22/09/16

Kristiani dan Budaya



Christianity amongst the bustle of Culture Indonesia, an introductory note.
Romo Wl Ro Ma.

Go, make all people my disciples, baptizing them in the name of the Father, the Son and the Holy Spirit. This sentence fragment, contained in Matthew chapter 28 verse 19. Before that there are principles that led to the sentence of this command. Namely, the revelation of Christ on His power over Heaven and Earth, paragraph 18.
Based on this spirit, there was the movement's message of the gospel out of Israel.
Theologians formulate this movement with kongklusif: From Jerusalem to Europe (Rome) then anywhere.
Europe entered the archipelago of merchant ships along the imperealis to the archipelago. There are Christians in the archipelago or Indonesia today. Remember, Christians in Indonesia and Indonesia are not Christians.
Both revelation last, about to criticize the growth of Christianity in Indonesia are 'unfamiliar' with local traditions and cultural traditions of Indonesia as the Indonesian people.
Read this revelation, many Christians in Indonesia will frowning eyebrows then objected then to counter with arguments.
But in reality, the building - the church building, church ritual, liturgical style clothing, tools - tools of ritual worship, to the liturgy - the ecclesiastical liturgy, is a relic of the calculations to think very highly influenced traditions (culture), Israel and Europe. All were deliberately adopted even in consecrated as' something as if a 'great sin' if left behind or forgotten. How to think so, at that very moment, deliberately going to deny 'around the world'. Where churches live, grow, develop and serve.
Perhaps, because it (too busy digging the traditions of the past) so that the church in its development in Indonesia, linear affairs and cool into there, and occasionally look left or right. As though God only knows the tradition of Israel and the European tradition.
Though the Church in Indonesia, are Indonesian Christians. Present and living in the archipelago, eat there, die there, buried there even remembered there.
Is not this archipelago is a paradise earth culture very interesting, exotic, with a unique tradition etniksitas by region, language and islands. A stretch of territory and time with pearl ornaments verb is deliberately created by the Lord of Life, Lord Jesus, God the Creator of Heaven and Earth.
So what is wrong with the local tradition which is a process - a process of life and human development? What was wrong from the point of view of the church to the world of Indonesian culture? So that the difficulties or is reluctant to dissolve in the local culture by some church leaders sometimes forbidden or considered wicked?
Discipleship, as the quote at the beginning of this paragraph is certainly not intended to deprive the prospective students out of their culture or leave ecohabitas that has been growing and shaping it as human beings. Certainly not the intention of the Master, but on what is referred to as enlightenment habitus, mental enlightenment, spiritual enlightenment. Because habitat can be changed at any time - but habitus is the basis of the behavior of a person's humanity.
That happened in the development of Evangelism in Indonesia, was the removal of the disciples (Christians) of habitat, of environment, of traditions, of culture and form a new student was in the box with the traditions and cultures of Israel and Europe. So, do not be surprised if from the 18th century until now people -the Christians in Indonesia are often nicknamed 'kebelanda - belandaan or too westernized - westernized' cause foreign style and way of life of its own culture. Some even feel that Indonesian culture is not culture, though the skin, hair and ancestors native to Indonesia.
Not just a matter of 'repeal it' but the ornaments - ornaments locally as a result of thinking, initiative, creativity and sense, human Indonesia in lebeli as objects - objects Wicked. Then there was the destruction, suppression of the mass of the particular cultural wealth in Indonesia. Which until now how to think like that 'still' haunting perspective of the Christian tradition as a form of culture.
Therefore do not ask, if the church buildings still will be built in the style of western sitektur, Rituals - the ecclesiastical ritual smelling Europe or Israel, instruments (objects) ritual of the church still must be imported either from the outside. Clothing lirturgis still would like robes winter europe, music - musical accompaniment and singing - singing still thick Etniksitas import. Etc.
If the understanding of the church is still as it was in the Indonesian culture, until whenever Christianity in Indonesia will still be a Christian, Christians in Indonesia not Indonesia.
But hopefully not so.

Greetings and prayer rahayu.
Observer culture and Protestant clergy
Staying in Samarinda
Indonesian Verzion

Kekristenan di antara hiruk pikuk Budaya Indonesia, sebuah catatan pengantar.
Romo Ro Wl Ma.

Pergilah, jadikan semua orang muridku, baptislah mereka dalam nama Bapa, Anak dan Rohkudus. Penggalan kalimat ini, termaktub dalam Injil Matius pasal 28 ayat 19. Sebelum itu ada dasar yang memunculkan kalimat perintah ini. Yaitu, penyataan Kristus tentang kuasaNya atas Sorga dan Bumi, ayat 18.
Berdasar spirit ini, terjadilah gerakan Pekabaran injil keluar Israel.
Para teolog merumuskan gerakan ini dengan kongklusif : Dari Yerusalem ke Eropa (Roma) kemudian kemana saja. 
Dari Eropa masuk nusantara seiring kapal-kapal dagang kaum imperealis ke bumi Nusantara. Ada orang kristen di Nusantara atau Indonesia sekarang ini. Ingat orang Kristen di Indonesia dan bukan orang kristen Indonesia.
Kedua penyataan terakhir itu, hendak mengkritisi perkembangan Kekristenan di indonesia yang 'masih asing' dengan tradisi lokal maupun tradisi indonesia sebagai kebudayaan manusia Indonesia.
Membaca penyataan ini, banyak orang kristen di Indonesia akan mengernyit alis kemudian keberatan lalu meng-Counter dengan argumennya.
Tetapi dalam kenyataannya, gedung - gedung gereja, ritual gereja, corak pakaian liturgis, alat - alat ritual ibadah, sampai pada liturgi - liturgi gerejawi, merupakan peninggalan dari kalkulasi-kalkulasi berfikir yang amat sangat di pengaruhi tradisi (kebudayaan) Israel dan Eropa. Semua itu secara sengaja di adopsi bahkan di kultuskan sebagai 'sesuatu' yang seolah-olah sebuah 'dosa besar' jika di ltinggalkan atau di lupakan. Cara berfikir demikian, seketika itu, dengan sengaja hendak mengingkari 'dunia sekitar'. Di mana gereja hidup, tumbuh, berkembang dan melayani.
Mungkin, karena itu (terlalu sibuk menggali tradisi masa lampau) sehingga gereja dalam perkembangannya di Indonesia, linier pada diri sendiri dan asik di sana, dan sesekali menengok ke kiri atau kanan. Seolah-olah Tuhan hanya mengenal tradisi israel dan tradisi Eropa.

Padahal Gereja di Indonesia, adalah orang Kristen Indonesia. Hadir dan hidup di bumi nusantara, makan disitu, mati disitu, di kubur disitu bahkan di kenang disitu. 
Bukankah bumi Nusantara ini adalah sorga kebudayaan yang sangat menarik, eksotik, dengan tradisi unik sesuai wilayah etniksitas, bahasa serta pulau-pulau. Sebuah bentangan wilayah dan waktu dengan hiasan mutiara manikam yang dengan sengaja di ciptakan oleh Sang Empunya Hidup, Tuhan Yesus, Tuhan Pencipta Langit dan Bumi.
Lalu apa yang salah dengan tradisi lokal yang merupakan proses - proses kehidupan dan perkembangan manusia? Apa yang keliru dari cara pandang gereja terhadap dunia budaya Indonesia? Sehingga kesulitan atau memang enggan melarut dalam budaya lokal yang oleh sebagian tokoh-tokoh gereja terkadang di haramkan atau di anggap fasik?

Pemuridan, seperti kutipan di awal paragraf ini pastilah bukan bermaksud untuk mencabut calon murid keluar dari kebudayaannya atau meninggalkan ecohabitas yang selama ini menumbuhkan dan membentuknya sebagai manusia seutuhnya. Pasti bukan itu maksud Sang Guru, melainkan pada apa yang di sebut sebagai pencerahan Habitus, pencerahan jiwa, pencerahan bathin. Sebab habitat dapat saja berubah sewaktu - waktu, tetapi Habitus adalah dasar perilaku kemanusian seseorang.
Yang terjadi dalam perkembangan Pekabaran Injil di Indonesia, adalah pencabutan para murid (kristiani) dari habitatnya, dari lingkungannya, dari tradisinya, dari budayanya dan membentuk murid baru itu dalam kemasan tradisi dan budaya Israel dan Eropa. Jadi, jangan heran bila dari abad 18 sampai sekarang orang -orang Kristen di Indonesia sering kali di juluki 'kebelanda - belandaan atau juga kebarat - baratan' sebab corak dan cara hidupnya asing dari kebudayaannya sendiri. Bahkan ada yang merasa bahwa budaya Indonesia bukan kebudayaannya, meskipun kulit, rambut dan nenek moyangnya asli Indonesia.
Bukan hanya soal 'pencabutan itu' tetapi ornamen - ornamen lokal sebagai hasil dari berfikir, karsa, cipta dan rasa, manusia Indonesia di lebeli sebagai benda - benda Fasik. Maka terjadilah pemusnahan, pemberangusan massal terhadap kekayaan budaya tertentu di Indonesia. Yang sampai sekarang cara berfikir seperti itu 'masih' menghantui cara pandang kristiani terhadap tradisi sebagai bentuk kebudayaan.
Karena itu jangan bertanya, jika gedung-gedung gereja masih akan di bangun ala sitekrut barat, Ritual - ritual gerejawi berbau Eropa atau Israel, instrumen (benda) ritual gereja masih harus di import entah dari luar. Busana lirturgis masih akan seperti jubah musim salju eropa, musik - musik pengiring dan nyanyian - nyanyian masih kental Etniksitas import. Dst.

Jika pemahaman gereja masih seperti itu tentang kebudayaan Indonesia, sampai kapan pun kekristenan di Indonesia masih akan menjadi Kristen di Indonesia bukan Kristen Indonesia.
Tapi semoga tidak begitu.


Salam dan doa rahayu.
Pemerhati kebudayaan dan rohaniawan protestan
Tinggal di Samarinda

Rob Colection





RWM.BOONG BETHONY

Tidak ada komentar: