Yang Kudus versus Yang Profan, Taman Ismail Marzuki masa kini - Renungan kebudayaan.
Dalam pengertian lebih luas, yang kudus adalah sesuatu yang terlindung dari pelanggaran, pengacauan dan atau pencemaran. Yaitu, sesuatu yang dihormati, dimuliakan, tidak dapat dinodai. Dalam konteks ini, pengertian 'yang kudus' tidak hanya terbatas pada agama. Maka banyak objek, baik sifat keagamaan pun bukan, berupa tindakan, tempat atau areal, kebiasaan atau tradisi bahkan gagasan-gagasan dapat dianggap sebagai kudus. Dalam pengertian sempit, yang kudus adalah sesuatu yang suci, keramat.
Sementara , yang profan adalah sesuatu yang biasa, umum, awam, tidak dikuduskan, bersifat sementara, tindakan-tindakan yang secara radikal mengubah bahkan meniadakan yang kudus.
Taman Ismail Marzuki (TIM) adalah areal atau tempat Kudus Kaum Budayawan dan Pegiat/praktisi Seni yang sudah berdiri dan mendapat pengakuan sahih khalayak Seniman - Budayawan juga dari kaum awam (Masyarakat penikmat dan Birokrat). Wibawa dan Marwah Taman Ismail Marzuki, tidak datang begitu saja atau diturunkan dari langit. Ia (Wibawa/Marwah) itu, butuh puluhan tahun dan ribuah bahkan jutaan Kaum Budayawan dan Pekerja Seni meneteskan keringat, melahirkan ide-ide/gagasan, menuangkan kreatifitas dalam ragam bentuk (audio visual - Filem, Lukisan, Tarian, Drama, Teater, Musik, Kesusastraan) hingga terbentuk seperti sekarang ini.
Dari sejak semula, Ketika Gubernur Ali Sadikin, Sang Legenda Jakarta itu, mewakafkan, menyerahkan areal yang dikenal sebagai Taman Ismail Marzuki ini, tahu bahwa Jakarta khususnya dan Indonesia umumnya, butuh tempat, wadah, bagi kaum penjaga Bangsa yang kritis dan kreatif memelihara moral, nilai-nilai, norma-norma dan estetika sebagai Bangsa Indonesia (bukan negara).
Dari kandungan Taman Ismail Marzuki lahir Kaum Budayawan yang mumpuni, kaum seniman yang Handal dan tersohor keseluruh pelosok dunia.
Taman Ismail Marzuki / TIM merupakan Pertapaan para Beghawan Kebudayaan, tempat meditasi Empu-empu seni, Kawah candradimuka calon-calon Resi Budayawan dan Seniman.
Tempat untuk melahirkan gagasan/ide-ide kudus, pemikiran kudus, karya-karya kudus para budayawan dan seniman.
Taman Ismail Marzuki merupakan panggung ritual nan religius para Beghawan, para Empu, para Resi dari seluruh pelosok Negeri ini bahkan dari luar Negeri.
Tapi......para Danyang, para Sengkuni, para Durno/Druno, kaum pecinta dunia Profan, tak gembira, tak suka kekudusan itu.
Maka diutuslah DASAMUKA/Raksasa bermuka sepuluh (10) mengobrak - abrik Taman Ismail Marzuki dengan 'MANTRA MAHA SAKTI, REVITALISASI TIM'.
Pohon-pohon tumbang, akarnya tercerabut, bilik-bilik pertapaan rata tanah, pondok-pondok meditasi roboh berkalang debu, pondasi - pondasi perenungan musnah tergilas Gadah Dasamuka, lorong-lorong, rerumputan, bebatuan jadi abu sang angkara murka.
Meradang...yah meradang para Beghawan, marah kawanan Empu, murka kaum Resi. Semua, mendongak dan melawan dalam kekudusan.
Menyelamatkan, mempertahankan, Yang kudus versus yang profan.
Melawan kaum Durno/Druno, melawan kawanan Danyang, melawan Sengkuni yang di pimpin Dasamuka.