17/05/15

Esei.

Esei : Hujan dan Manusia!
RW. Maarthin
Harian terbit

"..hujan lagi!" Teriak istriku yang sedang menjemur pakaian dibelakang.
"kenapa?" sahutku spontan. Sambil melongot jendela memperhatikan titik-titik air jatuh mengaburkan pemandangan diluar sana.
"Kalau hujan, jalanan banjir Pie!". Sambar kekasihku itu.
"ya, mau bagaimana lagi?" sahutku pendek.
Ya..begitulah keluhan ribuan orang bahkan mungkin jutaan, tiap kali hujan mendera kota Jakarta, Surabaya, Semarang termasuk kota Samarinda. Hujan yang identik Banjir untuk kota-kota tersebut diatas. Keluhan-keluhan yang sepanjang tahun selalu terlontar dalam nada fals Makian, sampai keirama menyalahkan Pemangku Pemerintahan bahkan juga pada Tuhan. Perhatikan keluhan-keluhan yang sempat saya rekam dibawah ini.
"Oh Tuhan(oh my God), mengapa hujan? Aku ada urusan penting hari ini" atau
"Wahhh, bakalan Banjir lagi neh" atau dalam bentuk doa "Oh, semoga tidak banjir kasihan kami ini" atau "Oh Tuhan, mengapa Kau kirim banjir ini?"
Dan kalau sudah Banjir deretan keluhan berupah hujatan. Seperti, "pemerintah kerjanya apa saja sih? Ngatasi banjir saja kagak becus" atau "kalau banjir terus bisa bangkrut aku!" atau "Ini nih, akibat anggaran penanggulangan banjir di Korupsi" anda bisa menulis sendiri deretan hujatan karena banjir. Hujatan itu bisa kepada siapa saja dan dapat diucapkan siapa pun.
Apakah Hujan selalu berakhir Banjir? tentu tidak! Sebab kalau begitu, maka Dunia ini akan selalu kebanjiran jika hujan turun! Dan kalau sudah begitu, maka hidup Manusia tidak normal, dan hidup yang tak normal itu kacau. Kacau itu tidak sehat, tidak aman, tidak nyaman, tidak bahagia. Pasti TUHAN menciptakan manusia bukan untuk tujuan itu. Tuhan ciptakan manusia, agar manusia hidup nyaman, aman, dan bahagia. Sama seperti hujan yang dicipta Tuhan untuk kenyamanan, keamanan dan kebahagian manusia bahkan seluruh mahkluk hidup, termasuk lautan yang penuh air itu butuh hujan untuk mengurai kepakatannya. 
Jadi bagaimana bisa banjir? Pertanyaan ini saya pastikan urusan manusia. Ya! Urusan kita. Nggak perlu doa, apalagi melibatkan Tuhan. Lha, Tuhan itu sudah terlalu repot untuk bagi-bagi rejeki pada manusia. Termasuk mengapa Hujan diciptakanNya, bukankah itu juga rejeki?
Lalu mengapa Banjir? Tanya dirimu! Tanya teman-temanMu. Tanya ibu dan ayahmu! Tanya keluargamu! Tanya orang sekantormu! Tanya teman kuliahmu atau teman sekolahmu! Tanya Kiyaimu. Tanya Pendetamu atau Pastormu. Tanya Pedandemu. Tanya Panditamu. Tanya dosenmu. Tanya profesormu. Tanya pedagang dipasar. Tanya ibu-ibu rumahtangga. Tanya pemerintahmu. Tanya kaum Industriawan. Pokoknya, tanyakan kepada siapa saja! asal jangan kepada Tuhan. Mengapa tidak boleh kepada Tuhan? Lha, Hujan dibuat untuk Manusia dan Tuhan nggak Pernah buat banjir. Lhaaa, ngapain Tuhan yang suka keindahan itu mau ciptain banjir yang selalu merusak, menebarkan kotoran sampah kemana-mana, busuk pula! Lihatlah Dunia kita yang indah dan elok ini! Indah bukan? Elok bukan? Mbok ya pikir yang positif tentang Tuhanmu! Karena Tuhan selalu memberi yang positif! Emang Tuhan pernah membuatmu menderita? Kalau pernah, saya pastikan itu bukan dari Tuhan. Tapi karena ulahmu atau ulah sesamamu. Wahh..kok sudah jauh ya. Hayo balik ke Soal Banjir lagi.
Jadi kok bisa banjir? Ya bisa saja. Lha banjir itu ciptaan Manusia! Ciptaanmu, ciptaan siapa saja. Pokoknya Manusia, ya ikut ciptakan Banjir. Kok bisa? Mau bukti?
Tengok terminal dikota mana saja di Indonesia. Atau jalan-jalan Raya, Pelabuhan-pelabuhan sampai ke bandara-bandara. Belum lagi kampung-kampung diperkotaan yang sampahnya numpuk dimana tempat. Lihat sungai-sungai yang berubah jadi Tong Sampah maha panjang itu? Lho, apa hubunganya? Antara sampah dan Banjir memang tidak berhubungan, tetapi salah satu penyebab banjir karena tumpukan sampah-sampah itu sering kali menghambat aliran air kedaerah yang lebih rendah. Apakah Banjir ciptaan Tuhan? 
Itu baru satu hal, baru sampah. Belum lagi, sistem Pembangunan Gedung-gedung bertingkat dan perluasan daerah hunian atau perumahan baru yang selalu tidak cerdas berdialog terhadap alam. Maksudnya? Jika sampah menjadi penghambat aliran air diatas permukaan tanah, maka bangunan-bangunan itu membentuk Dam-dam air dalam tanah yang memblokir aliran air bawah tanah dengan sistem pondasi yang kedalamannya bisa sampai 7, bahkan puluhan meter. Diatas permukaan Bangunan-bangunan itu menutup pori-pori tanah dengan hamparan tembok yang kian hari melalar entah kapan akan henti. Jalan-jalan raya dibangun pun tidak memberi keleluasan pada aliran air bawah tanah dan dipermukaan. Tengoklah sistem pembangunan jalan raya yang makin hari makin tinggi itu. Tumpukan aspal dan beton secara tidak langsung menyerupai pematang sawah yang terbujur begitu panjang. Jadi sistem pembangunan itu disengaja atau tidak menjadi Bendungan kosong yang ketika hujan turun tinggal mengisinya.Maka cerita banjir menjadi kisah dikota-kota besar Indonesia. 
Masih ingin tahu, bagaimana banjir terjadi? Saya teringat sebuah lagu yang digubah oleh Sang Maestro Keroncong Gesang pada awal-awal Kemerdekaan Indonesia. ada 2 lagu yang digubah untuk menceritakan dan sekaligus menjadi sejarah Cerita Banjir di Indonesia. Lagu, Bengawan Solo dan Semarang Kaline Banjir! Menielisik, lahirnya ke-dua (dua) nyanyian itu berarti memberi informasi bahwa awal-awal Kemerdekaan Repoblik ini, setidak-tidaknya sampai akhir tahun 70-an, Banjir hanya terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo dan Kota Semarang. Itupun, karena DAS bengawan solo dimanfaatkan untuk pertanian dan Perkebunan bahkan semenjak jaman VOC/Belanda. pemanfaatan itu mulai dari Hulu di Jawa Tengah sampai ke Hilir di Jawa Timur. Dan Kota Semarang yang memang 0,75 meter lebih rendah dari permukaan laut. Tapi sekarang, dimulai dari tahun 80-an sampai tulisan ini saya ketik, tiap kali Hujan melanda kota-kota di Indonesia, TV Nasional dan Transnasional selalu rajin menyajikan laporan langsung bagaimana kota-kota itu dipenuhi air. Belum lagi Banjir Bandang dan Longsor yang sewaktu-waktu melanda kota mana saja dan desa atau dusun mana saja di Pelosok Tanah air. Dan Jika Banjir, Banjir Bandang dan Longsor terjadi, akibatnya memilukan. Harta dan Nyawa melayang. Pasti ada yang salah dalam Rancang Bangun Perkotaan dan kegiatan Perekonomian kita. Bagaimana bisa begitu?
Telisiklah pemanfaatan Alam Lingkungan disekitar kita. Manurutmu bagaimana? Apakah Pemanfaatan itu benar-benar memberi kesejahteraan? Memberi Kenyamanan? Apakah Pemanfaatan itu dalam jangka panjang membangun kebahagian untukmu dan keturunanmu? Jika tidak, maka aku semakin yakin bahwa RANCANG BANGUN PEMBANGUNAN KITA SALAH ALIAS KELIRU.
Beberapa teman-teman saya pemerhati Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia menjadi gelisah ketika mendapati bahwa tiap tahun semua Sungai-sungai di Indonesia mengalami penurunan Debit Air. Demikian pula Danau-danau, telaga yang tersebar di Kepulauan Indonesia. Mengapa Debit air itu turun? Bagaimana tidak berkurang? Jika sumber-sumber mata air di hulu berupa gunung dan lembah dalam kelebatan Pohon-pohon Hutan Tropis di 'ganyang' atas nama Pembangunan Ekonomi Demi Kemakmuran Rakyat. Maka Lembah itu menjadi kerontang, Maka Gunung itu berubah jadi bukit gundul yang menganga dengan lebar serta kedalaman ratusan meter bahkan ribuan meter karena eksploitasi Pertambangan, Pemanfaatan Hutan, sampai pada Perkebunan. Itulah sebabnya sungai-sungai tidak lagi sederas dulu. Celakanya, sungai-sungai yang tidak deras itu suatu waktu jadi petaka karena ketika Hujan di Hulu dan areal hutan, lembah tidak lagi sanggup menyerap air. Dan mereka yang tinggal di Hilir, jadi korban. Mengerikan bukan? Amati apa yang terjadi di Puncak Bogor yang jadi Mata air beberapa sungai di Jakarta. Atau daerah ketinggian seperti Lawang dan Malang bagi sungai-sungai yang mengalir di kota Surabaya? Demikian juga Daerah ketinggian Bandungan bagi kota Semarang. bahkan kota-kota seperti Bandung yang nota bene berada didaerah ketinggian pun tidak luput dari banjir. Apa yang terjadi?

Pertengahan tahun 2000-an sampai sekarang, Hampir semua orang di Indonesia, lantang bicara soal 'GO GREEN INDONESIA'. LSM, Birokrat sampai tingkatan Mentri, Presiden, juga Perguruan Tinggi di Indinesia, termasuk Lembaga Keagamaa hingga Rancangan APBN dan Rancangan APBD juga bicara soal itu. Apa pendapatmu sobat? Apa buktinya? Diatas Kertas? Semua bisa begitu Bro.
Yang kita butuh adalah aksi dan aksi. Kerja, Kerja dan kerja! Kata Presiden JOKOWI! Tapi tunggu dulu. Aksinya dalam bentuk apa? Kerjanya bagaimana? Nachhh, persoalannya disitu kan? Kita jago konsep dan keteter pada aksi dan Kerja! Entah mengapa, kita suka ikutan bicara tentang apa saja meski tidak tahu substansi percakapan itu. Kalau ada Banjir, tiba-tiba semua jadi ahli soal banjir. Gunung Meletus, semua jadi ahli vulkanologi. Gempa melanda, jutaan pakar memberi pendapat. Demikian juga soal Go Green Indonesia. Tiba-tiba saja semua jadi ahli 'Go Green'. Disertai argumentatif yang membuat mulut berbusa-busa dan menghambur-hamburkan jutaan lembaran kertas yang berasal dari ribuan hektar Kayu itu. Pada tataran teori, anda, saya dan pakar-pakar itu emang jagonya bro. Di arena praksis dan praktis, semua menghilang satu-satu. Itu, Indonesia bro, meski tak semua orang Indonesia seperti itu. Nggak percaya? Tanya pada rumput yang kini sulit didapat.
Lha, bagaimana anda bicara Go Green Indonesia, tapi pada saat yang bersamaan anda juga menebang ribuan pepohonan. Ditempat lain anda membuat/memproduksi limbah Plastik baik dalam kemasan botol, tas 'kresek', map-map kerja sampai pada Aqik Plastik pun anda buat. Lha, bagaimana mau Go Green Indonesia jika pada saat yang bersamaan anda alpa untuk mendaur ulang segala jenis limbah kimia (plastik dalam ragam bentuk dan kemasan, sterofon, Limbah Komputer, HP,dst) yang kemudian menjadi Idiom modernisasi dan symbol kebudayaan baru? Lha bagiamana menuju Go Green Indonesia, jika sekaligus saat itu juga anda membiarkan lubang-lubang menganga, areal-areal kerontang tanpa reboisasi? Lha, bagiamana Go Green Indonesia, jika mainan dan makanan untuk anak-anak pun dikemas serba plastik. Lha, bagaimana mau mengajar anak-anak Go Green Indonesia, jika halaman rumah dan sekolah semua ditutup hamparan tembok? Lha, bagaimana bicara Go Green Indonesia, jika halaman Gereja, Mesjid, Pure Klenteng, tak sepohonpun tumbuh disana? Lha, bagaimana Birokrat ngomong soal Go Green bila kantor-kantor itu serba Plastik dan halamannya nirtetumbuhan? Lha, bagaimana Perguruan Tinggi di Indonesia yang sahih konsep ilmiah soal Go Green Indonesia jika saat yang bersamaan kampus-kampus itu tidak ramah lingkungan? Lha..bagaimana ini bro?
Bukankah, Go Green Indonesia itu menyangkut keramah tamahan terhadap lingkungan Alam kita? Membangun keramah tamahan yang saling menguntungkan antara Alam dan Manusia? Mungkin belum ada kesadaran bahwa, Alam selalu memberi hal-hal yang baik tanpa diminta. Mungkin, kita harus memahami bahasa alam yang selama ini lebih banyak diam. Meski, sesekali membuat penghuni kota jadi panik dan kacau karena bahasa Banjir Sang Alam?

Sampah, Sistem pembangunan perumahan dan Gedung bertingkat, pembungan jalan raya, penggudulan Hutan dan Limbah Kimia adalah Sumber Banjir. Dan itu karena kebodohan, Kepilon-an Manusia. Jadi, terimalah Banjir menjadi bahagian hidupmu sobat. Nggak usah melapor sampai ke TUHAN.
(Tepian Mahakam, 12 Mei 2015, saat hujan turun) 

IN ENGLISH VERSION : 
Essay: Rain and Humans!
RW. Maarthin
"..rain again!" Shouted my wife who was hanging clothes behind.
"Why?" I replied spontaneously. While melongot window noticed drops of water falling obscure the view out there.
"If it rains, flooding roads Pie!". Sambar beloved it.
"Yes, what can we do?" I say short.
Yup..it's complaint thousands if not millions, every time it rains plagued the cities of Jakarta, Surabaya, Semarang including the city of Samarinda. Flooding rain is identical to the cities mentioned above. Grievances throughout the years has always spoken in a tone-key 'Makian'-curse, until Government and Stakeholders blame even God. Note grievances that had I recorded below.
"Oh Lord (oh my God), why is the rain? I have important business today" or
"Wahhh, going to flood again neh" or in the form of prayer, "Oh, I hope this does not flood our pity" or "Oh God, why did you send this flood?"
And when it floods the row of wage complaints of blasphemy. Such as, "What does government work? Overcome the flood just kagak incompetent" or "if the floods continue to bankrupt me!" or "It's ya, due to budget for flood prevention in Corruption" you can write your own row of blasphemy because of flooding. Blasphemy can be to anyone and can be pronounced anyone.
Is always end Flooding Rain? certainly not! Because if so, then this world will always be flooded if it rains! And if it were so, then human life is not normal and abnormal life was chaotic. Messed it's unhealthy, unsafe, uncomfortable, unhappy. God created human Definitely not for that purpose. God created man, so that man live a comfortable, safe, and happy. Just as the rain which God created for comfort, safety and happiness of human beings even all living beings, including the oceans are full of water it takes to parse kepakatannya rain.
So how can the floods? I am sure this question in human affairs. Yes! Our affairs. No need prayer, let alone involve God. LHA, God it was too much trouble to spread some assistance in humans. Including why Rain created, is not that too good fortune?
Then why Flood? Tanya yourself! Tanya your friends. Tanya's mother and father! Tanya family! He asked sekantormu! Ask friends your college or school friends! Tanya Kiyaimu. Tanya pastor or your priest. Tanya Pedandemu. Tanya Panditamu. Tanya your lecturer. Tanya profesormu. Asked the merchant market. Tanya housewives. Tanya governor. Tanya industrialists. Anyway, ask anyone! just do to the Lord. Why should not the Lord? LHA, Rain Man and God made for not Ever create flooding. Lhaaa, doing God who loves the beauty of it is always going ciptain flood damage, scattering dirt garbage everywhere, rotten anyway! Take a look at our beautiful world and this beautiful! Beautiful is not it? Elegant is not it? Please..to think positive about your Lord! Because God always gives a positive! Weve God never make you suffer? If he did, I am sure it is not from God. But because of your doing or act against your neighbor. Wahh..kok already far yes. Hayo turning to Problem Floods again.
So how come the floods? Ya could have been. LHA flood the creation of Man! Creations, creations anyone. Human Anyway, yes involved creating floods. How come? Want proof?
Just look at the city terminal anywhere in Indonesia. Or the streets of Britain, ports to airports. Not to mention the urban villages where garbage piled place. View rivers that turn into long maha Trash it? Well, what hubunganya? Between the garbage and flooding is not related, but one of the causes of flooding due to the rubbish heap often impede the flow of water kedaerah lower. Is Flood of God's creation?
That's just one thing, the new bins. Not to mention, the system of high-rise building construction and expansion of residential areas or new housing that is not always intelligent dialogue with nature. Meaning? If garbage become an obstacle to the flow of water over the surface of the land, then the buildings forming dams that block the ground water in the groundwater flow system with depth foundation up to 7, even tens of meters. The buildings on the surface of the soil pores shut with a stretch of the wall that increasingly melalar whenever that will stop. Highways are built did not give flexibility to the flow of groundwater and surface. Take a look at the construction of a highway system that is increasingly high. Piles of asphalt and concrete are not directly resemble rice field stretched out so long. So the system development was intentional or not an empty dam that when it rains stayed mengisinya.Maka flood story into a tale in big cities in Indonesia.
Still want to know, how a flood occurs? I am reminded of a song composed by Maestro Kroncong Gesang in the early years of Indonesian Independence. No two songs composed to tell a story and becomes the history of flooding in Indonesia. Songs, Solo and Semarang Kaline Flood! Menielisik, birth to two (two) chants that means giving information that the beginning of this Repoblik Independence, at least until the end of the 70s, Flooding occurs only in the Watershed (DAS) Bengawan Solo and Semarang. Even then, because the DAS bengawan solo used for agriculture and plantations even since the days of VOC / Netherlands. The utilization ranging from Hulu in Central Java to Downstream in East Java. And Semarang that was 0.75 meters lower than sea level. But now, starting from the 80s until I type this article, each time the rains hit cities in Indonesia, the National TV and Transnational always diligent serving direct reports how the cities were filled with water. Not to mention Floods and landslides hit the city any time anywhere and villages or hamlets anywhere in Remote homeland. And if Flood, Flood and Landslide occurs, heartbreaking consequences. Wealth and Lives drift. There must be something wrong in Urban Design and Our economy activity. How can it be?
Take a look at utilization of Natural Environment around us. What do you think? And How ? Is it really Utilization provide welfare? Give comfort? Do Utilization was in building long-term happiness for you and your descendants? If not, then I'm more and more convinced that the DESIGN AND DEVELOPMENT OF OUR WRONG WRONG ALIAS.
Some of my friends observers Watershed (DAS) in Indonesia became agitated when he found that each year all the rivers in Indonesia decreased water discharge. Similarly, lakes, ponds spread across the Indonesian archipelago. Debit why water it down? How not reduced? If the sources of spring water in the upstream in the form of mountains and valleys in the heaviness trees in the Tropical Forests 'crush' on behalf of Economic Development Prosperity Demi Rakyat. Then it becomes parched valley, then the mountain was turned into a gaping barren hill with a width and a depth of hundreds of meters or even thousands of meters due to the exploitation of Mining, Forest Utilization, until the plantation. That is why rivers are no longer sederas first. Unfortunately, the rivers are not rushing it a time so a curse because when it rains in the Upper and forests, the valley was no longer able to absorb water. And those who live downstream, so the victim. Terrible is not it? Observe what happens in Puncak Bogor so springs several rivers in Jakarta. Or the altitude as Lawang Malang for river that flows through the city of Surabaya? Likewise Regional Bandungan altitude for the city of Semarang. even cities like Bandung postscript located in the area did not escape the height of the flood. What happened?
The mid-2000s to the present, almost all the people in Indonesia, loudly talking about 'GO GREEN INDONESIA'. NGOs, bureaucrats until the level of the Minister, the President, also Universities in Indinesia, including Keagamaa Institution to draft the state budget and the draft budget also talk about it. What do you think buddy? What is the proof? On the paper? All can be so Bro.
What we need is action and action. Work work and work! Said President Jokowi! But wait. The action in what form? How it works? Nachhh, the problem there, right? We champion the concept and be on the verge of defeat in the action and Work! Somehow, we like to talk about any follow-up, though not know the substance of the conversation. If there is a flood, suddenly all become experts about the flood. Mountain erupts, all so volcanologist. The quake struck, millions of experts to give opinions. Likewise about Go Green Indonesia. Suddenly all become experts 'Go Green'. Accompanied argumentative who makes mouth frothing and wasting millions of sheets of paper that comes from the thousands of hectares of the wood. In theory, you, me and the experts that weve expert bro. In the arena of praxis and practical, all disappear one by one. That is, Indonesia bro, although not all Indonesian people like that. Do not believe? Questions on the grass that is now difficult to obtain.
Experience, how you talk Go Green Indonesia, but at the same time you also cut down thousands of trees. Elsewhere you make / produce either waste plastic in bottles, bags 'crackle', folders work until Aqik Plastics was created. Experience, how can Go Green Indonesia if at the same time you neglects to recycle all types of chemical waste (plastics in various forms and packaging, sterofon, Waste Computers, HP, etc.) which later became the idiom of modernization and new cultural symbol? The circumstances leading LHA Go Green Indonesia, if at the same time you also leave gaping holes, areas of infertile without reforestation? LHA, bagiamana Go Green Indonesia, if the toys and food for the children were packed all-plastic. Experience, how can we teach children Go Green Indonesia, if the home page and all schools are closed expanse of the wall? LHA, how to talk Go Green Indonesia, if the yard church, mosque, temple Pure, sepohonpun not grow there? Experience, how Bureaucrats talk about Go Green when the offices of the department of Plastic and nirtetumbuhan pages? Experience, how universities in Indonesia are valid scientific concept about Go Green Indonesia if the same time the campuses that are not environmentally friendly? This Lha..bagaimana bro?
Is not it, Go Green Indonesia that involves hospitality towards our Natural environment? Build mutual hospitality between Nature and Man? Perhaps there is no awareness that, Nature always gives good things without being asked. Perhaps, we need to understand the language of nature which has been more silent. Although, occasionally making city dwellers panicked and chaotic because the language of the Natural Flood?
Garbage, System-rise housing construction and building, pembungan highways, deforestation and the Chemical Waste is a Flood Resources. And it is because of ignorance, an Kepilon-Man. So, accept Flood being part of your life mate. Do not need to report to the Lord.

(Edge Mahakam, May 12, 2015, when it rains)


RWM.BOONG BETHONY