14/05/14

Cerita-cerita Angkringan soal Pemilu.
Saya sedang nikmati sebungkus nasi diangkringan jln.Magelang ketika serombongan anak-anak muda datang lalu duduk lesehan disekitarku. Mengamati penampilan mereka, bisa ditebak jika rombongan ini mahasiswa, entah dari Universitas mana. Yang jelas, seketika suasana jadi riuh oleh celoteh mereka sambil masing-masing mengambil sesuai kebutuhan. Pemilik angkringan gembira menyambut mereka sambil menawar mau minum apa kepada tamu-tamunya.

"Adik-adik ini dari mana? kok keliatan kecapean?" sapaku pada anggota rombongan yang duduk pas dimeja lesehan depanku.
"Oh kami baru pulang mengikuti Pleno penetapan di KPU Pak!" sahutnya.
"Oh ya? bagaimana hasilnya?" jawabku spontan.
"Payah! Dan banyak keanehan!" Potong seorang anak muda disampingku.
"Payah dan aneh?" sahutku sambil menoleh.
"Iya Pak! Kami tak habis pikir! Banyak sekali perbedaan perhitungan suara antara TPS, Kecamatan dan KPU?"
"Maksudnya?" kejarku penasaran.
"Haaaa...Romo mulai lagi ya hahahahaha.." suara menggelegar pemilik angkringan membuat kami serentak menoleh padanya.
"Teman-teman...ini Romo paling suka ngobrolin Politik, apalagi soal Pemilu! yang kata Romo banyak kecurangan!" sambung Pak Amat pemilik angkringan.
"Lho apa salah ya Pak Amat?" sahutku sambil menyambar kopi.
"Salah sih tidak Mo. Cuman kita jadi capek ngomongin soal itu!" sambarnya lagi.
"Capek gimana?"
"Ya capek Mo. Lha wong disana-sini terjadi kecurangan. Mulai dari Money Politik, penggelembungan suara, penyelenggaranya tidak sportif. Padahal, kita kan pengin yang lurus-lurus saja Mo. Kalau Romo nggak percaya..tanya tuu anak-anak muda yang jadi pemantau" sambungnya sambil mengaduk jeruk manis.
"Oh jadi adik-adik ini pemantau?" 
"Iya Pak. Tadi kami ikutan Pleno penetapan!" Sahut seorang perempuan disampingku.
"Kalau sudah Pleno kan susah mau di gugat?" sahutku sambil menghisap kretek. 
"pleno kan tinggal penetapan sesuai perhitungan suara!..hanya menetapkan sapa jadi sapa tidak kan?" sambungku.
"Betul Romo!" sahut anak muda didepanku, ikutan menyebutku Romo.
"Beberapa saksi mengajukan keberatan atas perhitungan suara hasil pleno KPU Daerah, tetapi selalu ditolak dengan alasan sudah melewati tahapan sebelumnya. Yang aneh lagi, ada caleg yang di TPS tertentu hanya mendapat 2, 3 suara tapi muncul di kecamatan suaranya jadi berpuluh-puluh!" Jelasnya panjang lebar.
"Lalu apa yang adik-adik temukan?"
"Banyak Romo!" sahut beberapa orang sekaligus.
"Banyak pelanggaran maksudnya?" tanyaku cepat.
"Iya Mo"
"Adik-adik bisa memberi contoh kasusnya?" tantangku.
Anak-anak muda itu saling pandang. Salah satu kemudian mengeluarkan laptop mungil. Membuka.
"Salah satu contoh kecurangan itu ini Mo" sahutnya sambil menyodorkan laptopnya.
"Bagaimana kalau dibacakan saja, supaya kita semua dapat mendengarnya?" pintaku sopan.
"Baik Romo, saya harap teman-teman juga bisa share temuan-temuan dari pantauan selama Pemilu Caleg ini!" sambungnya sambil menoleh kekiri dan kanan.
"yang saya temukan seperti ini. Catatan di TPS A, Suara caleg-caleg sekian-sekian dan suara Partai-partai (yang hanya mencoblos Partai tanpa nyoblos Caleg) sekian-sekian. Tapi aneh, sesampai dikecamatan, ada suara Caleg yang tiba-tiba menggelembung jauh dari hasil perhitungan di TPS A tadi. Setelah dihitung kembali, ternyata tidak ada keselahan. Meski catatan para saksi dari partai-partai sama persis! Ini yang mengherankan kami Mo. Apa yang terjadi?"
"Kalau itu, tidak perlu heran adik-adik" sahutku sambil tersenyum pada mereka.
"Maksud Romo?" sahut mereka hampir bersamaan
"Ini salah satu kelemahan dari System pemilihan sekarang!" sahutku cepat sambil memandang anak-anak muda itu.
"orang-orang yang hanya memilih Partai, otomatis caleg-calegnya tidak dicoblos! Nah..kemampuan para caleg melihat peluang itu luarbiasa! Mengerti maksud saya?" tanyaku sambil berhenti sebentar.
"Saya tahu Maksud Romo!" Pak Amat ikutan nimbrung.
"Para Caleg itu denagn segala daya, akhirnya memengaruhi para petugas TPS untuk mencoblos surat suara yang oleh pemilih hanya mencoblos Partai saja! Makanya ada caleg yang suaranya tiba-tiba menggelembung di tingkat kecamatan" sambung pak Amat merasa lebih tahu dari anak-anak muda itu.
"Ohhhh...pantas saja seperti itu ya Romo?" sahut anak muda yang menemukan kasus aneh itu.
"Itulah yang terjadi! Aneh tapi nyata! demikian pula sampai pada tahapan KPU cara-cara negatif itu terus dipraktekkan!" 
"apakah kasus seperti ini bisa dipidanakan Mo?" tanya seorang muda dari pojok.
"Tentu saja, jika para petugas TPS itu mau mengaku. Tapi siapa yang mau? Lha wong mereka dibayar oleh caleg-caleg itu heheheheehehe.....kasus ini terjadi dari sabbang sampai merauke lhoooo" jelasku sambil menghembuskan asap kretek.
"Wahhhh....." timpal beberapa anak muda.
"ada temuan lain?" tantangku lagi.
"Saya ada Mo. Ini masaalah Money Politik" sambar anak muda yang didepanku.
"Ada caleg yang membagi amplop kepada ribuan pemilih, dan banyak saksi tentang peristiwa itu. Kami sudah melapor kepada Panwaslu/Bawaslu. Tapi ketika Panwaslu/Bawaslu turun menyidik. Para saksi itu tidak mau memberikan kesaksian. Ini kan repot Mo" keluhnya diiyakan oleh beberapa temannya.
"Kira-kira berapa banyak?" potongku sambil bertanya.
"dalam catatan saya, hampir semua Caleg bagi-bagi amplop. Dan isinya rata-rata Rp.50.000,- sampai Rp. 75.000,-. Beberapa informasi yang kami terima, ada yang membagikan 45.000 amplop. Romo bisa bayangkan jika tiap amlop isinya Rp.50.000. Wahhhh....bisa untuk beaya kuliah sampai S3 itu Mo." jelasnya sambil geleng-geleng kepala!
"Aku bisa buka restoran itu" sahut pak Amat cepat sambil terkekeh.
"Itulah yang terjadi diseputar Pemilu Caleg kemaren" sahutku.
"Bangsa kita rusak jika terus-menerus begini ya Mo" sambung anak muda itu lagi.
"Bangsa kita tidak akan pernah rusak. Yang rusak itu adalah orang-orang yang tak lagi memiliki Panggilan Nurani sebagai Manusia Indonesia."
"Jadi para caleg yang ad sekarang ini, dapat kita pastikan mereka semua bermasaalah ya Mo?"
"Kita semua bermasaalah. Ya caleg-caleg itu, Rakyat, Pemerintah. Semua bermasaalah! Termasuk saya, Pak Amat dan adik-adik semua!" sahutku lagi.
"Lho kok bisa begitu Mo?"
"Iyaaa, karena kita tak berdaya menghadapi kecurangan itu! Mau teriak? Mau Protes? Mau Demo?, semua jadi sia-sia. Coba, apa yang kira-kira dapat adik-adik lakukan untuk itu?" tantangku.
Semua terdiam, aku, pak Amat dan anak-anak muda, para mahasiswa itu.
Begitu hebatnya Roh apatisme sudah terbangun dalam persoalan Pemilihan Calon Legislatif tgl 9 April kemaren.
Apatis terhadap Caleg-caleg itu.
Apatis terhadap harapan para caleg itu akan memberi kebaikan.
Apatis bahwa tiap kali Pemilu legislatif akan terselenggara dengan Jujur, Adil dan Transparan.
Apatis bahwa Rakyat tidak akan mau dibeli oleh para caleg.
Apatis bahwa Manusia adalah wakil Tuhan.

(Yogyakarta, 26 April 2014. Angkringan Jln. Magelang)
 — 
RWM.BOONG BETHONY

Mendut Girl Graceful)

Devotional Culture
Mendut Woman that Graceful
(A reflection of civilization)
By Romo Ro Wi Ma.

This afternoon, I visited the Vihara Mendut Magelang to meet with  Bandhe Chief of Vihara mendut. But because the road to Magelang so jammed  make me late until  45 minute and that meeting missed. And the bande chief also has a meeting elsewhere. As compensation for missed that appointments, I'm  surround the temple Mendut and of course my desire, making love to Mendut.

When I  was devoured the beauty of the body Mendut and fondle the curve elegance face of Mendut, my inner turmoil. Vibrating and my passionate love overflowing. Spill and overflow .
"It's physique pretty fascinating" I whispered on the afternoon wind. The wind to stop for a moment to accompany my steps.
"I fell in love 30 years ago and now increasingly grow" I said to the wind.
"Hm" wind caressing my head.
"Are you hesitant with my love to her?"
"Well, It's not my mind, friend" said a brisk breeze.
"Then"
"I know your love is pure. And I'm sure of it!" Then Wind continued  stroking  body of Mendut  that curvaceous.
"What I doubt is the consequence of your love" said the wind.
"Your Mean?" I quickly cut the sentence of wind.
"Indeed Mendut village girl (village), but he is not an ordinary girl! She a symbol! Symbol of a civilization!"
I look fixedly wind and hear what the wind said
"You may be in love the beauty and body ripe of Mendut! You love the beauty of the face of Mendut! But do you love the Symbol beauty of hind?  plumpness that in him? Do you understand of the ideology behind that pretty face?"
I was still staring fixedly wind while lift my right eyebrow.
"Notice the exquisite her body" pleaded the wind.
Once again I  saw of face and thoroughly beautiful  and naked body in front of me. Square stone segments according to the length and width of highly formalized charming,  very a rectangular solid, formidable magical mesmerizing. I turned back to the wind and the wind stroking hair of Mendut in his head.
"Note also the contours of face and body of Mendut" he said again.
For the second time in about the same time I fondle the contours of the exquisite thrill of mendut. So smooth, and the eksotic lines occasionally splurging on Mendut body. Thrilling soul, enjoy the elegance of it. It's conformity.
"Well, now take a look at of her beauty" the wind demand for the third time, jumping and  left me alone.
I stared beautiful face in front of me. Mendut actually challenging with in light eyes sharp, but so soft. Challenging to quickly  for achieved, fondle and embrace him. Unsaturated to look at you Mendut, I whispered to myself.
The wind let me enjoy a beautiful round face naked graceful the front of me.
You are really amazing,  Mendut the Woman graceful.
"What do you think?" the wind rustling asked surprised me.
"Charm and wonderfull" I replied spontaneously.
"That's Symbol Civilization!" Cut a brisk breeze.
"Symbol Civilization Indonesia. Symbol which is forgotten by the children of this country,  the children's of Mendut. Symbol civilization of a nation that had given birth Mendut"
I just sat and started thinking about my  love level for Mendut.
"Only a nation that is gentle, likes to work together and make unity as a civilization to be able to give birth Candi Mendut and to build her young brother, that also mighty in Klaten, Si Borobudur" said winds while soaring left me beside of Mendut.
"Think about it! Later you will understand what I mean" cried the wind from afar while continuing  flying going anywhere place.

Loved Mendut, it's means that loving of civilization to birth the Mendut temple, Borobudur temple, The Jago Temple, etc.
Achhh ... remembered the incident Jakarta International School that horrendous. Remembering International School that more 90%  with in varity of childbirth "sinyo and noni-noni" that then make they foreign of civilization by itself.
Remembering behavior politician this country who swapped civilization with a voice for purchasing power and the opportunity for corruption is wide open.
Remembering the majority of participants in the elections to sell Civilization by choosing who is able to pay even if that person is not of good moral.
Remembering the Students and Students pawn the Civilization with in wrong  clubs and stones in their fights.
Remembering bureaucrats that to change civilization with bad moral and to sell soul itself  and do anything for Money and power.
Remembering the clergy who have betrayed civilization with promises of heavenly.
Remembering poets, Cultural, writer, that civilization which disappeared from this country.
Mendut oh Mendut .. to love you not only delayed but widened to everywhere.
Like the people who love you.

Realizing that, I became embarrassed.
Therefore I immediately returned to Yogyakarta and to let Mendut met or encountered by Love others.
Goodbye Mendut.

Indonesian Verzion

Mendut Wanita yang Anggun
(Sebuah refleksi dari peradaban)
Romo Ro Wi Ma.

Sore ini, saya mengunjungi Vihara Mendut Magelang untuk bertemu dengan Bandhe Kepala Vihara Mendut. Tetapi karena jalan menuju Magelang jadi macet membuat saya terlambat sampai 45 menit dan pertemuan yang tidak terjawab. Dan kepala bande juga memiliki pertemuan di tempat lain. Sebagai kompensasi atas kehilangan itu janji, aku mengelilingi candi Mendut dan tentu saja keinginan saya, bercinta dengan Mendut.

Ketika saya melahap keindahan tubuh Mendut dan membelai kurva keanggunan wajah Mendut, kekacauan batin saya. Bergetar dan gairah cinta saya meluap. Tumpahan dan melimpah.
"Ini fisik cukup menarik" bisikku pada angin sore. Angin berhenti sejenak untuk menemani langkah saya.
"Aku jatuh cinta 30 tahun yang lalu dan sekarang semakin tumbuh" Saya berkata kepada angin.
"Hm" angin membelai kepalaku.
"Apakah Anda ragu-ragu dengan cinta saya kepadanya?"
"Nah, Ini bukan pikiran saya, teman" kata angin cepat.
"Kemudian"
"Aku tahu cinta Anda adalah murni. Dan aku yakin itu!" Kemudian angin terus membelai tubuh Mendut yang montok.
"Apa yang saya ragu adalah konsekuensi dari cinta Anda" kata angin.
"Maksudmu?" Aku segera memotong kalimat angin.
"Memang Mendut gadis desa (desa), tapi dia bukan gadis biasa! Dia simbol! Symbol dari peradaban!"
Saya melihat lekat-lekat angin dan mendengar apa yang dikatakan angin
"Anda mungkin cinta keindahan dan tubuh matang dari Mendut! Anda menyukai keindahan wajah Mendut! Tapi apakah Anda mencintai Simbol keindahan belakangnya? Kebayakan yang dalam dirinya? Apakah Anda memahami ideologi di balik wajah cantik? "
Aku masih menatap tajam angin sementara mengangkat alis kanan saya.
"Perhatikan indah tubuhnya" pinta angin.
Sekali lagi aku melihat wajah dan tubuh secara menyeluruh indah dan telanjang di depan saya. segmen batu persegi sesuai dengan panjang dan lebar yang sangat formal menawan, sangat padat, irama magis tangguh persegi panjang. Aku berbalik kembali ke angin dan angin membelai rambut dari Mendut di kepalanya.
"Perhatikan juga kontur wajah dan tubuh dari Mendut" katanya lagi.
Untuk kedua kalinya dalam waktu yang sama aku mencumbu kontur sensasi indah dari Mendut. Begitu halus, dan garis-garis eksotic sesekali menonjol pada tubuh Mendut. Mendebarkan jiwa, menikmati keanggunan itu. Ini sesuai.
"Nah, sekarang kita lihat kecantikannya" permintaan angin untuk ketiga kalinya, melompat dan meninggalkan saya sendirian.
Aku menatap wajah cantik di depan saya. Mendut sebenarnya menantang dengan mata cahaya tajam, tapi begitu lembut. Menantang dengan cepat untuk dicapai, mencumbu dan memeluknya. Tak jenuh untuk melihat Anda Mendut, bisikku dalam hati.
Angin biarkan aku menikmati indah wajah bulat telanjang anggun depan saya.
Anda benar-benar menakjubkan, Mendut Wanita anggun.
"Apa yang kamu pikirkan?" gemerisik angin bertanya mengejutkan saya.
"Charm dan wonderfull" jawab saya spontan.
"Itu Simbol Peradaban!" Potong angin cepat.
"Simbol Peradaban Indonesia. Simbol yang dilupakan oleh anak-anak negeri ini, anak-anak dari Mendut. Simbol peradaban sebuah bangsa yang telah melahirkan Mendut"
Saya hanya duduk dan mulai berpikir tentang tingkat cinta saya untuk Mendut.
"Hanya bangsa yang lembut, suka bekerja sama dan membuat kesatuan sebagai sebuah peradaban untuk dapat melahirkan Candi Mendut dan membangun adik laki-lakinya, yang juga perkasa di Klaten, Si Borobudur" kata angin sementara menjulang meninggalkan aku samping dari Mendut.
"Pikirkan tentang hal ini! Nanti Anda akan mengerti apa yang saya maksud" teriak angin dari jauh sambil terus terbang ke mana-mana tempat.

Mencintai Mendut, itu berarti bahwa mencintai peradaban untuk melahirkan candi Mendut, Candi Borobudur, The Candi Jago, dll
Achhh ... ingat insiden Jakarta International School yang menghebohkan. Mengingat International School yang lebih 90% dengan di kurikulumnya melahirkan "sinyo dan noni-noni" yang kemudian membuat mereka asing peradaban dengan sendirinya.
Mengingat perilaku politisi negeri ini yang bertukar peradaban dengan suara untuk kekuasaan dan kesempatan untuk korupsi pembelian terbuka lebar.
Mengingat mayoritas peserta dalam pemilu untuk menjual Peradaban dengan memilih yang mampu membayar bahkan jika orang itu tidak baik moral.
Mengingat Siswa dan Mahasiswa menggadaikan Peradaban dengan di klub yang salah dan batu dalam perkelahian mereka.
Mengingat birokrat yang mengubah peradaban dengan buruk moral dan menjual jiwa itu sendiri dan melakukan apa saja untuk uang dan kekuasaan.
Mengingat para ulama yang telah mengkhianati peradaban dengan janji-janji surgawi.
Mengingat penyair, Budaya, penulis, bahwa peradaban yang hilang dari negeri ini.
Mendut oh Mendut .. mencintai Anda tidak hanya tertunda tapi melebar ke mana-mana.
Seperti orang-orang yang mencintai Anda.

Menyadari itu, saya menjadi malu.
Oleh karena itu saya segera kembali ke Yogyakarta dan membiarkan Mendut bertemu atau ditemui oleh Cinta lain.
Selamat tinggal Mendut.



Rob Coletion


(RWM, Serambi Candi Mendut, 5 Mei 2014. kira-kira pkl. 17 lebih)


RWM.BOONG BETHONY