end of February, you pick a sprig of flowers, you tie it up and then you place it on a wet pile, your tears fall.
But regret and tears don't mean anything anymore.
Just like a withered flower on your lap. (Jakarta 2019) ..................................................

The story of the lake "Banyu Biru"

The fallen leaves floated down into the water in a circle, swaying, breaking and twisting the tree and then silence. The wind blows pushing into the middle of the lake small ripples grow on the banks. Here, at the edge of the lake at the head of the headland, once a girl floated and fell, making clear water swirling, rippling, breaking the silence of the lake on the shore, ending her love story in lonely silence. (Blitar 2019)

-----------------------

Tears are dripping down the leaves.

When the Sun divides the light in the east window opens then the dew drops drop by drop. Cold, dusty warm bed was silent at the end of the room A cold wind broke through the frozen window in a silent room, remembering you said, I fused with you and there was no me and you anymore. Only love, only us. But that was then, long before you left the bed so dusty. The window that you normally open every morning, is now fragile and weathered. Tightly closed and silent, as quiet as the heart that covers you.
Sorry is meaningless.
Tears lose their meaning.
Fell frozen one after another.
(Pennsylvania, medio February 1996)
---------------------------------------

Pada Mula.

Kosong, Roh yang melayang layang
Tak ada perhinggapan
Hanya cakrawala tanpa bayangan
Lalu air
Kemudian daratan
Pada akhirnya aku dan kamu
Roh yang melayang layang
Hinggap
Berpagutan
Berpelukan
Bermesraan
Lahirlah daging
Rupa
Wajah
Kemudian seraut
Tak ada abadi dibawah mentari
Tiada yang kekal!
Dagingmu
Tubuhmu
Tulangmu
Darahmu
Tak pernah ada
Sungguh-sungguh ada
Benar-benar ada
Tapi Roh
Jiwa
Hati
Ialah cinta kekal
Cinta abadi
Tak dapatkah itu kita bangun bersama?
Kita jalani bersama?
Karena hanya itu yang abadi
Sebab itu yang kekal.
Masih kau tanya, cintamu?
Masih kau ragu cintaku?
(Pantai Anyer 2018 diambang petang) ---------------------------------

Tentang pagiku


Tak ada embun terlebih cericit beburung dan kokok ayam hanya alaram dan dengungan Ac menyusup di antara plastik warna warni entah siapa memulai. Semua persegi tanpa tegur ramah hidup tak sama dulu ketika jengkerik mengantar mimpi dan kekalong menari nari dikenari. Mentari pucat menerpa persegi tak pernah menyentuh bumi jegal menjegal potong memotong tak beranting terlebih berdaun.
Pagiku tak pernah menyenangkan selain buru memburu di antara kenalpot dan roda roda besi. Mata nyalang memerah jam tidur berlalu mengukir wajah kusut tak ekspresi tak merasa tak menikmati semati pagi pagiku di metropolitan
(Jakarta Februari 2016)
--------------------------------

Sunyi kata.

Dunia sunyi para petapa memekuri silangsengketa riuh mayapada
Dunia senyap ki pujangga menekuni nilai - nilai buana
Dunia sepi ruang begawan menjaga harmoni hidup sederhana, kelembutan tatap kepolosan, tuturan rupa tapi awas jangan coba kata-kata bukan bunyi
bunyi tidak kata-kata (Samarinda Januari 2016) -------------------------------

Ialah.


Dunia sunyi
para petapa
memekuri silangsengketa riuh mayapada
Dunia senyap
ki pujangga
menekuni nilai - nilai buana
Dunia sepi
ruang begawan
menjaga harmoni hidup
sederhana, kelembutan tatap
kepolosan, tuturan rupa
tapi awas
jangan coba
kata-kata bukan bunyi
bunyi tidak kata-kata
(Jatimulyo, Medio February 2014) ---------------------------------

Kahlil Gibran sang pecinta.

