03/12/18

Kegagalan Partai Politik

Renungan Kebudayaan Politik Kebangsaan dan Partai Politik. 
Para pakar katakan bahwa salah satu alat kelengkapan dari apa yang disebut sebagai Demokrasi adalah Partai Politik. Partai Politik merupakan elemen primer untuk membangun Demokrasi di manapun di diseluruh negara dalam kampung besar yang disebut Bumi ini. 
Dalam premis tersebut diatas, maka sesungguhnya Partai Politik memililki tugas mulia demi keberlangsungan Demokrasi sebagai sebuah puncak Kebudayaan bernegara dan terutama berbangsa.

Tugas mulia partai politik?
Tugas mulia? Iya, sebagai elemen primus demokrasi, partai politik bertugas untuk mencari dan menghadirkan 'kader-kader dan orang-orang terbaik untuk disodorkan sebagai calon legislatif, calon walikota, calon bupati, calon gubernur dan calon presiden'. 
'Kader terbaik dan orang-orang terbaik itu bagaimana? Ini yang harus segera kita rumuskan bersama, setidak-tidaknya sebagai Bangsa Indonesia, ingat bukan sebagai Negara!. 
Jika bicara tentang negara, maka objek percakanpan akan selalu berputar-putar pada apa yang disebut sebagai HUKUM. Bukankah ujung tombak dan pedang bernegara ada pada HUKUM? nach..dalam kontek ini, orang-orang baik menurut Negara belum tentu baik menurut nilai kebangsaan. 
Sebagai contoh : Jika seorang caleg menurut Negara, memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan, maka seseorang tersebut 'dilayakkan' sebagai calon dari Partai politik nukan? 
Tak peduli mental spiritualnya seperti apa!
Lihatlah dan hitunglah, berapa ratus bahkan ribuan untuk tidak mengatakan jutaan, mereka yang menduduki jabatan politik harus berhadapan dengan Hukum? 
Mulai dari Gubernur, Bupati, Walikota, DPRD dan DPR RI, bukan orang-orang ini hasil dari sistem demokratisasi melalui dan oleh Partai-partai politik yang nota bene 'hanya' memenuhi persyaratan-persyaratan menurut ketentuan negara saja? 
Disitulah, kegagalan partai politik di Indonesia, untuk menghadirkan orang-orang baik, kader-kader terbaik yang yang memiliki intergritas kebangsaan dan mental spiritual mumpuni untuk disodor/ditawarkan pada pemilik suara, yaitu rakyat. 
Belum lagi banyak Partai-partai Politik yang mengukur para calon dari sisi material/finasiil, padahal itu bukan segala-galanya.

Mestinya, nilai-nilai kebangsaan juga jadi beberapa sarat penting dalam merekruit, siapapun yang akan disodorkan oleh partai politik kepada rakyat.
Apa kebangsaan? Kebangsaan adalah orang-orang yang dipersatukan oleh nilai-nilai yang berlaku dan diakui bersama dan atau dalam suatu wilayah. 
Sebagai contoh : Orang Sumatra dengan berbagai suku di sana juga agama dan bahasa, dipersatukan dengan orang-orang dari Indonesia Timur (juga dengan berbagai latar belakang suku, agama, dst), dipersatukan dengan orang-orang dari Indonesia bagian tengah dalam sebuah nilai yang kita sebut Indonesia. Nilai persatuan, nilai bahasa, nilai wilayah dan nilai tradisi sebagai kebudayaan orang Indonesia. 
Banyak calon bupati, calon gubernur, calon walikota, bahkan calon presiden yang abai pada nilai kebangsaan, nilai kesatuan, nilai tradisi berbangsa. 
Jadi jangan heran, jika ada anggota legislatif, Bupati, Walikota, Gubernur, bahkan mungkin presiden, yang ngomong seperti bukan Bangsa Indonesia, bicara mengingkari kebangsaan Indonesia, bahkan sering kali memecah belah kebangsaan kita sebagai bangsa Indonesia.

Kalau sudah begitu siapa yang salah? Sudah jelas dan terang, bahwa Partai politik di Indonesia gagal menghadirkan orang-orang terbaik, kader-kader terbaik untuk membangun bangsa dan Negara Indonesia.
Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi bukan? 
Kacau, politik pecah belah, politik hoax dan ketidak nyamanan relasi antar sesama anak bangsa.

Ach..andai saja Partai-partai politik mampu menghadirkan yang terbaik dari sisi intelektual, sisi spiritual, maka pemilihan umum menjadi proses-proses pendidikan kebudayaan demokrasi kebangsaan kita.
Alhualam.

(Akhir November 2018)
Romo Ro Wi Ma
Pemerhati dan penggerak Budaya Kebangsaan.
Tinggal di jakarta.





RWM.BOONG BETHONY

Tidak ada komentar: