17/06/13

Perjalanan menuju Seko.

Beberapa Catatan Tentang Seko!


SEKO, Desa terpencil diatas ketinggian 1360 meter dari permukaan Laut.
Pada zaman ORLA menjadi satu distrik, disebut DISTRIK SEKO. Pada Zaman ORBA dilebur menjadi satu kecamatan dengan DISTRIK RONGKONG menjadi Kec. RONGKONG-SEKO. Pada Zaman REVOLUSI Modern sekarang ini, kembali menjadi satu wilayah pemerintah dengan nama KECAMATAN SEKO.
Masyarakat SEKO, Argraris dengan hasil utama, KOPI ARABICA, KOPI REBUSTA, PADI, JAGUNG, AKHIR AKHIR INI (Pertengan thn.90-an) MENGHASILKAN COKLAT BERKUALITAS EKSORT. Disamping Ternak KERBAU dan Hasil HUTAN berupa DAMAR dan ROTAN.
Sayang bahwa pada zaman ORBA hutan-hutan yang menjadi HAK ULAYAT Masyarakat seko oleh Pemerintah Daerah dan Pusat di eksploitasi sedemikian rupa (Lewat PT. KTT) sehingga Hutan-hutan Hak Ulayat tersebut sebagian telah rusak. Sebaliknya, sampai sekarang kompensasi hasil hutan tersebut sama sekali tidak dirasakan oleh Masyarakat Seko.
Dari Zaman Penjajahan ke zaman ORLA disambung zaman ORBA, berlanjut pada Zaman Revolusi, masyarakat Seko masih seperti dulu. Ya, ramah tamahnya, bersahabat kepada siapa saja, termasuk ketika Masyarakat SEKO DILUPAKAN OLEH DUNIA LUAR SEKO.
Dijaman Modern ini, sungguh mengherankan bahwa masih ada Daerah terpencil dengan komunitas Penduduk (12.000-16.000 Jiwa) tanpa akses jalan sebagai urat nadi perekonomian rakyat.
Ruas jalan yang ada skarang menuju Kec. SEKO, ternyata adalah ruas jalan peninggalan Zending-zending Belanda atau ruas jalan yang dibangun oleh Rakyat SEKO sebelum NKRI ada.



                                            ( Dalam gambar :Ruas Jalan Mabusa - Palandoang - Eno)
Ruas jalan ini sangat menyusahkan dan menyulitkan karena Becek, berbatu, belum lagi lintah darat yang memenuhi beberapa penggal jalan setapak ini, mendaki, keluar-masuk hutan! Masih seperti yang dikisahkan oleh Almarhun Kakek saya (PK. BETHONY). Tidak ada perubahan! Kecuali bahwa Masyarakat seko kini sudah banyak berpendidikan tinggi, dan bahwa Dusun-dusun di SEKO sudah menggeliat mengejar ketertinggalannya dari Anak Bangsa Lainnya.

(Dalam Vidio Ruas Jalan Sipulung - Kariango -Seko Lemo)

Bahwa, Masyarakat SEKO memang harus membangun dirinya sendiri, berdiri diatas kaki sendiri, dan berlari mengejar zaman agar sejajar dengan Anak Negri yang lain.
Tahun 2007 bulan Agustus, saya kembali berkunjung ke-SEKO sama seperti yang selalu saya lakukan tiap 3-4 tahun sekali....harapan saya bahwa akan terjadi perubahan yang signifikan terhadap ruas-ruas jalan menuju ke Seko. Dan saya tidak terkejut, ketika mendapati bahwa harapan itu tinggal harapan.
Sambil membasuh peluh disela-sela pendakian yang berbatu dan tajam pada ruas jalan Mabusa-seko, saya teringat pada awal Tahun 1984 saat itu untuk pertama kali saya berkunjung ke Seko, setelah menyeleseikan Study di Jogyakarta. Hm...ruas ini masih sama, bahkan makin parah!! Pohon-pohon Raksasa yang dulu membuat Ruas ini teduh, kini tinggal kenangan dan menyisakan bongkol-bongkol hitam di pinggir jalan.
Belum berubah! Rupanya Sentuhan Pembangunan Masyarakat Desa yang selama ini menjadi Primadona Progam Pemerintah, baik Tingkat satu dan dua, terlebih Pusat! Bukan untuk Masyarakat SEKO!
Tapi saya selalu bersyukur bahwa ditengah kejengkelan menghadapi realitas seperti ini, saya terhibur sekaligus Bangga! Sebab dalam perjalananku kali ini hampir setiap jam aku bertemu, bersua dengan orang-orang seko yang menuju kota. Pada posisi seperti ini kami memilki persamaan, yaitu sama-sama berjalan kaki! Bedanya, Mereka memikul Beban di Punggung untuk dijual ke Kota dan saya memikul Beban dan bergumul pada Sikap Pemerintah yang tidak perduli pada Masyarakat SEKO.



(Vidio Ruas Jalan Mabusa - Kariango - Seko Lemo)
Melihat kenyataan ini, saya menjadi marah! Tapi entah kepada siapa akan dilampiaskan.
Cerita Almarhum Kakek dan sekaligus Nasehatnya, masih terngiang...."Cucunda, Hidup Kita orang-orang SEKO memang seperti ini dari nenek moyang kita! Sabar dan bersahabat dengan siapapun, termasuk yang memusuhi kita. Kamu harus berpendidikan, hanya dengan itu kamu akan hidup. Kamu harus Ber-Iman, hanya dengan itu kamu raih hidupmu"

Tahun 2012 lalu di bulan maret, saya, istri dan anak bungsu saya melewati ruas Rongkong - Mabusa - Seko Padang.
Kesejukan dan reindang Pohon-pohon Raksasa awal tahun 1980-an dan kenyataan hilangnya pohon-pohon disisi jalan ruas itu ternyata makin melebar disisi-sisi yang ada. Akibatnya jika musim panas jalan tanah yang sama mengeras seperti batu dan ketika musim hujan tanah menjadi kubangan lumpur yang membutuhkan tenaga super ekstra hati-hati untuk melaluinya. Sungguh ironi dijaman modern seperti ini, masih ada ruas jalan seperti ruas jalan menuju seko. Tapi saya sungguh bersyukur bahwa semua itu tidak menghalangi To Seko untuk meraih masa depannya dibidang Ilmu Pengetahuan dan perkembangan ekonomi. Saya bangga menjadi orang Seko. Kedua orang tua saya, lahir di seko, meskipun saya lahir di pulau jawa tapi itu tidak mengurangi kecintaan saya terhadap Seko.

                                           (Dalam Gambar Ruas Jalan Mabusa - Palandoang - Eno Seko Padang)
Dalam perjalanan saya Maret tahun 2012 kemaren, dengan mengendarai ojek kami tempuh perjalanan itu seharian penuh dan tiba di Eno sekitar pkl. 19.30. Padahal, berangkat dari Sabbang pkl. 07.30. Tapi karena pas musim hujan akhirnya beberapa kali saya dan istri musti berjalan kaki sekitar 1-2 km karena para "pangojek" harus menuntun Motor untuk melewati ruas-ruas itu. Ada beberapa kali saya dan istri 'musti' terpeleset. Para "pangojek" bilang : Itu jatu manis pak! hahahahaha.
Saya tidak tahu keadaan ruas jalan itu sekarang, berita ter-update, katanya sedang dalam pengerasan..tapi apakah itu benar? Atau sementara di kerjakan? Kalau sudah dikerjakan saya berharap bahwa ruas jalan itu akan semakin membaik dan memberi kenyamanan para pejalan kaki, Patte'ke, para pangojek melewatinya.


(Insert : Para Patteke')
Tulisan ini saya buat untuk memutar kembali betapa kecintaan saya terhadap Seko dan selalu berharap bahwa generasi muda to Seko, tidak menjadikan halangan jalan yang rusak itu sebagai hambatan untuk terus menuntut ilmu tapi hambatan itu mampu diubah menjadi Energi positif yang menyemangati untuk terus sukses menuntut ilmu dan membangun kampung halaman. Selamat menuntut ilmu untuk seluruh anak-anakku Generasi Muda Seko. Jangan Putus asa, raih prestasimu setinggi langit dan jangan menganggap dirimu rendah. Kalian sama dengan orang-orang lain di Indonesia.
Maju Seko.
(Yogjakarta, 15 Juni 2013)
Putera Seko, Kerja di Yogyakarta dan tinggal di Semarang.


RWM.BOONG BETHONY