Tanjung Priok
Aroma laut menjemput aneka parfum
Barang berkotak-kotak bergerak datang dan pergi
Di bibir laut, dermaga beton, kulepas kekasih mencumbu Ceremei
Tak ada lambaian sapu tangan terlebih selendang biru muda seperti 40 tahun lalu saat engkau berlayar menuju laut bebas
Lampu kuning kokoh mematung diselingi laron-laron tertipu kilaumu persis para pendatang berlabuh mengadu nasib di tubuh bandar Jakarta jadi apa saja, kau aduk jadi satu
Tanjung Priuk oh semenanjung Jayakarta berabad jadi pintu gerbang imperialis, pencuri dan pedagang dari mana-mana.
Tanjung priuk oh semenanung Jayakarta, engkaulah saksi perpisahan dan kisah antara air mata berbaur darah bahkan jadi jalan tikus penelikung pajak, candu, cerita yang tak usai.
Tadi, subuh sebelum ayam berkokok langit jakarta pucat tanpa embun, kering dan tak bergairah bukan karena kau meninggalkan dermaga beton itu, semata karena jakarta dan langit tak saling mengenal. Karena itu, di sini, di jakarta kita hanya saling menatap, jika jodoh saling menyapa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar