Reflections on False.
Romo Ro Wi Ma
Counterfeit know since when sound familiar to us. Clearly, Fake That suggests something that is not true, or at not resemble the original.
Lately the State and our Nation tantrum because of the outbreak of what was referred to as the False-false it.If in inventerisir 'something called Fake it will have a very long list. For he called Fake it, it was not just questioning the material (material) but also on human behavior.
From the 2000s we know the term KW KW I to III, I do not know where the term KW - KW this. What sort of acronym or a term to refine the sound False.
My first experience I know the term or KW I, KW II to III, the time to buy Auto Parts to be replaced.
KW how will you?
I turn to ask, what is KW?
The owners figure laugh, then explained that KW I, II or III is counterfeit goods with quality classification KW I - III. That is false but there is a quality class duplicity.
Experience of the second, when replacing Baterey watch my hands on a Super Mall. Waiters were waiting counter Watches, ask the same thing.
If KW II, how?
A few rupiah, she answered quickly.
KW I?
More expensive.
If not KW late?
more expensive again!
I finally decided to buy that is not a classification KW. Alias original.
When he returned home and sit alone, I remembered the two events mentioned above.
I was so amazed and fascinated. Counterfeit goods also turned out to have classes duplicity.
KW term I - III for something that was considered an imitation or counterfeit, apparently with the 'feel' comfortable can be accepted by the people of Indonesia. Proved that are referred to as goods KW I - III exist everywhere alone. Starting from the figure at the edge of a narrow alley in the Mall to super luxury.
What exactly is happening on the Nation's?
Why fake something so easy to penetrate even received comfortably in this country? As if not something 'in the forbidden, banned, in disgrace, even in decline'? What is wrong?
Lest there something wrong with our system of social life.
Something that is false, it did not interfere with, or tickling or exasperate us.
Throughout the 2000s until now, we were surprised by the vaccine False, then Fertilizer False, Raskin fake, counterfeit drugs, herbal fake, watch the fake, counterfeit money, rice false, Hp false, literary fakes, artists false, Police Fake, Army fake, fake social gathering, DVD / VCD fake, fake passports, fake diplomas, and other falsehoods.
I was so horrified and scared. Lest there also false teachers, false professors, bureaucrats fake, Parliament False, false pastor, Pastor false, Kiyai Fake, fake priest, bogus family perhaps even false gods. Wahhhh ... really scary.
If a society filled by falsities like this, then that society is essentially also a community that is false. Because what will happen then is socially false, false communication, kindness fake, fake smiles, false worship, false rituals, including prayers false.
So then it could be forming a community KW I, KW II and then III.
With such conditions, can imagine is not easy to build and maintain the robustness of the pillars of Indonesian culture. For almost all the joints infiltrated falsehood. And this is a moral crisis. The crisis, which in essence become our common concern.
Because, falsehood or false, is the theft of purity. Diversion on authenticity. Deviations from the authority of public piety and devotional society with its culture.
For falsehood or false is a crisis of mind harassing creative expression of humanity. And that means, to deny spiritual or human soul that exalts the beauty, purity, honesty, innocence and sincerity as a Human.
Therefore falsity or false, is the denial of the presence of God Almighty.
A friend says this when we were having coffee both:
Father!. Legislative, bureaucrats, prosecutors, judges, police, ministers, regents, governors, that corruption is false people. And they were all pioneers of falsehood in this country.
I was only able to utter.
Haiiyaaaaaaaaaaa.
Romo Ro Wi Ma
The observer of culture and Protestants Priest.
Stay in Samarinda.
Indonesian Verzion
Renungan tentang Palsu.
Romo Ro Wl Ma
Entah sejak kapan bunyi Palsu akrab di telinga kita. Yang jelas, Palsu itu menyatakan sesuatu yang tidak benar atau setidak-tidak menyerupai yang asli.
Akhir-akhir ini Negara dan Bangsa kita geger karena merebaknya apa yang di sebut sebagai sesuatu yang Palsu-palsu itu.Jika di inventerisir 'sesuatu' yang di sebut Palsu itu akan memiliki daftar sangat panjang. Sebab ia yang disebut Palsu itu, ternyata bukan hanya menyoal kebendaan (materi) tetapi juga tentang perilaku manusia.
Dari tahun 2000-an kita kenal istilah KW I sampai KW III, saya tidak tahu dari mana asal istilah KW - KW ini. Apakah semacam akronim atau sebuah istilah untuk memperhalus bunyi Palsu.
Pengalaman pertama saya mengenal istilah KW I atau KW II sampai KW III, waktu membeli Onderdil Mobil yang harus di ganti.
Bapak mau KW berapa?
Saya balik bertanya, apa itu KW?
Pemilik tokoh tertawa, lalu menerangkan bahwa KW I, KW II atau KW III adalah barang tiruan dengan mutu klasifikasi KW I - III. Artinya Palsu tetapi ada kelas mutu kepalsuannya.
Pengalam kedua, ketika mengganti Baterey arloji tangan saya di sebuah Super Mall. Waiters yang menunggu kounter Jam Tangan, bertanya hal yang sama.
Kalau KW II, berapa?
Sekian rupiah, jawabnya cepat.
KW I?
Lebih mahal.
Jika bukan KW KW-an?
lebih mahal lagi!
Akhirnya saya putuskan membeli yang bukan klasifikasi KW. Alias yang asli.
Saat kembali kerumah dan duduk sendiri, teringatlah saya pada dua kejadian tersebut diatas.
Saya jadi terheran-heran dan terkagum-kagum. Ternyata barang Palsu pun memiliki kelas-kelas kepalsuannya.
Istilah KW I - III untuk sesuatu yang dianggap tiruan atau palsu, ternyata dengan 'rasa' nyaman dapat di terima oleh masyarakat Indonesia. Terbukti bahwa yang di sebut sebagai barang KW I - III ada di mana-mana saja. Mulai dari tokoh di pinggir gang sempit sampai di Mall super mewah.
Apa sebenarnya yang sedang terjadi pada Bangsa dan Negara ini?
Mengapa sesuatu yang palsu begitu mudah merasuk bahkan di terima dengan nyaman di negara ini? Seolah-olah bukan sesuatu yang 'di haramkan, di larang, di cela, bahkan di tolak'? Ada apa?
Jangan-jangan ada yang salah pada sistem kehidupan kemasyarakatan kita.
Sesuatu yang palsu, sepertinya tidak mengganggu, atau menggelitik atau menggusarkan kita.
Sepanjang tahun 2000-an sampai sekarang ini, kita terkejut dengan Vaksin Palsu, lalu Pupuk Palsu, Raskin palsu, obat palsu, jamu palsu, jam palsu, uang palsu, beras palsu, Hp palsu, sastrawan palsu, perupa palsu, Polisi Palsu, Tentara palsu, arisan palsu, DVD/VCD palsu, pasport palsu, ijasah palsu, dan kepalsuan lainya.
Saya jadi ngeri dan takut. Jangan-jangan ada juga guru palsu, dosen palsu, birokrat palsu, DPR Palsu, Pendeta palsu, Pastor palsu, Kiyai Palsu, Imam palsu, keluarga palsu bahkan mungkin juga tuhan palsu. Wahhhh...sungguh menakutkan.
Jika sebuah masyarakat di penuhi oleh kepalsuan-kepalsuan seperti ini, maka masyarakat itu pada hakekatnya juga sebuah komunitas yang palsu. Sebab yang akan terjadi kemudian adalah pergaulan palsu, komunikasi palsu, kebaikan palsu, senyum palsu, ibadah palsu, ritual palsu, termasuk juga doa-doa palsu.
Maka kemudian akan bisa jadi terbentuklah sebuah masyarakat KW I, KW II kemudian KW III.
Dengan kondisi seperti itu, bisa di bayangkan tidak mudah membangun dan menjaga pilar-pilar kekokohan budaya indonesia. Sebab hampir semua sendi di susupi kepalsuan. Dan ini krisis moral. Krisis yang sejatinya jadi perhatian kita bersama.
Karena, kepalsuan atau Palsu, adalah pencurian kemurnian. Penyelewengan pada keaslian. Penyimpangan dari wibawa kesalehan publik maupun kesalehan masyarakat dengan kebudayaannya.
Sebab kepalsuan atau palsu merupakan krisis pikiran yang melecehkan ekspresi kreatif kemanusiaan. Dan itu berarti, mengingkari bathin atau jiwa manusia yang mengagungkan keindahan, kemurnian, kejujuran, kepolosan dan ketulusan sebagai Manusia.
Oleh karena Kepalsuan atau palsu, adalah pengingkaran pada Kehadiran Tuhan Yang Maha Esa.
Seorang sahabat bilang begini saat kami sedang minum kopi berdua :
Romo!. Legislatif, birokrat, jaksa, hakim, polisi, menteri, bupati, gubernur, yang korupsi itu adalah orang-orang palsu. Dan mereka semua pelopor kepalsuan di Negeri ini.
Saya hanya mampu berucap.
Haiiyaaaaaaaaaaa.
Romo Ro Wl Ma
Pemerhati kebudayaan dan Rohaniawan Protestan.
Tinggal di Samarinda.
Rob Colection |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar