08/04/16

Esai Kebudayaan tentang Jurnalisme Kekerasan.
By. Romo Ro Wl Ma.

Ada milyaran berita yang kita dengar, baca dan tonton dari Multi Media hasil Jurnalisme. Bahkan untuk kontek dan teks kekinian, Jurnalisme adalah bagian utama dalam komunikasi hidup manusia. Begitu penting ia (jurnalisme) hingga Dunia ini sangat sempit dan tak ada lagi batas-batas untuk itu. Dampaknya adalah, keterbukaan, transparansi dan kebenderangan untuk segala sesuatu. Karena itu, Jurnalisme muncul sebagai 'Dewa' tunggal yang berkuasa atas apa pun, kecuali atas diri sendiri.
Kita bersukur atas pencapaian itu, kita berterimakasih untuk hasil ini. Bergembira karena semua kejadian dan peristiwa dalam hitungan detik dapat di baca, di dengar, di tonton dalam waktu yang bersamaan di seluruh pelosok Dunia. Seorang sahabat saya, yang juga seorang jurnalis, mengatakan bahwa satu-satunya dunia tanpa batas, adalah Jurnalisme. 
'Apa saja dapat menjadi berita! sambung sahabat saya itu. Politik, Olah raga, kebudayaan, pertempuran, Perkelahian, Pemerkosaan, Pendidikan, semua menjadi objek jurnalisme. Jelas sahabat saya.
Mungkin penyataan sahabat saya ini benar, mengingat kenyataan begitu.
Sebagai seorang pemerhati kebudayaan dan juga seorang Rohaniawan, saya justru mempertanyakan pernyataan ini. Jurnalisme tanpa batas adalah Pengingkaran Pada Jurnalisme itu sendiri. Yaitu, pengingkaran atas maksud mulia atas tujuan jurnalisme. Bukankah sebagai pengumpul berita, Jurnalis musti mengedit, menulis lalu menyebarkan atau memberitakan apa yang di kumpulkan (tentu setelah ada pengeditan). Baik dalam bentuk Audio visual pun dalam bentuk Tulisan termasuk dalam bentuk suara.
Jadi bukan tanpa Batas, tetapi penghormatan atas Roh Jurnalisme itu sendiri. Agaknya Roh yang mengikat Jurnalisme itu, sudah lama pergi, entah terbang kemana.
Tak heran ketika berita, baik dalam bentuk tayangan (audiovisual), gambar, tulisan dan suara, memperlihatkan 'sesuatu atau mempertontonkan' jurnalisme yang Vulgar. Apa adanya tanpa sensor (edit) yang mempertimbangkan azas kesopanan, kepatutan, dan kelayakan suatu hasil jurnalisme.
Lihatlah, betapa akrabnya anak-anak hingga orang dewasa dengan istilah 'memperkosa, membunuh, bom bunuh diri, tawuran, perselingkuhan, korupsi, Mutilasi, Terorisme, dst' yang juga di sertai gambar serta tayangan yang teramat Vulgar bahkan seolah menjadi berita utama yang di butuhkan oleh khalayak.
Aneh bila Jurnalisme berkampanye anti kekerasan, anti anarkiesme, Pembela hak-hak azasi, dst, tetapi di saat yang sama justru memberi gambaran di sertai narasi penjelasan bagaimana, kekerasan, anarkiesme, pemerkosaan, itu terjadi? Bukankah ini mengingkari diri sendiri?
Mari telusuri dengan seksama, dalam 1 x 24 jam berita apa yang menonjol dari tayangan TV Nasional dan transnasional. Jangan heran, jika berita Kekerasan dan anarkiesme dalam segala bentuk, perselingkuhan oleh berbagai kalangan atau korupsi yang terjadi baik di Birokrasi, Legislatif, Yudikatif dan swasta, menjadi Porsi besar di banding berita-berita pendidikan, keagamaan, kesenian.
Tengok juga, kejadian-kejadian serupa (seperti tayangan dan berita itu) banyak menginspirasi anak-anak sampai orang-orang dewasa untuk menirukannya.
Demikian juga harian-harian yang terbit, baik pagi pun sore, setali tiga uang dengan Tayangan-tayangan itu. 
Sahabat saya itu mengatakan : "...seperti itu Jurnalisme, ia harus jujur, apa adanya untuk memberitakan sesuatu kepada khalayak"
Atas komentar ini, saya berfikir, apakah musti seperti itu? Apa adanya? Jurnalisme dalam bentuk Gambar (foto) memang musti begitu, tetapi apakah gambar-gambar seperti, tubuh yang terpotong-potong, terburai, misalnya. Layak untuk di tonton atau di lihat?
Atau rekaman kejadian (vidio) pembunuhan, penembakan oleh polisi, kecelakaan dengan tubuh yang terlindas, atau tayangan korban peperangan (pertempuran), investigasi kepolisian terhadap pemerkosa dan korban, atau wartawan menanyakan bagaimana si pelaku membunuh, memperkosa, membakar, membuat senjata rakitan, layak menjadi tontonan sebagai hasil jurnalisme?
Masih ingat siaran langsung tembak-menembak antara Polri versus terorisme di Temanggung waktu yang lalu? 
Juga tayangan langsung dari rumah-rumah terbakar karena tawuran antar kampung dari Lampung juga dari Sulsel beberapa tahun lalu? 
Atau siaran langsung demonstrasi di sertai 'pentung-pentungan, pukul memukul, tendang menendang, hantam menghantam disertai perkataan Vulgar, makian dan hujatan Apakah ini layak di tonton oleh pemirsa Indonesia? 
Atau tayangan perkelahian yang terhormat wakil-wakil rakyat di senanyan, waktu lalu? 
Apakah semua itu layak? siapa yang mengijinkan? Pemerintah? Masyarakat? Atau demi jurnalisme yang jujur dan apa adanya tadi?
Saya pikir, ini bukan jurnalisme yang berkebudayaan, tetapi kampanye kekerasan kesegala arah, atau dengan kata lain bahwa kekerasan, anarkiesme, korupsi, pemerkosaan, pembunuhan, adalah sesuatu yang 'biasa-biasa' saja alias sah-sah saja. Hm!
Jurnalisme dalam paham saya, bertugas memberitakan kejadian, tetapi pada saat yang sama Jurnalisme juga menjaga Kepatutan, kesopanan dan kelayakan sebuah berita (tayangan, suara dan tulisan).
Sebagai salah satu pilar 'pembangun kebudayaan' maka Jurnalisme memiliki tanggung jawab soal itu. 
Pada akhirnya, saya berfikir, jangan-jangan Jurnalisme justru pelaku kekerasan atas dirinya sendiri.
Samarinda, awal april 2016

Ing English

Cultural Essays on Violence Journalism.
By. Romo Wl Ro Ma.
There are billions of news that we hear, read and watch the results of the Multi Media Journalism. Even for context and contemporary texts, Journalism is a major part in the life of human communication. So it's important he (journalism) to the World is very narrow, and no boundaries to it. The impact is, openness, transparency and kebenderangan for everything. Therefore, Journalism emerged as a 'god' sole power over anything, except over himself.
We are grateful for the achievement of that, we are grateful for this result. Rejoice with all incidents and events in seconds can be read, heard, watched at the same time in all corners of the World. A friend of mine, who is also a journalist, said that the only world without borders, is Journalism.
'Any news can be! My friend continued it. Politics, sport, culture, fighting, fights, rapes, Educational, all become the object of journalism. Obviously my friend.
Perhaps my friend's statement is true, given the fact so.
As an observer of culture and also a The priest, I actually questioned this statement. Journalism without borders is Denial In journalism itself. That is, the denial of the noble intention of the purpose of journalism. Is not a news aggregator, Journalists must edit, write and deploy or declare what is collected (of course after editing). Either in the form of audio-visual else in the form of text, including in the form of sound.
So it is not without limits, but respect for the Spirit of journalism itself. Presumably it's the Spirit that binds Journalism, long gone, either move around.
No wonder when the news, either in the form of impressions (audiovisual), images, text and sound, showing 'something or showing' Vulgar journalism. What is without sensor (edit) that considers the principle of modesty, decency, and the feasibility of the results of journalism.
Look, how close the children and adults with the term 'rape, murder, suicide bombings, fights, infidelity, corruption, mutilation, terrorism, etc.' which was also accompanied by images and impressions very Vulgar even as the headlines are in needed by the audience.
Strange when campaigning journalism anti-violence, anti anarkiesme, Defender of rights, and so on, but at the same time it gives an overview accompanied by narrative explanation of how, violence, anarkiesme, rape, it happens? Is this not deny yourself?
Let searched carefully, in 1 x 24 hour news what stands out from the National TV shows and transnational. Do not be surprised, if news and anarkiesme Violence in all its forms, infidelity by various groups or corruption that occurred in both the bureaucracy, Legislative, Judiciary and private, into a large servings in an appeal news educational, religious, artistic.
See also, similar events (such as impressions and news) inspired many children to adults to imitate.
Likewise, the dailies published, either too early afternoon, three-quarter money with Shows that.
My friend said: "... such journalism, he should be honest, what to preach something to the audience"
Comment on this, I think, what it must be like? As it is? Journalism in the form of image (photo) must indeed be so, but whether such images, bodies mutilated, frayed, for example. Deserves to be watched or seen?
Or footage of the incident (vidio) murder, shootings by the police, the accident with a body crushed, or impressions of victims of war (battles), the police investigations against the rapist and the victim, or the journalist asked how the perpetrators of murder, rape, burning, to make the weapons, decent a spectacle as a result of journalism?
Still remember the live broadcast of a shootout between police versus terrorism in Temanggung time ago?
Also the live stream from the houses on fire since fighting between the village of Lampung also from the province a few years ago?
Or broadcast live demonstrations accompanied the 'bat-bat, hit hit, kick to kick, hit hit with Vulgar words, curses and blasphemies Is this feasible watched by viewers Indonesia?
Or impressions fights were honorable representatives of the people in senanyan, time ago?
Is it all worth it? who is allowed? Government? Society? Or for the sake of journalism that is honest and candid about?
I think, this is not journalism cultured, but a campaign of violence in all directions, or in other words that the violence, anarkiesme, corruption, rape, murder, is something that 'ordinary' alias legitimate. Hm!
Journalism in my understanding, in charge of proclaiming the incident, but at the same time journalism also keep Decency, modesty and the feasibility of a message (display, sound and text).
As one of the pillars 'culture builder' then Journalism has a responsibility about it.
In the end, I think, lest Journalism abusers instead of himself.
Samarinda, early april 2016


Rob Colection.
RWM.BOONG BETHONY

Tidak ada komentar: