14/06/14

Cerita sekitar PILPRES 2014

Ach..energi itu akan berputar-putar lagi.
(catatan pinggir tenatng BOLA dan PILPRES)

2 bulan lalu, energi rakyat Indonesia liar berputar-putar seperti angin puyuh terhisap oleh gaung Pemilihan legislatif yang marak dengan Amplop itu. Terhisap oleh Amplop-amplop liar yang melayang kemana saja arahnya, hinggap pada mereka yang terkurung oleh kisaran 30.000 rupiah hingga 100.000 rupiah. Murah meriah tanpa pertimbangan akal sehat apalagi oleh nurani terlebih spiritdemokrasi. Beberapa pekan sesudah itu, energi-energi liar itu mengerucut pada 2 kubu calon presiden dan wakil presiden. Persoalan masih sama, meskipun penampakannya berbeda. Yaitu sama-sama menggugat spiritdemokrasi dan menelanjanginya bulat-bulat sampai nadir. Kali ini bukan permainan amplop vulgar, terang benderang (yang disatu pihak oleh bawaslu tak dipungkiri tapi sulit terbukti dengan alasan tak ada yang mau jadi saksi dan pada pihak lain gelembung suara dimana-mana terjadi. Sejauh ini hanya ada sanksi adiministratif versus kesalahan adiministratif penyelenggaraan Pemilu kemudian masuk dalam kotak lebel pelanggaran ringan? Benarkah seperti itu?). Energi itu liar tuding menuding masing-masing kubu capres-cawapres. Mengemuka keburukan, borok dan lara masing-masing. Saling lempar, saling teriak siapa lebih buruk dan lebih baik. Rakyat tersapu kesitu, bergulingan, berputar, saling menindih, menyikut bahkan merayu-rayu. meminta-minta, adu pekik, semoga kelak tidak jotos-jotosan. Menurut kabar angin yang entah diletupkan oleh siapa, bisa saja kentut seseorang, karena kabar itu mustinya baik. Lha namanya kabar, kan selalu baik. Tapi ini kabar busuk dan berbau. Amplop-amplop liar itu beterbangan dalam jumlah milyard dari kantong kubu yang ada. Kepada siapa saja yang mendekat apalagi membawa gerembolannya. Semua energi terhisap kesana pada kubu-kubu itu. Energi yang mustinya baik dan positif untuk demoraktisasi rakyat indonesia, pembelajaran bagi umat, pembudayaan untuk msyarakat, peradapan bagi bangsa; terlihat serupa teaterikal temporal, bagai pertunjukan ketoprak, serupa karnaval tahunan, tampak sebagai tawuran antar pelajar, tanggung dan akil balik.
Tapi Energi, semua kesitu. Berputar-putar disitu, seperti mati hidup disitu. Merapat, berbaris, mengibarkan panji-panji, mengelabui dan menelikung siapa saja, tak jelas siapa Baghawan dan siapa garong. Siapa guru siapa murid. Siapa Resi siapa rampok. Siapa pujangga siapa pedagang.
Tak jelas, mana pasar mana kampung, mana kantor mana terminal, mana rumah ibadah mana penggadaian.
Tak beda, laki perempuan, anak orang tua, pemangku rakyat, budayawan asongan, baik bobrok, jelaga mutiara. Jadi satu, berpelukan, bergandengan, berlarian,berebut dan berhantam.
Entah bilamana Energi itu henti lalu hinggap disawah-sawah, diladang, dikebun, dipantai, dipabrik, dikantor, disekolah, dikampus, dirumah, dijalanan.
Dan kini, Energi itu terpesona oleh Pementasan akbar di Brasilia. Saya berharap Energi itu berkumpul kesana, agar tak ada lagi energi liar, negatif mengelilingi kubu capres dan cawapres.
Semoga.
(RWM - Jatimulyo Kricak, Yogyakarta, 14 Juni 2014)

RWM.BOONG BETHONY