03/03/23

Esei HAIKU

Esei tentang : Haiku, dunia para pecinta ketenteraman Jiwa.


Selendang sutra
Angin melambai lambai
Di api unggun
Untuk pecinta seni menulis puisi pendek Haiku, ia banyak mendapat keleluasan pengetahuan. Dan bukan hanya keleluasan ilmu, juga (mustinya) ketenangan bathin dan kelemah lembutan. Ini pendapat saya mengenai dampak belajar dan menulis Haiku.
Apa Haiku?
Sesungguhnya, Haiku itu 'hanyalah' sebuah cara penulisan puisi pendek yang diatur sedemikian rupa oleh para 'founding father' dari abad ke-XVI (Matsuo Basho (1644–1694), Onitsura (1661–1738 kemudian Yosa Buson (1716–1783) lalu Kobayashi Issa (1763–1827) sampai pada abad ke-XX (Masaoka Shiki dkk seangkatannya) asal Negeri Matahari terbit.
Sebuah puisi pendek, yang ditulis dalam tiga baris saja, lalu hanya memuat 17 suku kata, dimana pada baris pertama terdiri dari 5 (lima) suku kata, baris ke-2 (dua) memuat 7 (tujuh) suku kata, baris ke-3 (tiga), 5 (lima) suku kata. Sampai disini, sangat gampang menulisnya atau menciptakannya.
Tetapi ketika, tiga (3) baris itu harus dihubungkan dengan sesuatu yang disebut KIGO ATAU PERTANDA WAKTU pun PERTANDA MUSIM, ia (haiku) menjadi sulit atau sukar untuk sebuah puisi pendek.
Saat menulis Puisi pendek biasa, yang selama ini di lakukan, bebas merangkai kata dan kalimat tanpa memenuhi persyaratan tertentu. Tetapi menulis Haiku yang hanya terdiri dari tiga baris dan 17 suku kata itu, siapapun akan mengernyit alis, dahi berkerut, memaksa otak bekerja, mencari kosakata yang pas, mempelajari tanda-tanda waktu atau tanda - tanda musim plus mengkemas semua itu dalam 17 (tujuhbelas suku kata). Ingat, 17 SUKU KATA dan BUKAN 17 (TUJUHBELAS) KATA. Bayangkan, sebuah puisi terdiri dari tiga baris dan 17 suku kata untuk mewakili kisah atau cerita yang di tuang atau diceritakan dalam bentuk tulisan.
Seorang teman yang hampir berputus asa ketika belajar menulis Haiku, menginterupsi begini : Romo...mengapa mendorong aku memasuki dunia haiku yang aneh dan asing ini, heh? Mari bertarung membuat puisi setebal Pledoi pengacara kasus.....qkqkqkqkqkkqqk.
Uniknya, lolos atau tamat dari pembelajaran atau persyaratan ini (tigas baris, dengan 5 suku kata baris pertama, tujuh suku kata di baris kedua dan 5 suku kata baris ketiga), seorang penulis haiku di hadapkan pada tahap berikutnya. Yaitu, PEMOTONGAN KATA ATAU PEMOTONGAN MAKNA yang juga di sebut KIREJI.
Apa KIREJI?.
KIREJI ialah sebuah tehnik penulisan Haiku yang memotong kata dengan makna tertentu atau pemotongan makna pada baris tertentu (dalam salah satu dari tiga baris Haiku) untuk mengantar atau memasuki baris berikutnya. Dalam penulisan puisi pendek biasa yang selama ini di kenal, pemotongan makna atau pemotonga kalimat tidak terlalu di perhatikan dan bukan sesuatu yang menjadi keharusan. Tetapi dalam pencipta atau menulis Haiku, ia (KIREJI itu) adalah sesuatu yang musti ada. Sama seperti KIGO, KIREJI tidak bisa ditanggalkan. Ia melekat, ia ada disitu, ia bagian dari Haiku. Persis KIGO yang Tak Mungkin anda lupakan, anda abai.
Disitulah menariknya menulis Haiku. Indahnya pencipta Haiku. Tantangan kreatif dari Haiku.
Menilik sejarah awal-awal para Founding Father asal negeri Matahari Terbit itu, kita akan masuki dunia sederhana, dunia pertapaan, zona meditatif, wilayah sunyi dari barak-barak pertapaan para Founding Father Haiku di alam desa jaman itu. Dari Dunia sederhana, dunia pertapaan, zona meditatif, wilayah sunyi itu, lahirlah apa yang kita kenal sebagai Puisi Pendek Jepang yang populer disebut HAIKU. Haiku lahir dari suasana seperti itu. Suasana dimana para pencipta (creator) larut dalam dialog-dialog meditatif terhadap dunia sekitar. Yaitu, dunia para pendeta Zen. Dunia para pencari ketenteraman, dunia pencari hakekat yang melahirkan Puisi pendek Haiku.
Di kota-kota modern sekarang ini, suasana seperti itu sulit didapat meski tak menutup kemungkinan menciptakan situasi seperti itu, sebagai contoh misalnya, Padepokan yang di bangun oleh sobatku Yusup Oeblet di pinggiran Cirebon sana. Toh, alam pedesaan di Nusantara, teramat luas untuk membangun suasana begitu. Lalu apa yang mampu kita lakukan?
Penuhi dulu standart menulis Haiku, dalam bentuk refleksi-refleksi sederhana mengenai alam sekitar, atau situasi manusia, atau hiruk pikuk dunia dan riuh rendah laku manusia. Banyak objek untuk itu.
Kita kembali pada maksud esei sederhana ini ya.
Jadi pertama, menilik sejarah singkat itu, kita dapat menarik benang merah sebagai kesimpulan, bahwa Haiku merupakan karya spiritual, bahasa bathin, yang lahir dari kecintaan pada ketenteraman atau kedamaian hati, ketenteraman bathin.
Jadi kedua, Haiku sebagai bahasa bathin, mestinya memberi dampak pada para penulis. Karena menulis Haiku, butuh perenungan, butuh kedalaman hati, butuh ketengan jiwa, agar hasil cipta, jadi indah.
Mengapa Harus Haiku?
Haiku oleh para penciptanya, dibuat untuk memberi pesan yang berisi : Pengajaran, ajakan, cinta kasih terhadap alam dan sesama, sebagai keseimbangan hidup, yaitu manusia dan manusia, manusia dan alam, alam dan manusia.
Pada tahap mengisi pesan inilah, seorang penulis Haiku butuh perenungan, butuh ketenangan (dalam konteks ini, yang sering dilakukan adalah pemotongan makna atau kata, disebut KIREJI)>
Jadi bukan hanya para penulis Haiku yang butuh meditasi, perenungan ketika menulisnya, tetapi juga para penikmat Haiku atau para pembaca Haiku. Sulit ya. Tidak jika mengerti benar apa Haiku itu.
Karena begitu sulit, memahami pesan-pesan dalam Haiku, maka kemudian di tolonglah para pembaca untuk memahami, menangkap, mengerti, dibimbing untuk memasuki pesan-pesan dalam Haiku, melalui sebuah sketsa yang dengan sengaja di buat oleh para pencipta atau penulis Haiku. Sketsa ini di sebut HAIGA.
Yaitu, sketsa yang menggambarkan 'apa pesan atau isi' dari Haiku yang ditulis. Sketsa atau Haiga ini berfungsi begitu.
Sebuah Haiga (sektsa gambar dan Haiku), hakekatnya adalah mengantar para pembaca mampu menangkap pesan-pesan pencipta Haiku.
Jadi bukan gambar biasa-biasa saja atau sekedar tempelan untuk melengkapi sebuah Haiku, agar disebut Haiga.
Wajah rembulan
Melompat di dedaun
Bulu galago
Semoga bermanfaat untuk para pecinta Haiku.
Salam dan doa rahayu.
Romo Ro Wl Ma,
(pemerhati kebudayaan dan rohaniawan protestan, sekarang tinggal di Jakarta)
Bacalah juga postingan ini duhai sobatku Whizz Pad.
Catatan : Esei singkat ini adalah penggalan dari tulisan tentang : Haiku, Mencari Ketenteraman. Saat ini sedang naik cetak.
Keterangan foto tidak tersedia.
Semua tanggapan:
Helda Magdalena, Asan Andreas dan 183 lainnya
249
Bagikan

249 komentar

Paling relevan


RWM.BOONG BETHONY

Tidak ada komentar: