11/06/15

Kumpulan Puisiku.


Jakarta oh jakarta.
Diantara deru kenalpot dan asap mengusap muka, lalu saja kau cerita ego
Tentang anak-anak negeri perempatan, orang-orang kehilangan keorangan, sumpah serapah sewarna wajah pesolekmu.
Kerling bola matamu memesona siapa tuk hampiri hanya tertipu kerap lalu serupa rautmu sesal pun tak.
Riuh klakson memburu seolah tiada waktu tak perduli siapa, gilas tergilas, tampar tertampar, damprat terdamprat, pangkas terpangkas, singkir tersingkir, ini jakarta sobat bilangmu membilang bilang tiada henti.
Di jemari terkepal surat bukan takdir tapi nasib, pun teriakmu
Harus berani, jegal jegali, , hidup hidupi, makan makani lantaran itu perempuan perempuani, lelaki lakii, kau ubah apa.
dari apa pun apa
pada siapa pun siapa
mengapa pun mengapa
daripada pun daripada
darimengapa pun darimengapa
daripadamengapa pun daripadamengapa
tiada pun tiada
waktu pun waktu
tiadawaktu pun tiadawaktu
(Wisma GPIB, Gambir jakarta, Medio Juni'15)

Mpok Enti
bergelut lawan malam
bermain sarung
tapi itu dulu, katanya
kubuang ia ganti mantel bulu
tapi tetap lawan malam
karena malam jadikan mpok apa saja
ya dipinggir kali, rumah harum, gedong tingkat
tak lagi apek aroma keringat
itu beberapa tahun lalu
sarung hangati melawan malam
lantaran hanya itu
kemaren ia bikin cerita
tidur bawah pohon asam ciliwung
Enti tak pernah bangun
tak pernah lawan malam
perginya menitik airmata sejuta mpok Enti
sebab ia ajar semua perempuan melawan malam
dan menitis pada sapa saja.
ya di rumah kardus, ya dirumah harum, gedong bertingkat
Mpok Enti tak pernah enti.
di Kampus UI Depok.

Jakarta.
Perahu tiga tiang jadi kisah usangmu
dulu tak jelas antara mesiu, gaharu dan candu menyerap siapa saja
mengencani
Mener, tokeh dan entong berebut molekmu
sepanjang abad
dan semua jadi cerita yang tak usang
dulu diantara peron dan gedung tua
mentari kelabu seperti derek berkarat menarikmu
cerita apa saja pintamu
celoteh kaki telanjang, sarung kumal, usang asing
harapan urban ceritamu
kali malang selalu malang, ciliwung pasti larung
tak bening persis
kini diantara peron dan gedung tua
kisah derek tua berkaratmu
dan kaki telanjang, sarung kumal, usang asing
tetap saja jadi ceritamu
entah bila henti.
keretamu merah jelaga tak lagi ada ringkikan terlebih taktiktuktak
mesia, gaharu dan cantu jadi pelatuk
untuk siapa saja.
seperti yang kau pinta
masih seperti itu
harapan urban
kali malang kian malang, ciliwung larut keruh
tak beri hidup
hidup tak.
(pojok jakarta, awal mei 2015)


Lingkungan Hidup.
Bunda, engkau basahi Bumi dari sedap kopyor air susumu.
dan kini
Bunda makin tua.
Semoga tak segera mati.


Lelaki lembah Gangga.
Dia bilang
Segala mahkluk adalah cinta kasih
Metta ialah jalan
Karuna adalah persembahan dan
Dharma ialah hidup.
Waisak, tiga suci cinta kasih.
Dan cinta kasih adalah Tuhan.

RWM
(awal Juni, pojok pasar baru - jakarta)

Puisi kupersembahkan kepada saudara, kerabat dan Handai taulanku Budha di Indonesia.

Doa untuk Rohingya.
Tuhan.
Apa salah mereka? 
Apa karena mereka miskin? 
Atau karena mereka Muslim? 
Apa karena mereka tidak serumpun?
Atau karena mereka tidak sesuku?
Tuhan, Tuhanku.
Engkau ampuni kami yang tak perduli derita mereka.
Ampuni Indonesia.
Ampuni Malaysia
Ampuni Thailand
Ampuni Singapure
Ampuni Piliphina.
Ah, manusia tak lagi melihat kemanusiaannya.
Doa ku untuk Semua orang-orang Rohingya.
Kiranya, Tuhan membuka jalan kebahagian untuk mereka.




RWM.BOONG BETHONY