21/02/23

Gembira

Sajak tentang kegembiraan.


Bawa saja kabar gembira pada siapa saja sobat. Begitu aku jawab seorang bpk yang datang bertanya begini : Romo. bagaimana menghadapi hidup yang sulit seperti sekarang ini?
Bagaimana caranya? Cecar bpk itu lebih lanjut.
Sederhana sobat, jangan biarkan dirimu dipermaimkan rasa marah, iri dan benci.
Hanya itu romo?
yahhh...itu saja. Dan jangan lupa bergembirah sebab Tuhan itu menggembirakan! tandasku.
Wahh...itu yang sulit romo! potongnya cepat. Terutama amarah. sambungnya.
Lha kalau sobat belum mencoba sudah bilang sulit, maka pikiranmu akan membuatnya sungguh sulit.
Maksud romo?
Begini sobat, Pikiran itu selalu mengajak kita mencari keuntungan dam keuntungan. Pikiran tidak pernah rela mengalah apalagi rugi. Karena itu pikiran selalu mengajak mencari untung, termasuk soal marah. Bukankah marah itu akibat karena kita dirugikan? baik karena materi pun imaterial?
Contohnya romo?
Misalnya, sobat bicara lalu tidak dihiraukan lawan bicara. Akan timbul pikiran disepelekan, dipandang enteng dst. Atau membantu seseorang tapi yang bersangkutan tak berterimakasih, pikiran kita kemudian menganggap orang itu kurang ajar, tak tahu diri dst. Hal-hal kecil dan sederhana seperti itu serimg membuat marah bukan?
Iya romo.
Itu hal sederhana sobat. Kalau dunia ini selalu marah karena hal kecil dan sesederhana seperti itu apa akibatnya pada yang lebih dari itu?
Iya romo.
Bukankah lebih indah menjaga hati agar tetap bergembira?
Iya romo.
Nach cobalah sobat.
-----------------------------
Ket : Nagra, aku dan Remy di Balai Budaya Jakarta, January2023



RWM.BOONG BETHONY

20/02/23

Jakarta dan Haiku

Jakarta VI

Tak ada waktu lowong, roda besi menggelinding mengejar penawar dari jendela bertingkat hingga di balik layar. Tak ada suara sayup, ribut antara putaran pembeli dan pedagang. Bahkan secangkir kopi pun tak sempat dingin apalagi sungai yang kehilangan hening, mau cari apa? Tak jelas antara bangkai dan mayat, tak kentara patung dan manusia. Semua bernilai di saat jatuh semurahnya.
Jalan tak pernah sepi, mall dan supermarket punya cerita, bandar tak sunyi, sandal dan sepatu hilir mudik
topeng - topeng datang pergi pergi datang. Kain dan plastik bahkan ransel berlomba pulang dan berangkat, tak ada perhentian selain perjalanan.
Kotak tembok melalar kesamping, kebawah, keatas dan memanjang entah bila kan henti.
Di Jakarta semua kisah ialah cerita dan seluruh cerita adalah kisah, tentang kardus, tentang salon, tentang senayan, tentang istora, tentang istana, tentang sungai jadi selokan dan selokan berubah sungai, tentang kaum puritan melawan demonstran, tentang ketunggalan menantang kebhinekaan, tentang kaum beriman berhadapan mereka yang kafir, tentang kelompok feodal versus pro demokrasi, tentang melawan Tuhan.
Tapi roda besi terus menggelinding, menggilas yang lengah, menggiling yang lalai, persis seperti yang kau katakan beberapa tahun lalu. "kalau nuranimu kuat jangan kejakarta" itu nasehatmu bukan?
Jangan jadi apa-apa jika tak berani seperti si rajatega
Jangan, sebab di sini, di jakarta, semua bisa jadi siapa dan siapa jadi bisa tak perduli nafasmu anyir atau bau bangkai, tak perduli tubuhmu membusuk pelahan
tak perduli otakmu tak waras
tak perduli kau gadai jiwamu
tak perduli kau percaya kuasa Tuhan
tak perduli kau penjaja tubuh
tap persuli kau guy
tak perduli kau waria
tak perduli kau bisek
tak perduli kau siapa
asal pintar bersandiwara
asal cerdik berpura - pura
asal pandai bermain
Dan roda besi akan terus menggelinding, berputar - putar, bermain hidup yang tak bernyali.
(Pasar Minggu, medio Feb'019) ------------------------------------------------

Rumah Rawat

Lorong dan pintu-pintu
Dingin
Sejuk pun tak
Dingin
Bukan pilihan
Ya
Bukan
Lorong dan jendela-jendela
Tangis juga harapan
Sejuk pun tidak
Dingin
Bukan pilihan
Ya
Bukan.
Roda dan kereta
Ranjang pun keranda
Sejuk pun tidak
Dingin
Bukan pilihan
Ya
Bukan
(Cilandak'18)
----------------------------------------

Beberapa haiku

1.
Dikeremangan
Perempuan bersolek
Menghias bintang 2.
Kota Jakarta
Tembok pongah beroda
Menggilas waktu 3.
Sudut waringin
Hujan menyebar haiku
Riang gembira 4.
Di atas langit
Angin senja yang sepoi
Rendevouz hati ------------------------------

Duka.

ialah kelahiran dan kematian
ialah kehidupan
bukan kematian
tidak pula kelahiran
menangislah kekasih saat menjalani hidupmu
tangisi kegagalan mencintai
tangisi ketika kehilanagan kasih, kehilangan sayang
bukan! bukan kematain yang harus menetes air mata
bukan! bukan kelahiran air matamu
bukan! bukan pernikahan kau menangis
tapi hidup! hidupmu
sungguh! sungguh perih saat kau kehilangan cinta di hati, di rasa, di jiwa, di pikir
sungguh! sungguh menyakiti ketika kehilangan kasih sayang
sungguh! sungguh saat itu butuh air mata
duhai kekasih, kekasihku
kematian tidak menyakitimu
kehidupan yang menyayatmu
kehidupan yang mengirismu
duhai kekasih, kekasihku
raihlah cintamu
gapai kasihmu
peluk sayangmu
penuhi hidupmu
karena itu yang kau bawa pergi
inilah kata mesra pengharapan
selain itu tak
duhai kekasih, kekasihku
Kekasih nun Abadi.
(catatan kecil dari ceceran ilmu, kupunguti) ---------------------------------
Ket Foto : TollJor suatu sore. 2019.



RWM.BOONG BETHONY

17/02/23

Malam-malam Sunyi

Malam-malam sunyi.

Lampu lampu kehilangan cahaya meski menyala
Jalan, selasar, panggung, sepi.
Tak ada suara tawa, tiada perbantahan mutual, bahkan coretan perupa menghilang hanya sesekali terdengar puisi mengalun terbawa angin
Rumah yang dulu riuh, rame dan kreatif jadi kubur, hanya puing-puing tinggal bata-bata berserakan
Gelas, piring, garpu dan sendok tak lagi beradu, gerobak - gerobak beraroma sate, nasi goreng, cilok dan gorengan mengungsi entah kemana.
Duh kekasih, malang nian engkau
Bercumbu mesin penggilas sejarah pemamah narasi - narasi pengulum naratif panggung
Aduh sungguh buruk perjalananmu kekasih gagah tegak tak nampak kecantikan luntur terburai hanyut terbawa arus revitalisasi
teringat Umar Kayam ketika menulis Kunang-kunang di Manhattan tapi engkau lebih sunyi dari itu, bukan sunyi di keramaian tapi engkau sunyi itu.
Dan sesunyi itu berarti mati
Aku tak mau mengirim krans kembang terlebih keranda sebab berarti aku pun mati
Mau aku menumpuk bata-bata berserakan dan menyusun puing yang terserak lalu sekali lagi meminta agar mesin-mesin penggilas zaman itu meruntuhkan tumpukan dan susunan tersisa
Agar semua tahu, sunyi adalah kehidupan
Di sini engkau kekasih di hati, di otak, di kaki, di tangan. Di situ Taman kami ada selamanya.
(TIM February 2020)
------------------------------
Sahabat ialah sajak 1 (satu)

Rinrin Candraresmi....dimana engkau?
Menari?
Membaca puisi?
Ach bukan salah satunya, karena engkau keduanya.
Maka berhamburan puisi dari lentik jemarimu
Dan terbawa angin hingga pucuk-pucuk dedaunan
Sebab itu, semua jadi sajak di tanganmu, di pikirmu, di gerakmu.
Panggung-panggung adalah rumahmu.

(Rin, kalau kamu baca sajak ini, kirimlah sekeranjang Jengki dari bandung)  
                    Foto : Aku dan Rinrin, Agustus 2016





RWM.BOONG BETHONY

13/02/23

A falling leaf.

A falling leaf.

You came at the end of January, greeting, stroking, soft and cool. But at that moment you left. Leaves.. leaves falling to meet her lover. There was no welcome greeting or goodbye.
At the beginning of February, you send rain to marry a branch with fallen leaves so that the lover keeps giving birth to the green shoots.
And when the flowers bloom at the end of February, you pick a sprig of flowers, you tie it up and then you place it on a wet pile, your tears fall.
But regret and tears don't mean anything anymore.
Just like a withered flower on your lap. (Jakarta 2019) ..................................................

The story of the lake "Banyu Biru"

The fallen leaves floated down into the water in a circle, swaying, breaking and twisting the tree and then silence. The wind blows pushing into the middle of the lake small ripples grow on the banks. Here, at the edge of the lake at the head of the headland, once a girl floated and fell, making clear water swirling, rippling, breaking the silence of the lake on the shore, ending her love story in lonely silence. (Blitar 2019)

-----------------------

Tears are dripping down the leaves.

When the Sun divides the light in the east window opens then the dew drops drop by drop. Cold, dusty warm bed was silent at the end of the room A cold wind broke through the frozen window in a silent room, remembering you said, I fused with you and there was no me and you anymore. Only love, only us. But that was then, long before you left the bed so dusty. The window that you normally open every morning, is now fragile and weathered. Tightly closed and silent, as quiet as the heart that covers you.
Sorry is meaningless.
Tears lose their meaning.
Fell frozen one after another.
(Pennsylvania, medio February 1996)
---------------------------------------

Pada Mula.

Kosong, Roh yang melayang layang
Tak ada perhinggapan
Hanya cakrawala tanpa bayangan
Lalu air
Kemudian daratan
Pada akhirnya aku dan kamu
Roh yang melayang layang
Hinggap
Berpagutan
Berpelukan
Bermesraan
Lahirlah daging
Rupa
Wajah
Kemudian seraut
Tak ada abadi dibawah mentari
Tiada yang kekal!
Dagingmu
Tubuhmu
Tulangmu
Darahmu
Tak pernah ada
Sungguh-sungguh ada
Benar-benar ada
Tapi Roh
Jiwa
Hati
Ialah cinta kekal
Cinta abadi
Tak dapatkah itu kita bangun bersama?
Kita jalani bersama?
Karena hanya itu yang abadi
Sebab itu yang kekal.
Masih kau tanya, cintamu?
Masih kau ragu cintaku?
(Pantai Anyer 2018 diambang petang) ---------------------------------

Tentang pagiku


Tak ada embun terlebih cericit beburung dan kokok ayam hanya alaram dan dengungan Ac menyusup di antara plastik warna warni entah siapa memulai. Semua persegi tanpa tegur ramah hidup tak sama dulu ketika jengkerik mengantar mimpi dan kekalong menari nari dikenari. Mentari pucat menerpa persegi tak pernah menyentuh bumi jegal menjegal potong memotong tak beranting terlebih berdaun.
Pagiku tak pernah menyenangkan selain buru memburu di antara kenalpot dan roda roda besi. Mata nyalang memerah jam tidur berlalu mengukir wajah kusut tak ekspresi tak merasa tak menikmati semati pagi pagiku di metropolitan
(Jakarta Februari 2016)
--------------------------------

Sunyi kata.

Dunia sunyi para petapa memekuri silangsengketa riuh mayapada
Dunia senyap ki pujangga menekuni nilai - nilai buana
Dunia sepi ruang begawan menjaga harmoni hidup sederhana, kelembutan tatap kepolosan, tuturan rupa tapi awas jangan coba kata-kata bukan bunyi
bunyi tidak kata-kata (Samarinda Januari 2016) -------------------------------

Ialah.


Dunia sunyi
para petapa
memekuri silangsengketa riuh mayapada
Dunia senyap
ki pujangga
menekuni nilai - nilai buana
Dunia sepi
ruang begawan
menjaga harmoni hidup
sederhana, kelembutan tatap
kepolosan, tuturan rupa
tapi awas
jangan coba
kata-kata bukan bunyi
bunyi tidak kata-kata
(Jatimulyo, Medio February 2014) ---------------------------------

Kahlil Gibran sang pecinta.

Suatu kali kau pinta untuk menyusuri lorong-lorong kecil diantara bukit - bukit Padas diantara jajaran kayu aras Lebanon.
Angin sepoi-sepoi basa berhembus membawa aroma laut kering jadi embun dipucuk Aras menjuntai biru langit.
Bunga padang - padang di tangan gembala kecil berguguran, angin, kering dan lakmus.
Seperti kerikan gandum yang tak bersuara dan buli-buli pemerahan yang kini kosong, berdebu
Domba dan lembu kurus mengiring gembala yang tertatih
Kemana rumput hijau?
Kemana bunga-bunga Padang bebukitan?
Kemana angin basah dari laut mati?
Kau hanya membisu menyapa bukit-bukit kering
Kau terdiam menatap kering reranting kayu aras
Lebanon oh Lebanon Cinta yang tak pernah padam
Meski kayu-kayu aras mengering sampai ke akar
Walau bukit-bukit mengeras menguras mata air
Tatkala air mata jadi harga mati
Lebanon oh lebanon.
Kahlil Gibran yang dulu mencintaimu dan membawa cintanya sampai ke liang, pun tak mampu menghalau panas cintamu
Didih cintaku
Di tepian laut mati kau berdiri tapi tak sendiri
Matilah waktu kemaren
Dukalah masa lalu.
Foto : Myself February 2016




RWM.BOONG BETHONY

10/02/23

Cerita jelang Paskah 2023

Terkoyak.

Di kapel tua yang kini hanya membayang di benak, teringat padri tua pernah pidato. Dia bilang, dosa ialah jubah jubah yang selalu di pakai dan perkataan perkataan yang terucapkan. Ingat itu! Sementara ketelanjangan dan kepolosan ialah kesucian yang selalu sembunyi di balik jubah dan perkataan surgamu. Maka engkau butuh persinggahan untuk menaruh semua itu. Rumah di mana surga hanya cerita yang tak pernah mengoyak jiwa kecuali utak atik otak. Maka jubah jubah itu kerap berubah, kata kata selalu baru dan rumah rumah persinggahan berjejer berlomba berkisah tentang surga, surga di mana hati terasa asing persis seperti mimbar mimbar raksasa menjulur julur meninggi ninggi semakin menjauhi siapa apa.
Ach, kisah semakin melalar, jubah jubah hanya pakaian yang mudah robek dan lapuk
Ach cerita kian molor, ucapan ucapan tak lebih dari perkataan gampang terbawa bayu dan berlalu
Ingat selalu, kata padri tua sambil melepas jubah telanjang bulat tubuhnya berborok borok berbau bau, berbusuk busuk dan berteriak Aku tak butuh jubah. Aku tak perlu berbicara.Luka ini, perih ini, bau ini adalah surga. Surga yang dihindari siapa apa. Aku tak butuh rumah, tak butuh apa siapa.
Maka padri tua itu menggaruk garuk sekujur tubuh, borok boroknya menyembur nanah kesegala arah hinggapi siapa apa. Bau baunya anyir jatuh di mulut siapa apa. Lalu merobek robek tubuh menarik jantung, memecah mecah menumbuk numbuk hingga membubuk bubuk, angin menterbangkan kemana saja. Dan tangan si padri tua itu mengoyak hati siapa apa saja.
Mengoyak hatimu
Hatiku.
(Rabu Abu 2016)
_____________________________________

Perempuan Ibu.


Seorang anak laki-laki kecil bertanya kepada ibunya "Mengapa
ibu menangis?"
"Kerana aku seorang perempuan", kata sang ibu kepadanya.
"Aku tidak mengerti", kata anak itu.
Ibunya hanya memeluknya dan berkata, "Dan kau tak akan pernah mengerti"
Kemudian anak laki-laki itu bertanya kepada ayahnya, "Mengapa
ibu suka menangis tanpa alasan?"
"Semua perempuan menangis tanpa alasan", hanya itu yang dapat dikatakan oleh ayahnya.
Anak laki-laki kecil itu pun lalu tumbuh menjadi seorang
laki-laki dewasa, tetap ingin tahu mengapa perempuan menangis.
Akhirnya ia menghubungi Tuhan, dan ia bertanya, "Tuhan, mengapa perempuan begitu mudah menangis?"
Allah berfirman:
"Ketika Aku menciptakan seorang perempuan, ia diharuskan untuk menjadi seorang yang istimewa. Aku membuat bahunya cukup kuat untuk menopang dunia; namun, harus cukup lembut untuk memberikan kenyamanan "
"Aku memberinya kekuatan dari dalam untuk mampu melahirkan anak dan menerima penolakan yang seringkali datang dari anak-anaknya "
"Aku memberinya kekerasan untuk membuatnya tetap tegar ketika orang-orang lain menyerah, dan mengasuh keluarganya dengan penderitaan dan kelelahan tanpa mengeluh "
"Aku memberinya kepekaan untuk mencintai anak-anaknya dalam setiap keadaan, bahkan ketika anaknya bersikap sangat menyakiti hatinya "
"Aku memberinya kekuatan untuk mendukung suaminya dalam
kegagalannya dan melengkapi dengan tulang rusuk suaminya untuk melindungi hatinya "
"Aku memberinya kebijaksanaan untuk mengetahui bahwa seorang suami yang baik takkan pernah menyakiti isterinya, tetapi kadang menguji kekuatannya dan ketetapan hatinya untuk berada disisi suaminya tanpa ragu"
"Dan akhirnya, Aku memberinya air mata untuk dititiskan dan ini adalah khusus miliknya untuk digunakan bilapun ia perlukan."
"Kau tahu, kecantikan seorang perempuan bukanlah dari pakaian yang dikenakannya, susuk yang ia tampilkan, atau bagaimana ia menyisir rambutnya."
"Kecantikan seorang perempuan harus dilihat dari matanya, kerana itulah pintu hatinya..tempat dimana cinta itu ada." Romo 1996. ------------------------------------------

Secarik kertas.

Seperti kemaren aku terbangun jam segini.
Dalam kata-katamu, suaramu, kelembutanmu.
Telah melenakan jiwa angkuh dan melunakkan batu di kepalaku.
Sudah surutkah air matamu?
(Aku baca penggalan kalimat ini dari secarik kertas lembaran cerpen yang tercecer, tapi aku merasa potongan cerpen itu, bercerita tentang kita) (February 2018) *****************************************

Lubang lubang Sastra.

Wahai penjual
mari sini mainkan generasi kultur jadi popkultur
buang rasa malu apalagi haru
taik kucing semua itu
ini masa suram bung
siapa pun boleh melipat dunia
(Kucium, sejuta birahi, penjual nama memoles diri. dia tahu. dia mengerti, pasar)
....Romo Pojok UKDW....10022014.... Foto : Lampu Gantung di rumah'2014


RWM.BOONG BETHONY

01/02/23

BUDI BAHASA

Budi Bahasa..masikah?


Kita kenal istilah, Budi bahasa yang memiliki arti Verba : Perkataan (tuturan) dan Laku (perbuatan). Dalam perkembangan Budaya Indonesia Budi Bahasa memiliki arti yang luhur (mulia) dan tinggi (sebagai idiom dan pengajaran) mempertontonkan perilaku masyarakat Nusanatara.
Dalam teks dan konteks budaya, maka Budi Bahasa sebagai idiom merupakan keadaan (sebagai spiritualitas ke-bahasa-an dan ke-perilaku-an) yang patut jadi teladan, di contoh, layak menjadi panutan, dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam teks dan konteks Pengajaran/pendidikan, maka Budi Bahasa adalah etiket, ke-sopan-santun-an, sebagai pengajaran dan pendidikan kebudayaan.
Dalam diskursus dua teks dan konteks diatas, maka Budi bahasa merupakan norma atau nilai atau ke-adab-an dan ke-adat-an atau moralitas primer ke-Indonesian relasi manusia dan manusia dalam strata sosial. Baik di relasi ke-iman-an (sebagai pengajaran agama), relasi kekerabatan, relasi priyayi kawula, relasi guru murid, dst.
Pertanyaan kekinian, masihkah Budi Bahasa memiliki arti seperti penjelasan sederhana diatas?
Simaklah, Budi Bahasa anggota DPR RI, Mentri-mentri, Anggota POLRI/TNI, Para Rohaniawan, Dosen-dosen dan guru-guru, Birokrat, Seniman (sebagai budayawan).
Apakah butuh reapresiasi pada pemaknaan Budi Bahasa sebagai Idiom, dan atau gambaran Budaya kita?

Dibawah adalah diskusi tentang topik di atas :
  • Yusup Oeblet
    Tidak boleh lelah ..catatan penting yg Romo hadirkan ini terasa betul
  • Yusup Oeblet
    Untuk menjadi koreksi pada masing masing nurani kita ..
  • Romo
    Kangmas Yusup Oeblet....sesungguhnya demikian sobatku.
  • Barth Padatu
    "Budi" senantiasa merupakan ekspresi bahasa. Tapi berbahasa tidak senantiasa "membudi" ðŸ™‚
  • Heru Slamet Suharto
    Dlm kultur Jawa dulu ada 'unen2' AJINING DHIRI ,ANA KEDALING LATHI . yg secara bebas dpt diartikan kurang lebih : harga diri seseorang terlihat dlm tutur katanya.
    2
  • Mryana Veta
    Bahasa menunjukan bangsa. Budi bahasa seseorang menunjukan watak seseorang. Kalau seseorang anggota DPR, maka untuk mengukur kualitas manusianya, lihat saja budi bahasa. Atau. tutur kata hakekatnya refleksi kepribadian seseorang. Yang ditulis Romo ini … 
    Lihat Selengkapnya
  • Embie C Noer
    Setidaknya kita punya ukuran ideal ttg perilaku. Soal realitas yg begini dan beginu, begitulah. Harapan. Semoga kita tetap optimis. Karena optimis juga perilaku yg baik.
    2
  • Faruk Tripoli
    harus dicoba cari dulu sebab kepudarannya, mas. misalnya, ekonomisasi hubungan sosial, hubungan antara manusia dengan sesamanya dan bahkan dengan benda-benda sekitarnya. budi bahasa mulai dilanggar ketika pemimpin sudah menempatkan diri sama rata dengan orang biasa. dan yang meratakan itu duit. itu satu kemungkinan. dan untuk melawan itu tidak cukup hanya menggalakkan pengajaran budi bahasa..
  • Romo
    Sobat Barth Padatu....tentu lain dulu lain sekarang bro. Budi Bahasa seabgai Idiom bermasyarakat seperti yang saya urai sederhana di atas, sesungguhnya merupakan gambaran bahwa mustinya Bahasa itu juga merupakan budi, bukan sekedar ekspresi bunyi.
  • Romo
    Kangmas Mryana Veta...betul sekali itu kangmas. Prihatin saja bahwa ternyata Budi bahasa sekarang ini tidak relevan lagi. Banyak yang berbahasa surga tetapi perilakunya (maaf) cebong. Makasih sudah mampir.
  • Romo
    Mas Embie C Noer...hahahahaha....sepertinya ungkapan mas itu keprihatinan yang mendalam atas realitas.
  • Romo
    Mas Prof Faruk Tripoli...saya teringat postingan kangmas beberapa waktu lalu, tentang Priyayi dan kawula dalam relasi-relasi sosial. Mungkinkah, itu salah satu penyebab disamping kemungkinan lain seperti mas tulis di atas. Ataukah, karena priyayi (rohaniawan, Birokrat) di satu sisi sudah ikutan gaya hidup masyarakat awam (kawula, dengan sistem-sistem kawula, seperti bergaul, berbahasa, dst)?
    • Faruk Tripoli
      ketika seorang dalang atau seniman raisin-isin ngomongke duwit apa payu, saat itulah, mas, budi bahasa berakhir
      3
    • Romo
      Saya hanya mengutip degup jantungku mas prof.....Dekkkkkkk......teringat para rohaniawan (Ustad dan Pendeta) suka pasang tarif untuk sebuah renungan atau khutbah pada umat yang butuh...dan sekali lagi dekkkkk Kangmas Faruk Tripoli.
    • Faruk Tripoli
      ya, mas. ngelus dada jarene wong mbiyen..
      2
  • Romo
    Membaca tulisan ini saya terkenang seorang sahabat, kawan, guruku tetapi juga muridku....
  • Dicky Tjandra
    Amin !!!!!.....
  • Poltak Situmorang
    Romo Ro WI Ma,
    Banyak anak bangsa dari kecil sudah mulai diajari bahasa asing, sementara bahasa ibunya di nomor duakeun. Hasilnya, bahasa ibunya yang agung itu terlupakan dan hanya menggunakan bahasa asing yang diagungkan itu. Tidak ada tata krama berbahasa sesuai dengan posisinya.
    Sementara si budi lebih suka melakukan studi banding ke negara antah berantah, sehingga "budi pekerti" itu semakin sirna.
    Jadi teringat pepatah dari daerah tempatku dilahirkan :
    "Pantun Hangoluan, Tois hamagoan" (Kesantunan adalah kehidupan, sikap meremehkan sumber bencana.)
    Rahayu....Rahayu...Rahayu...!
  • Romo
    Makasih persetujuannya kanda Dicky Tjandra....rahayu Kristus menyertai...amain.
  • Romo
    Sobatku Poltak Situmorang...horas..horas..horass.
    Benar apa yang oppung bilang itu...sikap sederhana amat penting dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara...semua sama, semua punya hak...🙂 



Foto :  Aku, Bandung 2018

                                                            



RWM.BOONG BETHONY