Sajak lelaki gurun.
Mentari mengekor kemana jejak di pasir pergi. Tetapi sesering menusuk ubun-ubun. Manis kurma asam ara basahi jubah. Hanya pasir, hanya surya. Detak jam ialah nadi sekali lengah terkubur mandi pasir.
Saat itulah domba mengembik-ngembik berlarian mencari perteduhan semburat tak perduli siapa apa.
Ini ceritaku bung, teriakmu mengepal tangan menunjuk langit tak biru tak kelabu tak kabur tak jernih tak ada persimpangan tak ada lorong. Semua arah sama, atas bawah kiri kanan belakang depan sama.
Tapi ini kisahku sobat, pekikmu seraya menggenggam diri tatap nyalang menantang surya. Telaga kering sungai kerontang mata air hanya air mata.
Teringat lembah sinai nan hijau royo royo dimana domba-domba berbulu putih larut senda gurau nikmat tetesan embun sejuk dari pucuk daun daun. Semak semak tak pernah menusuk terlebih membakar meski nyalang menyala.
Ini lakonku kawan, jeritmu jengah sambil menunduk melihat bayang menyatu di hamparan pasir, detik waktu ialah degup jantung teledor sedikit terpendam mandi pasir. Tetapi domba domba beria ria merasai sejuk air yordan sikut menyikut tendang menendang cakar mencakar garuk menggaruk hajar menghajar plak pluk plok plik plek.
Ini tuturanku sahabat, lembut engkau duduk diatas batu padas keriput dan lekuk wajah banyak menggurat laku padang gurun dan domba. Itulah saat penghabisan engkau duduk disana. Kelembutan rerumput lembah Moab menyatu denganmu, menyuburkan kurma, ara, zaitun, anggur dan gandum. Bukankah tiap manusia adalah rabuk Tuhan.
(sebuah catatan tentang Musa)
Saat itulah domba mengembik-ngembik berlarian mencari perteduhan semburat tak perduli siapa apa.
Ini ceritaku bung, teriakmu mengepal tangan menunjuk langit tak biru tak kelabu tak kabur tak jernih tak ada persimpangan tak ada lorong. Semua arah sama, atas bawah kiri kanan belakang depan sama.
Tapi ini kisahku sobat, pekikmu seraya menggenggam diri tatap nyalang menantang surya. Telaga kering sungai kerontang mata air hanya air mata.
Teringat lembah sinai nan hijau royo royo dimana domba-domba berbulu putih larut senda gurau nikmat tetesan embun sejuk dari pucuk daun daun. Semak semak tak pernah menusuk terlebih membakar meski nyalang menyala.
Ini lakonku kawan, jeritmu jengah sambil menunduk melihat bayang menyatu di hamparan pasir, detik waktu ialah degup jantung teledor sedikit terpendam mandi pasir. Tetapi domba domba beria ria merasai sejuk air yordan sikut menyikut tendang menendang cakar mencakar garuk menggaruk hajar menghajar plak pluk plok plik plek.
Ini tuturanku sahabat, lembut engkau duduk diatas batu padas keriput dan lekuk wajah banyak menggurat laku padang gurun dan domba. Itulah saat penghabisan engkau duduk disana. Kelembutan rerumput lembah Moab menyatu denganmu, menyuburkan kurma, ara, zaitun, anggur dan gandum. Bukankah tiap manusia adalah rabuk Tuhan.
(sebuah catatan tentang Musa)
Sajak tentang Jakarta.
1. Mpok Enti
bergelut lawan malam
bermain sarung
tapi itu dulu, katanya
kubuang ia ganti mantel bulu
tapi tetap lawan malam
karena malam jadikan mpok apa saja
ya dipinggir kali, rumah harum, gedong tingkat
tak lagi apek aroma keringat
itu beberapa tahun lalu
sarung hangati melawan malam
lantaran hanya itu
kemaren ia bikin cerita
tidur bawah pohon asam ciliwung
Enti tak pernah bangun
tak pernah lawan malam
perginya menitik airmata sejuta mpok Enti
sebab ia ajar semua perempuan melawan malam
dan menitis pada sapa saja.
ya di rumah kardus, ya dirumah harum, gedong bertingkat
Mpok Enti tak pernah enti.
____________________________________
2. Jakarta.
bermain sarung
tapi itu dulu, katanya
kubuang ia ganti mantel bulu
tapi tetap lawan malam
karena malam jadikan mpok apa saja
ya dipinggir kali, rumah harum, gedong tingkat
tak lagi apek aroma keringat
itu beberapa tahun lalu
sarung hangati melawan malam
lantaran hanya itu
kemaren ia bikin cerita
tidur bawah pohon asam ciliwung
Enti tak pernah bangun
tak pernah lawan malam
perginya menitik airmata sejuta mpok Enti
sebab ia ajar semua perempuan melawan malam
dan menitis pada sapa saja.
ya di rumah kardus, ya dirumah harum, gedong bertingkat
Mpok Enti tak pernah enti.
____________________________________
2. Jakarta.
Perahu tiga tiang jadi kisah usangmu
dulu tak jelas antara mesiu, gaharu dan candu menyerap siapa saja
mengencani
Mener, tokeh dan entong berebut molekmu
sepanjang abad
dan semua jadi cerita yang tak usang
dulu diantara peron dan gedung tua
mentari kelabu seperti derek berkarat menarikmu
cerita apa saja pintamu
celoteh kaki telanjang, sarung kumal, usang asing
harapan urban ceritamu
kali malang selalu malang, ciliwung pasti larung
tak bening persis
kini diantara peron dan gedung tua
kisah derek tua berkaratmu
dan kaki telanjang, sarung kumal, usang asing
tetap saja jadi ceritamu
entah bila henti.
keretamu merah jelaga tak lagi ada ringkikan terlebih taktiktuktak
mesiu, gaharu dan candu jadi pelatuk
untuk siapa saja.
seperti yang kau pinta
masih seperti itu
harapan urban
kali malang kian malang, ciliwung larut keruh
tak beri hidup
hidup tak.
dulu tak jelas antara mesiu, gaharu dan candu menyerap siapa saja
mengencani
Mener, tokeh dan entong berebut molekmu
sepanjang abad
dan semua jadi cerita yang tak usang
dulu diantara peron dan gedung tua
mentari kelabu seperti derek berkarat menarikmu
cerita apa saja pintamu
celoteh kaki telanjang, sarung kumal, usang asing
harapan urban ceritamu
kali malang selalu malang, ciliwung pasti larung
tak bening persis
kini diantara peron dan gedung tua
kisah derek tua berkaratmu
dan kaki telanjang, sarung kumal, usang asing
tetap saja jadi ceritamu
entah bila henti.
keretamu merah jelaga tak lagi ada ringkikan terlebih taktiktuktak
mesiu, gaharu dan candu jadi pelatuk
untuk siapa saja.
seperti yang kau pinta
masih seperti itu
harapan urban
kali malang kian malang, ciliwung larut keruh
tak beri hidup
hidup tak.
Dari catatan di pojok Gambir 2015 lalu.
--------------------------------------------------------------------------------
3. Lelaki lembah Gangga.
Dia bilang
Segala mahkluk adalah cinta kasih
Metta ialah jalan
Karuna adalah persembahan dan
Dharma ialah hidup.
Waisak, tiga suci cinta kasih.
Dan cinta kasih adalah Tuhan.
RWM
(awal Juni, pojok pasar baru - jakarta)
(awal Juni, pojok pasar baru - jakarta)
Puisi kupersembahkan kepada saudara, kerabat dan Handai taulanku Budha di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar