29/03/21

Sajak Cintaku

Sajak-sajak Pantai Anyer.
Di Pasir basah.
I.
Kau berlari, melompat-lompat menghindar riak mencium bibir basah
Tubuh elok terpercik buih putih melukis lekuk-lekuk badanmu
Melirikku sejenak dan renyah tertawa
Kau gores pasir bercerita cinta berharap camar yang terbang memutar menyampaikan kabar
Buih putih menghambur membawa coretan cintamu menyebrangi lautan mungkin di sana di pantai lain dia menanti kisahmu
II
Dan
Pucat bibir memohon kehangatan, pada angin, pada mentari, pada ombak
Tak kau perduli dia yang menatapmu
Tak hirau yang mencinta.
(Anyer, 4 September 2018)
Senja di Anyer
Mentari pelahan tenggelam ke lautan rona lembayung menerpa wajah manis, menguning diantara dedaun nyiur bergoyang diterpa angin.
Kau bercermin ke kolam, wajah mungil menyembul melingkar-lingkar mengajak menyelam kedalam hati
Menyatu air indah bayangan mengayun kaki melingkar dari naungan gasebo
Ini kisah senja dari Anyer.
Kisah 800 hari
Sesudah itu, rindu terbang mengejar camar
(Anyer Awal September 2018)

----------------------------------------------------

Sajak-sajak September.
Angin September
Lembut kau datang, mengusap wajah membelai kepala dan;
Harapan membumbung tinggi
Melayang menembus awan putih
Saat bahagia merasuk
Sel-sel membelah berlipat ganda
Kaki berjingkrak-jingkrak
Kala jemari lentik menari
Wajah riang
Lalu ;
Kau pergi tak kembali.
-----------------------------
Hujan September
Bersimbah air mata kau ketuk pintu dedaun mengangguk-angguk tertimpa titik air, basah gemetar
Tapi baik air mata pun air hujan tak mau mengerti
Jika September selalu ceria
Dan ;
Kembang aneka warna menghias onggokan di tanah sunyi
Kau pergi tak pulang
----------------------------
Cerita September
Tak sama tiap orang
Berbeda kisah
(Awal September 2020)

----------------------------------------------

Sajak : Epos Negeri Tani
Ini negeri Tani bung, dimana petani kehilangan garapan dan sawah ladang ditumbuhi korporat impres, keputusan mentri, ijin gubernur juga bupati.
Jangan tanya, petani mencangkul semen dan menanam beton membalik kuali jadi kuli tak berdaya.
Ini negeri Tani bung, dimana petak sawah dan ladang tak seluas halaman rumah politisi, tak selebar garasi-garasi birokrat, tak ada padi apalagi palawija di petak itu.
Jangan tanya kemana mengeluh selain mengadu nasib berkompetisi dengan lalat-lalat busuk yang hinggap kemana suka bahkan berak ditelapak kaum urban
Banyak petani mengungsi di negeri ini bung, menghindar dari ketidakpastian harga gabah lari dari petak-petak bukan milik.
Ach, teringat dongeng nenek tentang nusantara yang gemah ripah loh jinawi, terngiang nyanyi koeplus soal bukan lautan tapi kolam susu.
Tapi di negeri perdikan ini, kaum tani, pemilik negeri, tak berharga, sekolah-sekolah, perguruan tinggi lupa lalu sejarah tak pernah menulis siapa pahlawan sesungguh di negeri ini.
Siapa berani membela mereka? Wakil-wakil yang mulia di senayan itu bahkan tak pernah ribut tentang pertanian. Tak ada laba, tiada untung menyoal itu, menguras energi sia-sia katanya.
Ketika panen gagal, sawah ladang di terjang banjir dan dihempas bandang, yang mulia presiden, yang terhormat menteri pertanian, gubernur, bupati, serentak menuding cuaca yang tak pasti.
Menangislah duhai petani, merataplah hingga airmata jadi darah.
Mungkin hanya Tuhan yang perduli, kesanalah mengadu.
(Menyambut HUT RI ke-75)

Sajak : Epos negeri pardikan
Di negeri satu nusa satu bangsa, gambut - gambut memerah, telaga dan danau berkerikil, rimba raya berdebu, sungai - sungai kering sekali mengalir kampung dusun jadi lumpur
Di tanah merdeka ini, entah mengapa semak dan rumput enggan bertunas bunga malas berkembang, pohon segan menguncup, binatang hutan menghilang, burung-burung mengungsi ikan-ikan jadi langkah
Di tanah merah putih ini bung, tak terang antara penegak dan pencuri tak kentara siapa preman dan aparat tak jelas khotbah dan tipuan yang pasti semua duduk manis di kursi empuk
Dalam negeri pardikan ini bung, bung tak penting karena hanya jelata yang banting tulang demi kesejahteraan pemakai seragam yang gemar reposisi diri yang suka merekonstruksi undang-undang tapi bukan hukum yang girang mengorganisir kepentingan
Pada negeri ribuan pulau ini, tak ada azaz, tiada norma terlebih etika. Jadi jangan prihatin bung jangan bersedih tegakkan saja kepala tajamkan pikiran lancipkan ucapan tulis puisi menjadi pelor - pelor lalu benamkan di hati, di pikiran di tubuh parasit negeri ini.
Tiada putih seputihnya
Tiada merah semerahnya
(Menyambut HUT RI ke-75)

-----------------------------------------------------

Sajak Evolusi
Di kisahkan di negeri tak bertuan terlebih berTuhan, manusia berkeriapan merajalelah kesegala arah. Lidah menjulur julur mengecapi segala apa. Ya lautan ya daratan ya pepohonan ya semak semak ya sungai sungai ya telaga ya bebatuan ya hewan hewan.
Maka bebatuan sungai semak semak pepohonan daratan lautan hewan hewan berevolusi menjadi pemangsa manusia.
Dan sejak itu sajak tak pernah jadi puisi.
(Dari Kumpulan Puisi 'wajah-wajah III)


RWM.BOONG BETHONY

Tidak ada komentar: