ODE.
Semata.
Hanya mata.
Mengenal dunia.
Duniamu, duniaku.
Tapi saja hatimu tak kumengerti.
(salatiga, 15 Feb'013)
Semata.
Hanya mata.
Mengenal dunia.
Duniamu, duniaku.
Tapi saja hatimu tak kumengerti.
(salatiga, 15 Feb'013)
DOA.
Berjalan bersamamu
seperti aroma
Wangi, busuk
Silih ganti
Dan semua itu
Membuatku malu
Duhhh.
(Puspogiwang-Semarang, 00.39, 16 February'013)
LARANGAN
adalah jemari yang menari
Lentik tanpa arah.
adalah serangai
bayangan tubuhmu
bukan milik.
selalu saja begitu.
(puspogiwang-Semarang. 00.46, February 16-013)
KENANG KENANGLAH.
Waktu ku temukan dia
sesuatu yang lama terkubur menggeliat
Liar
bergerak
meronta
menggetar
entah untuk siapa.
sejumput rambut mengurai
menjumbai menutup
Meski begitu
Senyum itu aku tahu
Wangi rambut aku hapal
lentik jemari yang dulu
selalu menggapit lengan
menyisah
jadi kenangan.
Waktu ku temukan dia
Sesuatu yang lama berusaha kuredam
jinak
diam
lunglai
teredam
entah untuk siapa
Ikal rambut menjuntai
melambai mengibas
walau seperti itu
Kulum ini aku mengerti
harum merebak begitu asing
indah jari-jari yang pernah ku rindu
menyisih harapan
tinggal harapan
Kalau sempat nikmati syair ini
Itu karena engkau tahu
Entah siapa itu.
(Taman Srigunting, Medio Oktober 2011 - Semarang)
Sesal.
Dulu, dulu skali.
Aku pernah tutur tentang
Jelaga serupa pekat malam.
Tentang Jiwa.
Kini kau mengerti.
Ach, andai ketika itu segera kau raih
pastilah guritanmu tidak begitu.
Ibu.....
Ach...
Ibu rinduku pada sedap kopyor air susumu
Menjadikan aku lelaki sejadi
lelaki dalam cinta
Lelakimu, ibu.
Ibu, belahan dadamu
menuang hidup
Lantaran itu
kini ku tahu arti cinta
kumamah
jadi kekasih.
Engkau itu, ibu
perempuan bersari selendang bidadari
Wanita berselempang pelangi.
Ibu.
kini ku dewasa dan mengerti
makna langkah gontaimu
menjauh
pelahan dan
nanap bulir air mata
menyatu dalam cintamu.
(kaliurang, 25 juli' 00.14 wib)
(Ibu)
Kalau ibu harus pergi
jangan bawa semua
Tinggalkan sebagian untuk kami.
Bila ibu mesti menjauh
Jangan ambil yang pernah kau beri
Sebab engkau ibu.
Bunda kami.
(kaliurang, 25 juli' 23.43)
Siapa.
Duduk bawah peron stasiun tawang
tengadah
lunglai tungkai
sembab
tatap mereka lalu lalang
jengah
jarit hati
kerab
aku bukan manusia!
Suparmin beringsut galau.
Manusia punya kaki, tangan, dia tidak
Manusia bekerja, dia tidak.
Karena itu dibiarkan rambut tutup wajahnya
daki jadi jelaga
tanpa baju
tanpa apa
tanpa
aku bukan manusia!
Suparmin menyeret risau
Manusia punya hati, rasa, dia tidak
Manusia berusaha, dia tidak
Lantaran itu lapar jadi tawa
tiada duka
tiada apa
tiada
Taman Srigunting, Medio Februari 2011, Semarang.
YANG TERKURUNG
Kau maki
Kau umpat
aku jawab, ho-oh
marahmu menjadi
kau injak
kau tumbuk
kau gampar
aku diam
kau melalar
serupa gurita
meremas
pecah
berhamburan
tertiup angin
terbawa aliran
hinggap di dedauan
pada pucuk gunung
pantai
kini
aku ada dimana-mana
sementara
engkau hanya disitu.
Taman, Srigunting - Semarang
KENANGAN
Denpasar...Aku datang.
Mari berncanda nikmati debur riak sanur dan celoteh pengagummu.
Ku harap tubuh elok dan pesonamu
merangsangku mengukir syair-syair yang lama mati
masihkah gairah lenggok-lenggok dan jemari lentik dalam kerling nakal
bangkitkan gairahku mencumbui parasmu
Sanur! Sanur!
Ku rindu janur-janur menyatu tonggak penjor
Mendayu rayu
kembang pelangi menebar senyum
Sanur, engkaulah sejatinya gadis dewata
Gadis seribu wajah.
(taman Srigunting, 18 sep'011)