10/02/23

Cerita jelang Paskah 2023

Terkoyak.

Di kapel tua yang kini hanya membayang di benak, teringat padri tua pernah pidato. Dia bilang, dosa ialah jubah jubah yang selalu di pakai dan perkataan perkataan yang terucapkan. Ingat itu! Sementara ketelanjangan dan kepolosan ialah kesucian yang selalu sembunyi di balik jubah dan perkataan surgamu. Maka engkau butuh persinggahan untuk menaruh semua itu. Rumah di mana surga hanya cerita yang tak pernah mengoyak jiwa kecuali utak atik otak. Maka jubah jubah itu kerap berubah, kata kata selalu baru dan rumah rumah persinggahan berjejer berlomba berkisah tentang surga, surga di mana hati terasa asing persis seperti mimbar mimbar raksasa menjulur julur meninggi ninggi semakin menjauhi siapa apa.
Ach, kisah semakin melalar, jubah jubah hanya pakaian yang mudah robek dan lapuk
Ach cerita kian molor, ucapan ucapan tak lebih dari perkataan gampang terbawa bayu dan berlalu
Ingat selalu, kata padri tua sambil melepas jubah telanjang bulat tubuhnya berborok borok berbau bau, berbusuk busuk dan berteriak Aku tak butuh jubah. Aku tak perlu berbicara.Luka ini, perih ini, bau ini adalah surga. Surga yang dihindari siapa apa. Aku tak butuh rumah, tak butuh apa siapa.
Maka padri tua itu menggaruk garuk sekujur tubuh, borok boroknya menyembur nanah kesegala arah hinggapi siapa apa. Bau baunya anyir jatuh di mulut siapa apa. Lalu merobek robek tubuh menarik jantung, memecah mecah menumbuk numbuk hingga membubuk bubuk, angin menterbangkan kemana saja. Dan tangan si padri tua itu mengoyak hati siapa apa saja.
Mengoyak hatimu
Hatiku.
(Rabu Abu 2016)
_____________________________________

Perempuan Ibu.


Seorang anak laki-laki kecil bertanya kepada ibunya "Mengapa
ibu menangis?"
"Kerana aku seorang perempuan", kata sang ibu kepadanya.
"Aku tidak mengerti", kata anak itu.
Ibunya hanya memeluknya dan berkata, "Dan kau tak akan pernah mengerti"
Kemudian anak laki-laki itu bertanya kepada ayahnya, "Mengapa
ibu suka menangis tanpa alasan?"
"Semua perempuan menangis tanpa alasan", hanya itu yang dapat dikatakan oleh ayahnya.
Anak laki-laki kecil itu pun lalu tumbuh menjadi seorang
laki-laki dewasa, tetap ingin tahu mengapa perempuan menangis.
Akhirnya ia menghubungi Tuhan, dan ia bertanya, "Tuhan, mengapa perempuan begitu mudah menangis?"
Allah berfirman:
"Ketika Aku menciptakan seorang perempuan, ia diharuskan untuk menjadi seorang yang istimewa. Aku membuat bahunya cukup kuat untuk menopang dunia; namun, harus cukup lembut untuk memberikan kenyamanan "
"Aku memberinya kekuatan dari dalam untuk mampu melahirkan anak dan menerima penolakan yang seringkali datang dari anak-anaknya "
"Aku memberinya kekerasan untuk membuatnya tetap tegar ketika orang-orang lain menyerah, dan mengasuh keluarganya dengan penderitaan dan kelelahan tanpa mengeluh "
"Aku memberinya kepekaan untuk mencintai anak-anaknya dalam setiap keadaan, bahkan ketika anaknya bersikap sangat menyakiti hatinya "
"Aku memberinya kekuatan untuk mendukung suaminya dalam
kegagalannya dan melengkapi dengan tulang rusuk suaminya untuk melindungi hatinya "
"Aku memberinya kebijaksanaan untuk mengetahui bahwa seorang suami yang baik takkan pernah menyakiti isterinya, tetapi kadang menguji kekuatannya dan ketetapan hatinya untuk berada disisi suaminya tanpa ragu"
"Dan akhirnya, Aku memberinya air mata untuk dititiskan dan ini adalah khusus miliknya untuk digunakan bilapun ia perlukan."
"Kau tahu, kecantikan seorang perempuan bukanlah dari pakaian yang dikenakannya, susuk yang ia tampilkan, atau bagaimana ia menyisir rambutnya."
"Kecantikan seorang perempuan harus dilihat dari matanya, kerana itulah pintu hatinya..tempat dimana cinta itu ada." Romo 1996. ------------------------------------------

Secarik kertas.

Seperti kemaren aku terbangun jam segini.
Dalam kata-katamu, suaramu, kelembutanmu.
Telah melenakan jiwa angkuh dan melunakkan batu di kepalaku.
Sudah surutkah air matamu?
(Aku baca penggalan kalimat ini dari secarik kertas lembaran cerpen yang tercecer, tapi aku merasa potongan cerpen itu, bercerita tentang kita) (February 2018) *****************************************

Lubang lubang Sastra.

Wahai penjual
mari sini mainkan generasi kultur jadi popkultur
buang rasa malu apalagi haru
taik kucing semua itu
ini masa suram bung
siapa pun boleh melipat dunia
(Kucium, sejuta birahi, penjual nama memoles diri. dia tahu. dia mengerti, pasar)
....Romo Pojok UKDW....10022014.... Foto : Lampu Gantung di rumah'2014


RWM.BOONG BETHONY

01/02/23

BUDI BAHASA

Budi Bahasa..masikah?


Kita kenal istilah, Budi bahasa yang memiliki arti Verba : Perkataan (tuturan) dan Laku (perbuatan). Dalam perkembangan Budaya Indonesia Budi Bahasa memiliki arti yang luhur (mulia) dan tinggi (sebagai idiom dan pengajaran) mempertontonkan perilaku masyarakat Nusanatara.
Dalam teks dan konteks budaya, maka Budi Bahasa sebagai idiom merupakan keadaan (sebagai spiritualitas ke-bahasa-an dan ke-perilaku-an) yang patut jadi teladan, di contoh, layak menjadi panutan, dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam teks dan konteks Pengajaran/pendidikan, maka Budi Bahasa adalah etiket, ke-sopan-santun-an, sebagai pengajaran dan pendidikan kebudayaan.
Dalam diskursus dua teks dan konteks diatas, maka Budi bahasa merupakan norma atau nilai atau ke-adab-an dan ke-adat-an atau moralitas primer ke-Indonesian relasi manusia dan manusia dalam strata sosial. Baik di relasi ke-iman-an (sebagai pengajaran agama), relasi kekerabatan, relasi priyayi kawula, relasi guru murid, dst.
Pertanyaan kekinian, masihkah Budi Bahasa memiliki arti seperti penjelasan sederhana diatas?
Simaklah, Budi Bahasa anggota DPR RI, Mentri-mentri, Anggota POLRI/TNI, Para Rohaniawan, Dosen-dosen dan guru-guru, Birokrat, Seniman (sebagai budayawan).
Apakah butuh reapresiasi pada pemaknaan Budi Bahasa sebagai Idiom, dan atau gambaran Budaya kita?

Dibawah adalah diskusi tentang topik di atas :
  • Yusup Oeblet
    Tidak boleh lelah ..catatan penting yg Romo hadirkan ini terasa betul
  • Yusup Oeblet
    Untuk menjadi koreksi pada masing masing nurani kita ..
  • Romo
    Kangmas Yusup Oeblet....sesungguhnya demikian sobatku.
  • Barth Padatu
    "Budi" senantiasa merupakan ekspresi bahasa. Tapi berbahasa tidak senantiasa "membudi" ðŸ™‚
  • Heru Slamet Suharto
    Dlm kultur Jawa dulu ada 'unen2' AJINING DHIRI ,ANA KEDALING LATHI . yg secara bebas dpt diartikan kurang lebih : harga diri seseorang terlihat dlm tutur katanya.
    2
  • Mryana Veta
    Bahasa menunjukan bangsa. Budi bahasa seseorang menunjukan watak seseorang. Kalau seseorang anggota DPR, maka untuk mengukur kualitas manusianya, lihat saja budi bahasa. Atau. tutur kata hakekatnya refleksi kepribadian seseorang. Yang ditulis Romo ini … 
    Lihat Selengkapnya
  • Embie C Noer
    Setidaknya kita punya ukuran ideal ttg perilaku. Soal realitas yg begini dan beginu, begitulah. Harapan. Semoga kita tetap optimis. Karena optimis juga perilaku yg baik.
    2
  • Faruk Tripoli
    harus dicoba cari dulu sebab kepudarannya, mas. misalnya, ekonomisasi hubungan sosial, hubungan antara manusia dengan sesamanya dan bahkan dengan benda-benda sekitarnya. budi bahasa mulai dilanggar ketika pemimpin sudah menempatkan diri sama rata dengan orang biasa. dan yang meratakan itu duit. itu satu kemungkinan. dan untuk melawan itu tidak cukup hanya menggalakkan pengajaran budi bahasa..
  • Romo
    Sobat Barth Padatu....tentu lain dulu lain sekarang bro. Budi Bahasa seabgai Idiom bermasyarakat seperti yang saya urai sederhana di atas, sesungguhnya merupakan gambaran bahwa mustinya Bahasa itu juga merupakan budi, bukan sekedar ekspresi bunyi.
  • Romo
    Kangmas Mryana Veta...betul sekali itu kangmas. Prihatin saja bahwa ternyata Budi bahasa sekarang ini tidak relevan lagi. Banyak yang berbahasa surga tetapi perilakunya (maaf) cebong. Makasih sudah mampir.
  • Romo
    Mas Embie C Noer...hahahahaha....sepertinya ungkapan mas itu keprihatinan yang mendalam atas realitas.
  • Romo
    Mas Prof Faruk Tripoli...saya teringat postingan kangmas beberapa waktu lalu, tentang Priyayi dan kawula dalam relasi-relasi sosial. Mungkinkah, itu salah satu penyebab disamping kemungkinan lain seperti mas tulis di atas. Ataukah, karena priyayi (rohaniawan, Birokrat) di satu sisi sudah ikutan gaya hidup masyarakat awam (kawula, dengan sistem-sistem kawula, seperti bergaul, berbahasa, dst)?
    • Faruk Tripoli
      ketika seorang dalang atau seniman raisin-isin ngomongke duwit apa payu, saat itulah, mas, budi bahasa berakhir
      3
    • Romo
      Saya hanya mengutip degup jantungku mas prof.....Dekkkkkkk......teringat para rohaniawan (Ustad dan Pendeta) suka pasang tarif untuk sebuah renungan atau khutbah pada umat yang butuh...dan sekali lagi dekkkkk Kangmas Faruk Tripoli.
    • Faruk Tripoli
      ya, mas. ngelus dada jarene wong mbiyen..
      2
  • Romo
    Membaca tulisan ini saya terkenang seorang sahabat, kawan, guruku tetapi juga muridku....
  • Dicky Tjandra
    Amin !!!!!.....
  • Poltak Situmorang
    Romo Ro WI Ma,
    Banyak anak bangsa dari kecil sudah mulai diajari bahasa asing, sementara bahasa ibunya di nomor duakeun. Hasilnya, bahasa ibunya yang agung itu terlupakan dan hanya menggunakan bahasa asing yang diagungkan itu. Tidak ada tata krama berbahasa sesuai dengan posisinya.
    Sementara si budi lebih suka melakukan studi banding ke negara antah berantah, sehingga "budi pekerti" itu semakin sirna.
    Jadi teringat pepatah dari daerah tempatku dilahirkan :
    "Pantun Hangoluan, Tois hamagoan" (Kesantunan adalah kehidupan, sikap meremehkan sumber bencana.)
    Rahayu....Rahayu...Rahayu...!
  • Romo
    Makasih persetujuannya kanda Dicky Tjandra....rahayu Kristus menyertai...amain.
  • Romo
    Sobatku Poltak Situmorang...horas..horas..horass.
    Benar apa yang oppung bilang itu...sikap sederhana amat penting dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara...semua sama, semua punya hak...🙂 



Foto :  Aku, Bandung 2018

                                                            



RWM.BOONG BETHONY