POTRET PEREMPUAN DESA dalam Cerpenku.
Seminggu berada ditengah-tengah komunitas kaum perempuan Pedesaan, membuatku merasa dalam ruang dan waktu yang amat berbeda! Enam hari belakangan ini merupakan minggu ke-7 aktifitasku bersama mereka! Suatu ruang dan waktu yang sebelumnya tak pernah terbayang. Sebagai Perempuan dengan latar belakang pendidikan yang cukup, terbiasa hidup ditengah hiruk-pikuk dunia metropolitan bahkan megapolitan. Merasai nikmat hidup serba instan juga menghabiskan waktu sambil melahap novel, majalah dan siaran Tv, atau shoping ke Mall, kali ini aku mengalami lompatan besar! Masuk dalam ruang dan waktu yang luar biasa! Sungguh aku bersyukur pada Tuhan dan mengucapkan trimakasih pada suami tercinta yang memberi pengalaman luar biasa ini. Pengalaman ini mengubah cara pandang hidupku yang selama ini aku yakini sangat matang. Betapa tidak? Jakarta-Pennsylvania-jakarta lalu kini Desa. Sungguh2 Desa! Tidak ada Fasilitas kesehatan, Transportasi, Telepon genggam, TV, Supermarket atau Mall, Salon, Butik, tako-toko cassette, Cd/dvd yang selama itu dengan mudah di peroleh! Aku harus belajar menanak nasi pake belanga/panci, memasak sayur, menapis beras, mencuci di sungai dan yang paling unik aku bisa tampil apa adanya. Tanpa beban "modis"! Tidak perlu repot mikir pake bedak apa, listick warna apa, baju ini cocok berpasangan dengan itu atau stelan gaun malam, pesta dst. Semuanya mengalir begitu saja!
Dengan bangga akan kuceritakan pengalaman ini pada siapa saja! Aku takkan pernah perduli kata orang! Skarang aku Perempuan Desa! Dua bulan lalu, aku, suami dan anak-anak masih menikmati Hiruk-pikuk Megapolitan Pittsburg, Hawai, dan Jakarta! Skarang kunikmati alam indah permai tanpa polesan, tanpa beban! Ooooo hidup memang harus berubah!
"Ibu team, bagaimana mengenal ciri-ciri anak autis?" Pertanyaan polos seorang ibu di Desa Lodang, Kecamatan Seko! Pertanyaan itu membuat aku bingung! Bagaimana tidak? Aku hanya sendiri! Tapi Ibu polos ini menyebutku sebagai "Ibu Team!" atau "Ibu rombongan"...wakakaka... tawaku berderai ketika itu. Tapi segera kusadari bahwa itu dapatmembuatnya tersinggung!
"Bu...bagaimana membuat suami kita dapat bergairah lagi? Soalnya kami hanya.....sekali sebulan. Padahal saya selal....tapi suami pulang dari kebun langsung tidur! Gimana bu...apa senam yang ibu ajarkan bisa diikuti juga oleh suami saya?" Tanya seorang ibu muda yang baru 7 tahun berumah tangga, saya perkirakan usianya sekitar 24 thn.! Saya perhatikan ibu muda ini, Cantik dan bertumbuh ideal tapi tidak merawat diri!
"Kalau boleh tahu, ibu udah dikaruniai berapa anak?"
"Lima bu!". Mendengar itu, aku terperanjat! Luar biasa, menikah 7 tahun, 5 anak! Sementara Saya dan suami baru memasuki 10 thn dengan tiga anak! Satu adopsi dan lainnya anak kandung!
Sepenggal cerita ini, hal yang sehari-hari aku hadapi hampir dua bulan belakangan ini. Setelah suami menyeleseikan pendidikan Doktoralnya di Pittsburg, Pennsylvania, kami kembali kejakarta dan tinggal beberapa bulan. Lalu suami atas persetujuan saya dan anak-anak, menerima tawaran untuk meneliti kehidupan Masyarakat Pedesaan Dataran Tinggi Sulawesi. Dan oleh suami tercinta, aku "ditugasi" untuk memberdayakan Ibu di Dataran Tinggi ini dalam Reproduksi Sehat dan Sanitasi Lingkungan. Sesuatu yang awalnya aku tolak, tetapi karena alasan suami sangat logis, jadilah aku perempuan desa seperti sekarang!
Untuk Mas Roberth yang sekarang sedang di Sumatra Barat bersama beberapa Tamu dari WHO dan UNICEF, trimakasih! Aku baru mngerti, bahwa hidup memang lebih berarti bila kita berarti bagi orang lain.
RWM.BOONG BETHONY
Tidak ada komentar:
Posting Komentar