Suatu kali kau pinta untuk menyusuri lorong-lorong kecil diantara bukit - bukit Padas diantara jajaran kayu aras Lebanon.
Angin sepoi-sepoi basa berhembus membawa aroma laut kering jadi embun dipucuk Aras menjuntai biru langit.
Bunga padang - padang di tangan gembala kecil berguguran, angin, kering dan lakmus.
Seperti kerikan gandum yang tak bersuara dan buli-buli pemerahan yang kini kosong, berdebu
Domba dan lembu kurus mengiring gembala yang tertatih
Kemana rumput hijau?
Kemana bunga-bunga Padang bebukitan?
Kemana angin basah dari laut mati?
Kau hanya membisu menyapa bukit-bukit kering
Kau terdiam menatap kering reranting kayu aras
Lebanon oh Lebanon Cinta yang tak pernah padam
Meski kayu-kayu aras mengering sampai ke akar
Walau bukit-bukit mengeras menguras mata air
Tatkala air mata jadi harga mati
Lebanon oh lebanon.
Kahlil Gibran yang dulu mencintaimu dan membawa cintanya sampai ke liang, pun tak mampu menghalau panas cintamu
Didih cintaku
Di tepian laut mati kau berdiri tapi tak sendiri
Matilah waktu kemaren
Dukalah masa lalu.
Foto : Myself February 2016




RWM.BOONG BETHONY

10/02/23

Cerita jelang Paskah 2023

Terkoyak.

Di kapel tua yang kini hanya membayang di benak, teringat padri tua pernah pidato. Dia bilang, dosa ialah jubah jubah yang selalu di pakai dan perkataan perkataan yang terucapkan. Ingat itu! Sementara ketelanjangan dan kepolosan ialah kesucian yang selalu sembunyi di balik jubah dan perkataan surgamu. Maka engkau butuh persinggahan untuk menaruh semua itu. Rumah di mana surga hanya cerita yang tak pernah mengoyak jiwa kecuali utak atik otak. Maka jubah jubah itu kerap berubah, kata kata selalu baru dan rumah rumah persinggahan berjejer berlomba berkisah tentang surga, surga di mana hati terasa asing persis seperti mimbar mimbar raksasa menjulur julur meninggi ninggi semakin menjauhi siapa apa.
Ach, kisah semakin melalar, jubah jubah hanya pakaian yang mudah robek dan lapuk
Ach cerita kian molor, ucapan ucapan tak lebih dari perkataan gampang terbawa bayu dan berlalu
Ingat selalu, kata padri tua sambil melepas jubah telanjang bulat tubuhnya berborok borok berbau bau, berbusuk busuk dan berteriak Aku tak butuh jubah. Aku tak perlu berbicara.Luka ini, perih ini, bau ini adalah surga. Surga yang dihindari siapa apa. Aku tak butuh rumah, tak butuh apa siapa.
Maka padri tua itu menggaruk garuk sekujur tubuh, borok boroknya menyembur nanah kesegala arah hinggapi siapa apa. Bau baunya anyir jatuh di mulut siapa apa. Lalu merobek robek tubuh menarik jantung, memecah mecah menumbuk numbuk hingga membubuk bubuk, angin menterbangkan kemana saja. Dan tangan si padri tua itu mengoyak hati siapa apa saja.
Mengoyak hatimu
Hatiku.
(Rabu Abu 2016)
_____________________________________

Perempuan Ibu.


Seorang anak laki-laki kecil bertanya kepada ibunya "Mengapa
ibu menangis?"
"Kerana aku seorang perempuan", kata sang ibu kepadanya.
"Aku tidak mengerti", kata anak itu.
Ibunya hanya memeluknya dan berkata, "Dan kau tak akan pernah mengerti"
Kemudian anak laki-laki itu bertanya kepada ayahnya, "Mengapa
ibu suka menangis tanpa alasan?"
"Semua perempuan menangis tanpa alasan", hanya itu yang dapat dikatakan oleh ayahnya.
Anak laki-laki kecil itu pun lalu tumbuh menjadi seorang
laki-laki dewasa, tetap ingin tahu mengapa perempuan menangis.
Akhirnya ia menghubungi Tuhan, dan ia bertanya, "Tuhan, mengapa perempuan begitu mudah menangis?"
Allah berfirman:
"Ketika Aku menciptakan seorang perempuan, ia diharuskan untuk menjadi seorang yang istimewa. Aku membuat bahunya cukup kuat untuk menopang dunia; namun, harus cukup lembut untuk memberikan kenyamanan "
"Aku memberinya kekuatan dari dalam untuk mampu melahirkan anak dan menerima penolakan yang seringkali datang dari anak-anaknya "
"Aku memberinya kekerasan untuk membuatnya tetap tegar ketika orang-orang lain menyerah, dan mengasuh keluarganya dengan penderitaan dan kelelahan tanpa mengeluh "
"Aku memberinya kepekaan untuk mencintai anak-anaknya dalam setiap keadaan, bahkan ketika anaknya bersikap sangat menyakiti hatinya "
"Aku memberinya kekuatan untuk mendukung suaminya dalam
kegagalannya dan melengkapi dengan tulang rusuk suaminya untuk melindungi hatinya "
"Aku memberinya kebijaksanaan untuk mengetahui bahwa seorang suami yang baik takkan pernah menyakiti isterinya, tetapi kadang menguji kekuatannya dan ketetapan hatinya untuk berada disisi suaminya tanpa ragu"
"Dan akhirnya, Aku memberinya air mata untuk dititiskan dan ini adalah khusus miliknya untuk digunakan bilapun ia perlukan."
"Kau tahu, kecantikan seorang perempuan bukanlah dari pakaian yang dikenakannya, susuk yang ia tampilkan, atau bagaimana ia menyisir rambutnya."
"Kecantikan seorang perempuan harus dilihat dari matanya, kerana itulah pintu hatinya..tempat dimana cinta itu ada." Romo 1996. ------------------------------------------

Secarik kertas.

Seperti kemaren aku terbangun jam segini.
Dalam kata-katamu, suaramu, kelembutanmu.
Telah melenakan jiwa angkuh dan melunakkan batu di kepalaku.
Sudah surutkah air matamu?
(Aku baca penggalan kalimat ini dari secarik kertas lembaran cerpen yang tercecer, tapi aku merasa potongan cerpen itu, bercerita tentang kita) (February 2018) *****************************************

Lubang lubang Sastra.

Wahai penjual
mari sini mainkan generasi kultur jadi popkultur
buang rasa malu apalagi haru
taik kucing semua itu
ini masa suram bung
siapa pun boleh melipat dunia
(Kucium, sejuta birahi, penjual nama memoles diri. dia tahu. dia mengerti, pasar)
....Romo Pojok UKDW....10022014.... Foto : Lampu Gantung di rumah'2014


RWM.BOONG BETHONY

01/02/23

BUDI BAHASA

Budi Bahasa..masikah?


Kita kenal istilah, Budi bahasa yang memiliki arti Verba : Perkataan (tuturan) dan Laku (perbuatan). Dalam perkembangan Budaya Indonesia Budi Bahasa memiliki arti yang luhur (mulia) dan tinggi (sebagai idiom dan pengajaran) mempertontonkan perilaku masyarakat Nusanatara.
Dalam teks dan konteks budaya, maka Budi Bahasa sebagai idiom merupakan keadaan (sebagai spiritualitas ke-bahasa-an dan ke-perilaku-an) yang patut jadi teladan, di contoh, layak menjadi panutan, dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam teks dan konteks Pengajaran/pendidikan, maka Budi Bahasa adalah etiket, ke-sopan-santun-an, sebagai pengajaran dan pendidikan kebudayaan.
Dalam diskursus dua teks dan konteks diatas, maka Budi bahasa merupakan norma atau nilai atau ke-adab-an dan ke-adat-an atau moralitas primer ke-Indonesian relasi manusia dan manusia dalam strata sosial. Baik di relasi ke-iman-an (sebagai pengajaran agama), relasi kekerabatan, relasi priyayi kawula, relasi guru murid, dst.
Pertanyaan kekinian, masihkah Budi Bahasa memiliki arti seperti penjelasan sederhana diatas?
Simaklah, Budi Bahasa anggota DPR RI, Mentri-mentri, Anggota POLRI/TNI, Para Rohaniawan, Dosen-dosen dan guru-guru, Birokrat, Seniman (sebagai budayawan).
Apakah butuh reapresiasi pada pemaknaan Budi Bahasa sebagai Idiom, dan atau gambaran Budaya kita?

Dibawah adalah diskusi tentang topik di atas :
  • Yusup Oeblet
    Tidak boleh lelah ..catatan penting yg Romo hadirkan ini terasa betul
  • Yusup Oeblet
    Untuk menjadi koreksi pada masing masing nurani kita ..
  • Romo
    Kangmas Yusup Oeblet....sesungguhnya demikian sobatku.
  • Barth Padatu
    "Budi" senantiasa merupakan ekspresi bahasa. Tapi berbahasa tidak senantiasa "membudi" ðŸ™‚
  • Heru Slamet Suharto
    Dlm kultur Jawa dulu ada 'unen2' AJINING DHIRI ,ANA KEDALING LATHI . yg secara bebas dpt diartikan kurang lebih : harga diri seseorang terlihat dlm tutur katanya.
    2
  • Mryana Veta
    Bahasa menunjukan bangsa. Budi bahasa seseorang menunjukan watak seseorang. Kalau seseorang anggota DPR, maka untuk mengukur kualitas manusianya, lihat saja budi bahasa. Atau. tutur kata hakekatnya refleksi kepribadian seseorang. Yang ditulis Romo ini … 
    Lihat Selengkapnya
  • Embie C Noer
    Setidaknya kita punya ukuran ideal ttg perilaku. Soal realitas yg begini dan beginu, begitulah. Harapan. Semoga kita tetap optimis. Karena optimis juga perilaku yg baik.
    2
  • Faruk Tripoli
    harus dicoba cari dulu sebab kepudarannya, mas. misalnya, ekonomisasi hubungan sosial, hubungan antara manusia dengan sesamanya dan bahkan dengan benda-benda sekitarnya. budi bahasa mulai dilanggar ketika pemimpin sudah menempatkan diri sama rata dengan orang biasa. dan yang meratakan itu duit. itu satu kemungkinan. dan untuk melawan itu tidak cukup hanya menggalakkan pengajaran budi bahasa..
  • Romo
    Sobat Barth Padatu....tentu lain dulu lain sekarang bro. Budi Bahasa seabgai Idiom bermasyarakat seperti yang saya urai sederhana di atas, sesungguhnya merupakan gambaran bahwa mustinya Bahasa itu juga merupakan budi, bukan sekedar ekspresi bunyi.
  • Romo
    Kangmas Mryana Veta...betul sekali itu kangmas. Prihatin saja bahwa ternyata Budi bahasa sekarang ini tidak relevan lagi. Banyak yang berbahasa surga tetapi perilakunya (maaf) cebong. Makasih sudah mampir.
  • Romo
    Mas Embie C Noer...hahahahaha....sepertinya ungkapan mas itu keprihatinan yang mendalam atas realitas.
  • Romo
    Mas Prof Faruk Tripoli...saya teringat postingan kangmas beberapa waktu lalu, tentang Priyayi dan kawula dalam relasi-relasi sosial. Mungkinkah, itu salah satu penyebab disamping kemungkinan lain seperti mas tulis di atas. Ataukah, karena priyayi (rohaniawan, Birokrat) di satu sisi sudah ikutan gaya hidup masyarakat awam (kawula, dengan sistem-sistem kawula, seperti bergaul, berbahasa, dst)?
    • Faruk Tripoli
      ketika seorang dalang atau seniman raisin-isin ngomongke duwit apa payu, saat itulah, mas, budi bahasa berakhir
      3
    • Romo
      Saya hanya mengutip degup jantungku mas prof.....Dekkkkkkk......teringat para rohaniawan (Ustad dan Pendeta) suka pasang tarif untuk sebuah renungan atau khutbah pada umat yang butuh...dan sekali lagi dekkkkk Kangmas Faruk Tripoli.
    • Faruk Tripoli
      ya, mas. ngelus dada jarene wong mbiyen..
      2
  • Romo
    Membaca tulisan ini saya terkenang seorang sahabat, kawan, guruku tetapi juga muridku....
  • Dicky Tjandra
    Amin !!!!!.....
  • Poltak Situmorang
    Romo Ro WI Ma,
    Banyak anak bangsa dari kecil sudah mulai diajari bahasa asing, sementara bahasa ibunya di nomor duakeun. Hasilnya, bahasa ibunya yang agung itu terlupakan dan hanya menggunakan bahasa asing yang diagungkan itu. Tidak ada tata krama berbahasa sesuai dengan posisinya.
    Sementara si budi lebih suka melakukan studi banding ke negara antah berantah, sehingga "budi pekerti" itu semakin sirna.
    Jadi teringat pepatah dari daerah tempatku dilahirkan :
    "Pantun Hangoluan, Tois hamagoan" (Kesantunan adalah kehidupan, sikap meremehkan sumber bencana.)
    Rahayu....Rahayu...Rahayu...!
  • Romo
    Makasih persetujuannya kanda Dicky Tjandra....rahayu Kristus menyertai...amain.
  • Romo
    Sobatku Poltak Situmorang...horas..horas..horass.
    Benar apa yang oppung bilang itu...sikap sederhana amat penting dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara...semua sama, semua punya hak...🙂 



Foto :  Aku, Bandung 2018

                                                            



RWM.BOONG BETHONY