04/07/11

Terlupakan


Yang di Lupakan

Hari ini, aku, mas Roberth, Billy, Angel dan Ananda siap-siap menempuh perjalanan panjang menuju Seko!
Nanti malam dimulai dengan menumpang Bus Fa. Falitha dari terminal Antar kota Propinsi Sulawesi Selatan menuju kota Sabbang di Luwu Utara! Istirahat sehari disana, lusa baru lanjut ke Seko!
Perjalanan menuju seko, hanya bisa di tempuh Naik ojek (motor) selama 12 - 18 Jam atau berjalan kaki selama 3/4 hari .
Mas Roberth mempersiapkan 6 buah ojek dengan sewa masing-masing 450.000 rupiah! Tiga untuk angkut barang belanjaan, 3 lainnya membonceng Aku, Billy dan Angel. Mas Roberth mengendarai motor Honda trel kebanggaannya sambil membonceng si Bungsu Ananda!
Jadi Rombongan kami lusa 7 buah motor. Tadi pagi Mas Roberth terima berita bahwa beberapa Guru-guru yang baru selesei mengikuti kegiatan 17-an di Kabupaten/di kota Masamba rencana akan berangkat bersama kami! Semuanya berjumlah 18 sepeda motor....waah....tambah keluargaku jadi 25 motor....ramee!
Menuju Seko adalah perjalanan yang ber-resiko! Jangan membayangkan jalan hotmick! sebab ruas jalan ke Seko hanya lorong-lorong setapak yang berliku, becek, turun-naik, menyeberangi beberapa sungai tanpa jembatan, kadang mencari jalan sendiri jika ruas itu becek berlumpur sampai 60.cm! Belum lagi kiri-kanan jurang yang dalam dan curam siap menadah siapa saja yang lengah!
Karena itu penjalanan ini harus rombongan! Sebab kalau hujan turun pada ruas-ruas tertentu Pengojek dan penumpangnya harus bahu membahu mengangkat motor atau bongkar muatan!
Belum lagi jika terjadi kerusakan ditengah jalan, para pengojek merangkap sebagai bengkel berjalan dengan alat-alat yang cukup lengkap a.l : Kunci2 Inggris, Pompa, Kampas Copling, Ban cadangan, Oli dan bensin 5 liter!
Itu kebutuhan Motor, belum kebutuhan driver dan penumpangnya yang sama-sama membutuhkan energi extra!
Lantaran itu, sebelum berangkat kebutuhan minum, makan, obat-obatan (Vitamin, bethadine + anti biotik, Kapas + pembalut luka, Jarum jahit dan benang khusus untuk itu) harus komplit! termasuk cadangan kalau-kalau harus bermalam di tengah Hutan! Apalagi musim hujan seperti skarang ini! Mantel hujan dan terpal tentu akan sangat menolong !Jangan harap ada warung atau penginapan.
Selepas kecamatan Sabbang, kita hanya akan bertemu hamparan Hutan sampai menjelang wilayah seko yang di kelilingi sebuah padang savana yang cukup seluas.
Pertanyaan yang sering kali di lontarkan oleh masyarakat bila tiba di seko adalah "brapa kali jatuh?". Jatuh bangun naik ojek menuju seko hal yang biasa, luar biasa bila belum jatuh sama sekali!
Refleksi!
63 tahun NKRI, tapi amsih ada wilayah dalam ranah merdeka ini yang seperti seko! Bukan hanya perjalanan yang beresiko tinggi tapi segala sesuatu kebutuhan Primer non beras dan sayur-mayur, juga kebutuhan sekunder sehari-hari terbilang mahal!
Temen-temen bisa bandingkan harga barang-barang ini di seko.
Gula Pasir kwalitas no. 2, Rp. 22.000 perbungkus; Indomie (goreng, rebus rasa apa saja), Rp. 88.000/kotak!; Kecap botol kecil, Rp. 19.000, yang besar, Rp. 28.000!; Minyak Goreng Bimoli kemasan plastik 400g. Rp. 16.000 ; ikan kering Rp. 60.000/kilo ; minyak tanah Rp. 20.000/liter! ; bensin Rp. 32.000/liter! ; Semen 1 sak Rp.250.000! ; Permentmint dan mentol, merk apa saja Rp. 30.000/satu bungkus isi 40 biji! Blueband kemasan Rp.16.000/kemasan 250g. Tomato botol kecil Rp.12.000. Dll.
Sperti yang pernah Saarty cerita di blog ini, bahwa di Seko belum ada Listrik! Kalau toh ada rumah yang terang benderang pada malam hari, itu karena Tenaga Surya atau Genset Kecil (rata2 900 what), itupun tak melebihi 10 jari! Satu-satunya Genset yang lumayan besar hanya di rumah kami (41 Kilowaat-41.000 waat) dan dipakai menerangi sekitar 40. rumah penduduk dengan jatah tiap rumah 2 pijar neon 20 wat!
Sebelum ke Makassar, mas Roberth mengajak audens dengan Pemkab Luwu Utara meminta perhatian mereka soal Seko!
Demikian juga ketika berada di Makassar, kami juga audens dengan Pemprof Sulsel soal Seko!
Doakan saja semoga, ada perhatian kesana!
Aku sempat diskusi serius soal keberadaan kami di seko dengan Mas Roberth! Aku minta mas Roberth mempertimbangkan lagi agar aku dan anak-anak tinggal di kota demi pendidikan ke-3 anak-anakku!
"Say, pikiran itu ada juga di benakku!" sahutnya beberapa malam lalu.
"kalau gitu kami di jakarta aja mas!" kupotong ucapannya!
" Pilihan yang tepat! Anak-anak pasti senang! Tapi, Say mesti ingat...anak-anak kita sedang bersosialisasi dengan lingkungan skarang! Apa tega mau merebut itu dari hidup mereka????"
Mendengar itu, aku termenung! Ku tatap suamiku, matanya tertutup rapat! Wait.....sekilas bibirnya tergetar halus....rupanya ia sedang menahan tawa! Hanya pura-pura....
Kuraih bantal dalam pelukannya dan buuk, bantal itu tepat menerpa tubuh atletisnya!
"Mas..sengaja memainkan perasaanku ya...awass yaaa....."
Kali ini bukan bantal yang menerpa tubuhnya tapi aku terbang kearahnya dengan cakar mautku!
"Ampun saaayyyy!!!!" Mas roberth menghindar, tapi aku lebih gesit!
"Whua kekekekkeeek...amp..ampun....Billy! Angel! Nanda!...tolongin Dady....." teriakan itu membuat jamariku makin liar bermain di tubuhnya!
Mendengar teriakan Dady anak-anak yang asik bermain dikamar sebelah serentak menyeruak kekamar! Mereka bukannya menolong Dady, tapi justru ikutan menggerayangi tubuh Dady!
"Serbu Dady!!!!" Komando Billy pada ke-2 adiknya!
Suamiku lelaki yang tak tahan dikilik-kilik!
"Whuakekekekekekeeekeee.....hihihihi...!"
Beberapa menit kemudian, kamar hotel berantakan!
"Mom punya usul nich...." Mas Roberth angkat bicara.
"Shoping lagi mom?" suara Angel gembira.
"Ikut!!!!! skalian ke timezone dad!" sambar Nanda tak mau kalah!
"Ssssssssssssttt! dengeriiiiiin Dady donngggg!" Billy lembut menegur ke-2 adeknya.
Setelah duduk tenang dan menatap anggota keluarganya satu-satu, mas Roberth berdehem!
"Mom usul kalian tinggal di kota....gimana?"
"Gimana sih! dulu Billy, dek Angel usul supaya kami di kota! Mom nggak setuju....!!!" protes Billy sambil menatapku!
"Nggak mau....Angel mau di seko! Kannn, baru setengah taon! Dulu mami janji setahun!"
Aku hanya diam, tapi melotot pada suamiku!
"Itu usul mom! Kalau kalian nggak setuju nggak apa-apa! Iya nggak Momi!" jelas mas Roberth sambil membalas tatapanku.
Aku hanya mengangguk-angguk, sambil tersenyum! Lalu meraih ketiga anaku dalam pelukan!
"Now, time to sleep! Good night! " Mas Roberth mengecup ketiga pelipis anak-anak dan menggiring mereka ke kamar sebelah!
"Night Mom!" lambai Billy sambil menggendong Nanda!
"Bye sweethurt!"
"Say....anak-anak sedang menikmati hidupnya! Jadi biarkan semua itu mereka alami!" jelas suamiku beberapa menit kemudian.
"Saarty ngerti mas!"
Ach....anak-anak, suamiku! Kalian adalah harta yang paling berharga dalam hidupku!
Saarty Maarthin.
Makassar 18, Agustus 2008.


RWM.BOONG BETHONY

Perempuan Perkasa


Persembahan.
Tiap kali memasuki bulan April, dalam benak saya hanya ada satu nama IBUKU KARTINI Putri Jepara pejuang Emansipasi Wanita Indonesia. Saya teringat, pertengahan tahun 70-an, ketika itu saya masih duduk di bangku SD. Tiap kali memasuki bulan April, sekolah kami di Surabaya, sudah akan sibuk dengan persiapan untuk Peringati Ulang Tahun Ibuku KARTINI. Sekolah kami akan selalu sibuk dengan lomba Busana, Pembacaan Puisi, Kebersihan ruang kelas dan nanti akan diakhiri dengan Karnaval antar SD se-Surabaya. Kegiatan ini seperti itu, bukan saja dilakukan di Sekolah Dasar, Juga di SMP dan SMA Swasta pun Negeri. Intinya, Semua ikut merayakan dan bangga bahwa ada seorang Putri Jepara, yang menjadi IBU BANGSA INDONESIA! Hal ini terlihat juga pada kampung-kampung yang ada di Surabaya. Semua ikut merayakan dan bergembira pada setiap tgl. 21 April!
Kegembiraan serupa ini pada masa-masa itu hanya terjadi dua (2) kali setahun, yaitu pada Hari KARTINI dan Tujuh belasan Agustus (17 Agustus).

Pada masa kini, kegembiraan seperti itu, sudah jarang terjadi! Bahkan nyaris hilang! Peringatan Hari Kartini juga Hari Kemerdekaan, sepertinya biasa-biasa saja. Sekolah-sekolah, kampung-kampung juga kantor-kantor pemerintah pun swasta. Tanpa geliat, tanpa spirit untuk kedua hari istimewa ini!
Mungkin karena dianggap pemborosan, baik waktu terlebih uang!
Padahal kalau mau jujur, kedua hari besar kenegaraan ini, adalah moment-moment bersama yang sanggup menghilangkan sekat-sekat, gap, diantara anak bangsa! Dalam Suatu lomba berbusana Nasional ala KARTINI disekolah saya ketika di SMA dulu, seorang putri penjual es gerobak yang mangkal di depan sekolah kami jl. Barwijaya Surabya. Menjadi Pemenang karena keluwesan yang alami dan kecantikan natural miliknya. Dalam Festival baca Puisi se-SMA Surabya, Pemenangnya adalah seorang teman saya beragama Budha! Dalam Festival folksong, memperingati tuju belasan, kami membentuk Group folksong mewakili SMA kami. Dalam Group ini, kami dilatih oleh seorang Pelatif beragama HINDU dan anggota folksong terdiri dari latar belakang agama yang berbeda. Ternyata kami juara satu. demikian pula ketika lomba-lomba yang biasanya dilaksanakan di kampung-kampung, semua bergembira, terlebih yang keluar sebagai juara! Tanpa sekat, tanpa gap, tanpa melihat latar belakang agama, ekonomi, juga strata sosial. Pejabat, Tukang Becak, penjual keliling, Loper Koran, seniman, Dokter, Guru, Dosen, Pendeta, Ustads, Dai, Bhiksu, semua turun bergembira, semua ikut menyemangati siapapun yang turun kegelanggang! Sungguh indah!
Tapi, apakah sekarang ini masih bisa terjadi seperti itu? Masih sanggupkah kita hidup berbangsa dan bernegara, hidup berdampingan, bertetangga, merasa senasib sepenanggungan, bergotong royong bersama, minum teh atau kopi bersama sambil menikmati kacang goreng atau sepiring pisang rebus? Atau kita butuh, hari KARTINI dan HARI KEMERDEKAAN yang baru? Agar kita bisa memperingatinya bersama-sama lagi?

Dalam surat-suratnya kepada sahabat penanya yang orang belanda itu, KARTINI, bercerita tentang kaum wanita indonesia yang selalu merasa rendah diri akibat budaya dan tradisi yang membungkus dan membesarkan mereka!
KARTINI, rindu bahwa KAUM PEREMPUAN Indonesia, sanggup berdiri dalam Budaya dan Tradisi itu untuk mampu seperti kaum PEREMPUAN lain di negara-negara maju...KARTINI tidak pernah ingin menghilangkan BUDAYA dan TRADISI Perempuan Indonesia yang memang memiliki cirikhas dan karekteristik Indonesia! Bahwa Perempuan Indonesia, memang tetap hidup dalam bungkus budaya dan tradisi itu, tetapi elegan, cerdik dan pintar. Bahwa kesadaran pada pemahaman ini harus tetap menjadi milik kaum Perempuan Indonesia. Yang jadi persoalan kemudian, bahwa apa yang terjadi pada Kaum Perempuan Indonesia sekarang ini melebihi dari apa yang pernah di cita-citakan oleh IBUKU KARTINI!
Kita Bergembira, Kita Bangga, kita berbahagia bahwa kaum Perempuan Indonesia dalam kepandaian dan kepintaran juga keahlian dan sikap Profesionalitas(nya) sudah sejajar dengan Kaum Lelaki, bahkan melebihi dari itu! Yang jadi persoalan kemudian adalah budaya KELUARGA, BUDAYA FAMILITAS, dianggap kuno, tradisional, udik. Oleh (Maaf) Kaum Perempuan Indonesia Modern skarang ini. Keluarga dan kekeluargaan dalam arti, Perempuan (IBU) sebagai Moralitas inti yang meramu keindahan, keelokan, sumber dan cermin budi pekerti keluarga mulai retas dan hilang. Menguap sejalan EMANSIPASI NEGATIF KAUM PEREMPUAN INDONESIA.
Sebagai seorang Lelaki yang mendukung dan mendorong Perjuangan IBUKU KARTINI, Saya merasa kawatir, takut sekaligus ngeri membayangkan bahwa, kelak kemudian hari Keluarga dan Kekeluargaan Masyarakat Indonesia, kehilangan budi pekerti, mencari-cari etis moral familitas keluarga indonesia! Yang dulu terkenal ramah, santun dan terikat oleh kasih seorang Perempuan yang menjadi IBU RUMAH TANGGA.
Mungkin..ya mungkin ini salah satu PEMICU, lahirnya moral sekat-sekat, Gap dan terpencilnya seorang tetangga dengan tetangga yang lain! Yang mungkin membuat kekeluargaan indonesia terpecah belah! Sebab IBU KANDUNG tak lagi mampu memberi asuhan, mencurahkan asih, menumpah sayang, terlebih menyejukkan dalam asap dapur yang sedap!

Beberapa Tahun lalu, saya dan suami berkunjung ke Tenggarong, Kutai Kertanagara. Saat itu, suami sedang meneliti Kehidupan Perekonomian Transmigrasi di Kalimantan Timur. Di sebuah desa yang disebut MALUHU, tidak jauh dari Kota Tenggarong ( hanya 2 - 3 km ). Suami menemukan satu keluarga Korban Ilegal Loging. Keluarga SUGIYO. Tahun 1995, SUGIYO mengadu nasib ke MELAK di Hulu Mahakam. Ia diterima sebagai pekerja pengupas kulit kayu gelondongan di perusahaan (katanya HPH berijin). Setahun bekerja di Perusahaan ini, Kehidupan ekonomi Keluarga SUGIYO cukup meningkat. Ia bisa membelikan sebuah Motor untuk anak pertamanya yang sekolah di sebuah SMU di Tenggarong. Rumah Kayu yang bertahun-tahun mengukir kisah kehidupan keluarganya pun menjadi semi permanen. Tahun kedua(akhir 1996), SUGIYO mengalami kecelakaan kerja! Sebuah DUMTRUCK melindas kedua kakinya sebatas Paha dan kedua lengan menjadi permanen lumpuh. Puji Syukur, bahwa SUGIYO masih bernyawa. Pihak Perusahaan, hanya mengeluarkan cost perawatan selama di Rumah Sakit Samarinda. Setelah dianggap sembuh, SUGIYO diantar pulang kerumah dengan pesangon sebesar RP.400.000. Semenjak itu, SUPINAH istrinya mengambil alih tanggung-jawab sebagai kepala Kaluarga untuk menghidupi 4 orang anak dan suami yang lumpuh.
Yang ingin saya sampaikan di forum ini, adalah kegigihan SUPINAH menghidupi keluarga. Sehari-hari ia berjualan di Pasar. Berangkat dari Maluhu kepasar Tenggarong, tiap subuh pkl.04.30 dan kembali kerumah antara pkl.09.00 - 10.00. Tahukah anda? Sebelum berangkat ke Pasar Tenggarong, ia terlebih dahulu harus mempersiapkan sarapan pagi untuk anak-anak dan suami. Sesudah itu, SUPINAH harus memandikan suami. Ia juga (maaf) "mencebok"/menyuci pantat suami. Membajui Suami.
SUPINAH masih memiliki sebuah sepeda kayuh tua. Inilah sarana transportasi yang selalu menemainya tiap kali berjualan ke Pasar. Anak yang pertama skarang Mengajar di Sebuah SMA Negeri MELAK Kutai BARAT. Yang kedua kuliah di Samarinda. Yang ketiga, SMU kelas 2. Dan yang terakhir, masih dalam kandungannya ketika suaminya terkena musibah, duduk di SMP Kelas 1.
Dari akhir tahun 1996 sampai tulisan ini saya posting (April 2008) SUPINAH sungguh perkasa! Ia berhasil menghidupi keluarga. Ia sukses menjadi seorang kepala keluarga. Ia Master mendidik anak-anaknya. Juga seorang Perempuan Setia yang penuh pengabdian pada suami dengan Cinta yang tak ternilai harganya. Sungguh, SUPINAH bukan saja seorang Ibu Rumah Tangga. Tapi seorang Pahlawan bagi Negeri ini! Dengan kesederhanaan yang dimilikinya, ia korbankan hidup untuk orang-orang yang dicintainya. Ia tak perduli lagi meski hidupnya direnggut oleh keluarga. Ia tak pernah bertanya, mengapa nasibnya seperti itu! Yang SUPINAH tahu, Ia memiliki suami yang kalau tidak kecelakaan pasti akan berkorban untuknya dan anak-anak. SUPINAH berfikir sederhana, bahwa Tanggung-jawab berkeluarga, bukan hanya ,milik para suami tapi juga para istri.

 Untuk semua USER yang berkunjung ke Blog ini, terutama Kaumku "PEREMPUAN".

 Keperkasaan Perempuan terletak pada Cinta.
Cinta membuat kita Perempuan hidup.
Cinta menjadikan kita Perempuan Setia
Cinta membuat kita Perempuan Pengabdi
Cinta membuat kita Perempuan Pekerja
Cinta membuat kita Perempuan Hak.
Cinta Membuat kita Perempuan KARTINI.





RWM.BOONG BETHONY

Istriku yang Peduli.


"HANDLE WITH CARE"!
Tiga hari lalu masku tiba dirumah! Ketika itu saya sedang memberi penyuluhan di balai Desa ENO, tentang bagaimana menanam "Lombok Ala Mbak Sri Sulastri di Jakarta " yang saya pelajari kilat lewat Chatting dengan beliau tiga minggu lalu!
Awalnya saya ragu pada kemampuan itu, mengingat pada percobaan sebelumnya saya dan beberapa anggota PKK gagal total karena media yang tidak dipersiapkan terlebih dahulu.
Sesudah mendapat bekal Ilmu "versi buku yang sempat ku baca " , saya membekali diri dengan memesan beberapa buku ke kota! Sesudah itu, saya 'beranikan diri' memberi penyuluhan.
Disaat sesi tanya-jawab itulah, Billy "menginterupsi" dan memberi tahu bahwa "Dady"nya 'coming home'!
Sebagai istri yang besar dalam didikan keluarga jawa, saya sedih sekaligus merasa "berdosa" ketika suami tercinta tiba dari perjalanan jauh! Saya tidak menyambut di rumah.
Aku mengangguk pada Billy yang berdiri gelisah diujung Balai, menyuruhnya segera pulang mendahuluiku!
Senja menjelang malam, Pertemuan itu aku akhiri! Dengan langkah lebar dari biasanya aku segera pulang! Tapi baru beberapa langhkan, dari jauh bayangan mas Roberth menjemput sambil menggandeng si Bungsu! Tak lupa Senyumnya yang selalu membuatku tersipu-sipu mengulum dibibirnya!
"Kok udah bubar Say? Jangan-jangan karena Dady, Mom persingkat acaranya?"
"Nggak mas! Emang udah waktunya bubar, kan udah mau mahgrib!" sahutku sesudah menerima kecupannya. Sesudah itu, mas Roberth meraih bahuku dan segera pulang.
Enam belas tahun menikah, sikap mas Roberth tidak berubah! Bahkan kurasakan semakin mesra.
Seringkali jika kami sedang berjalan-jalan santai sore hari, tangannya yang perkasa akan selalu melingkar di pundakku, sama seperti yang terjadi beberapa hari lalu. Suasana seperti itu kerap membuatku merasa "sedikit kaku" meingngat bahwa kami hidup dan tinggal di tengah masyarakat Desa yang benar-benar sangat pedalaman!
Rupanya mas Roberth membaca kegalauan itu!
"Saarty, siapa lagi yang akan menggapai dan memelukmu? Jika bukan aku dan anak-anak!" tandas mas Roberth sore tadi,!
"Tapi lingkungan kita berubah mas!"
"Say, lingkungan boleh berubah, suasana boleh lain! Tapi hidup kita tidak akan pernah berubah!"
"Maksud mas?"
"Ha..ha...rupanya kalimat 'maksud mas' makin akrab dibenakmu say!"
Aku melotot tajam kearahnya, ingin mencubitnya! Tapi si bungsu sedang dalam pangkuanku! Aku tahu dia mengolok.
"atau kamu mau sperti keluarga-keluarga yang Say cerita itu?...." mas Roberth memotong kalimat ganti menatap mesra.
"hihihi..nggak dong!" sambarku secepat kilat.
"Hm...nanti kita lanjut lagi? Dady hiduppin Genset dulu! Billy, bantuin Dady ya?"
Mas Roberth menuruni anak tangga dan terus ke Gudang Genset! Itu berarti rumah kami akan segera penuh sesak oleh tetangga yang datang nonton TV!
I DO CARE
Dalam kamar, sambil membenahi kabel-kabel Telepon Satelitte Links untuk disambung ke Laptop perkataan suamiku terus memenuhi benakku!
Aku teringat perkunjungan ke Desa seberang sungai minggu lalu bersama rombongan Pak Kades. Tepatnya di Dusun Bengke! Dusun ini, menurutku unik. Unik sebab rumah-rumah dibangun mengelilngi Lapangan Sepak Bola! Rumah-rumah itu dibangun berjajar dan tersusun kebelakang dengan lorong/jalan mengantarai jajaran rumah-rumah itu! Kalau di foto dari atas, akan nampak sebuah perkampungan yang persegi empat! Di ujung Utara diatas bukit ada rumah Ibadah Mesjid, dan di selatan juga diatas bukit ada Rumah Ibadah Gereja! Kedua rumah ibadah itu berhadap-hadapan dan hamparan rumah penduduk menyerupai karpet yang berwarna-warni pada empat garis luarnya dan dominasi warna hijau rumput persegi empat ditengahnya! Eksotis dan Indah.
Di Dusun ini, pengalaman lucu, ironi dan melankolis menjadi catatan harian panjang dalam hidupku.
Oleh Pak Kades saya diminta untuk memberi penyuluhan Sanitasi lingkungan dan Reproduksi sehat! Seharian penuh, aku berada tengah-tengah mereka! Yang membuat saya bersemangat bahwa yang hadir dalam penyuluhan itu bukan hanya Ibu-ibu tapi bapak-bapak juga.
"Ibu team, saya akan bertanya!" seorang Bapak menunjuk langit-langit balai desa. (hihihi... rupanya panggilan "Ibu team" udah identik denganku! Hiks)
"begini bu, saya sudah 20 tahun berumah tangga, tapi sampai skarang saya belum punya anak! Dapatkah ibu team, menolong kami?" Lanjut bapak itu sambil membelai istrinya yang duduk memekuri lantai.
Mendengar itu, aku terperangah dan menatap bu kades disampingku. Bu kades lalu berbisik bahwa yang bertanya adalah pak kapala dusun, sekaligus salah satu orang terkaya di seluruh Seko.
"Kalau boleh tahu, usia bapak dan istri?"
"Saya 38 dan istri 35, apa masih bisa punya keturunan bu?" Bapak itu merangkul istri sangat mesra.
"saya tidak bisa menjawab hal itu! Tapi kita harus berusaha! Bapak dan Ibu, mesti ke kota untuk diperiksa! Alat-alat untuk itu sudah ada, tinggal pilih ke Makassar atau ke Soroako! Saya dan Suami dapat menolong agar bapak sekeluarga memperoleh pemeriksaan yang baik!"
Ada juga seorang ibu muda mempertanyakan bagaimana hubungan/bermesraan dapat bertahan lama! Pertanyaan itu tentu saja disambut meriah oleh banyak orang!
Seorang bapak lain bertanya bagimana menghilangkan baubadannya, yang membuat istri selalu menolak untuk itu! Ini juga disambut derai tawa.
Tapi pertanyaan yang paling menyedakku datangnya dari seorang ibu muda!
"Bu team, saya menikah 9 tahun lalu! Sebulan sesudah menikah suami saya ditanduk kerbau liar.
Dia sembuh tapi kemudian.....suami saya menjadi gila!...." diam sejenak untuk menyeka air matanya.
Ketika ibu muda ini berbicara, balai desa tiba-tiba hening.
"semenjak itu suami saya di kurung dan dipasung di rumah kami!..." menyeka air mata lagi.
"...yang ingin saya tanyakan adalah, apakah di kota ada obat untuk orang gila bu? Sa...saya sangat mencintainya bu....." itulah saatnya bendungan kembar yang sedari tadi tertahan meledak!
Sebagian ibu-ibu yang hadir ikutan tersungguk.
Aku hanya menoleh pada pak Kades dan istri, memohon penjelasan.
Belakangan aku tahu, bahwa ke-dua belah pihak (orang tua dan Mertua) setuju untuk mencarikan suami baru baginya.
Tapi dia bertahan dan tetap ingin mendampingi suaminya sampai salah satunya mati terlebih dulu.
Mengetahui itu, aku hanya diam seribu bahasa, larut dalam kebesaran dan kedalaman cinta yang dipersembahkan LE'BOK untuk suaminya!
LE'BOK! Nama nyonya muda itu! (nama ini khas Suku SEKO)
Ia tidak hanya memberi cinta, tapi juga hidupnya pada suami!
LE'BOK memiliki cinta Juga hidup!
Bersambung.........


RWM.BOONG BETHONY

Hanya Cinta.


CATATAN YANG TERTINGGAL.
Hampir tiga bulan aku terpaksa tidak bisa berkunjung dan mengunjungi kawan-kawan di KAMPONG YAHOO 360. Bukan lantaran Enggan bersosialisasi, atau waktu yang terlalu padat tetapi karena kondisi sekitar kami yang membuatnya harus seperti itu.
Ketika catatan kecil ini aku tulis, Hujan di luar amat deras. Pertemuan tetes-tetes air hujan dan Atap Seng bercampur atap kayu serta beberapa bagian berupa Rumbia, membuat penghuni rumah berteriak-teriak satu sama lain hanya untuk mengucapkan sesuatu agar terdengar. Anak-anak tidak mau tidur dikamar masing-masing, semua berkumpul dalam bilikku yang sekaligus jadi ruang kerja Mas Roberth dan aku.
"Suasana seperti di pengungsian saja" komentar suamiku melihat anak-anak berbaring berjejer dibawah selimut tebal yang sama. Mas Roberth, Angel, Nanda dan Billy tidur dilantai. Aku tersenyum bahagia sekaligus geli melihat peristiwa langka ini. Sungguh tak terbayangkan bahwa kami akan mengalami situasi seperti itu.
Anak-anak sudah terbiasa tidur di kamar masing-masing semenjak Bayi. Dan ini pertama kali kami tidur bersama-sama. Dan itu amat indah dimataku. Membuatku sangat bahagia.
Teringat percakapan dengan Mas Roberth ketika kami sedang duduk-duduk di batu besar pinggir sungai sambil menunggui anak-anak yang sedang berenang, sore itu.
"Kalau kita di kota say, suasana seperti ini tidak akan pernah kita alami. Bayangkan kita duduk disini dan anak-anak berenang di kejernihan sungai. Sungguh indah dan mempesona"
"Mungkin ini yang disebut kebahagian ya mas?" sahutku sambil menikmati jagung rebus yang kami bawa dari rumah. Mas Roberth perpaling kearahku sambil melempar senyumnya yang selalu membuatku tergetar. Meraih bahuku, lalu menatap tajam.
"Kalau Kau bahagia aku bahagia. Lihat anak-anak kita say, apakah keceriahan mereka sore ini bukan menyiratkan betapa kita keluarga yang beruntung?!" Mas mengecup keningku, lalu memeluk erat.
"Say, kebahagian tidak diukur dari Harta yang melimpah, atau jabatan yang kita duduki, tapi terletak disini!" Mas Roberth menunjuk Dada.
"Disini dan disini" Sambungnya sambil memegang dadaku. "Kebahagian tidak bisa kita ciptakan, apalagi diupayakan. Ia hanya bisa kita alami dari rasa syukur atas semua yang kita alami"
"Maksud mas?"
"Yaaa. Banyak orang terjebak untuk mengejar kebahagian. Tetapi seringkali yang dikejar justru makin menjauh. Padahal, kebahagian itu abstrak, hanya dirasakan, dialami" Mas berhenti sejenak dan meraih kopi hangat yang barusan aku tuang dari termos.
"Apa yang kita lalui dan akan alami selama berada di Seko adalah bagian dari Bahagia yang akan kita rasakan. Bentuknya tentu tergantung pada bagaimana kita merasakan, mengolah dan menjalani hidup ini"
"Koq penjelasan mas makin ribet ya? Yang sederhana dong" sambarku sambil menggoda. Mas Roberth kalau menjelaskan sesuatu, bawaannya serius banget. Tapi itu salah satu yang membuatku terpesona padanya (He..he...dudul ya??)
"He..he..he...kamu mau menggoda lagi ya? Maaf godaanmu itu aku udah hapal banget" sahut mas ganti menggota.
Dan Perasaan itu malam ini aku rasakan lagi. Yup..aku mengerti skarang. Ternyata kebahagian memang tidak bisa diciptakan kecuali dirasakan. Dinikmati.
Ach...ternyata lingkungan telah merubah tatanan rasa dan tatanan prioritas hidup.
Dan malam ini hujan masih terus memekakan telinga kami.
Diam-diam aku juga menyusup kedalam selimut tebal disamping suamiku.
ENO-SEKO, 11 November 2008.
Saarty M. 


RWM.BOONG BETHONY

Istriku dan Perempuan Desa.


POTRET PEREMPUAN DESA dalam Cerpenku.

Seminggu berada ditengah-tengah komunitas kaum perempuan Pedesaan, membuatku merasa dalam ruang dan waktu yang amat berbeda! Enam hari belakangan ini merupakan minggu ke-7 aktifitasku bersama mereka! Suatu ruang dan waktu yang sebelumnya tak pernah terbayang. Sebagai Perempuan dengan latar belakang pendidikan yang cukup, terbiasa hidup ditengah hiruk-pikuk dunia metropolitan bahkan megapolitan. Merasai nikmat hidup serba instan juga menghabiskan waktu sambil melahap novel, majalah dan siaran Tv, atau shoping ke Mall, kali ini aku mengalami lompatan besar! Masuk dalam ruang dan waktu yang luar biasa! Sungguh aku bersyukur pada Tuhan dan mengucapkan trimakasih pada suami tercinta yang memberi pengalaman luar biasa ini. Pengalaman ini mengubah cara pandang hidupku yang selama ini aku yakini sangat matang. Betapa tidak? Jakarta-Pennsylvania-jakarta lalu kini Desa. Sungguh2 Desa! Tidak ada Fasilitas kesehatan, Transportasi, Telepon genggam, TV, Supermarket atau Mall, Salon, Butik, tako-toko cassette, Cd/dvd yang selama itu dengan mudah di peroleh! Aku harus belajar menanak nasi pake belanga/panci, memasak sayur, menapis beras, mencuci di sungai dan yang paling unik aku bisa tampil apa adanya. Tanpa beban "modis"! Tidak perlu repot mikir pake bedak apa, listick warna apa, baju ini cocok berpasangan dengan itu atau stelan gaun malam, pesta dst. Semuanya mengalir begitu saja!
Dengan bangga akan kuceritakan pengalaman ini pada siapa saja! Aku takkan pernah perduli kata orang! Skarang aku Perempuan Desa! Dua bulan lalu, aku, suami dan anak-anak masih menikmati Hiruk-pikuk Megapolitan Pittsburg, Hawai, dan Jakarta! Skarang kunikmati alam indah permai tanpa polesan, tanpa beban! Ooooo hidup memang harus berubah!
"Ibu team, bagaimana mengenal ciri-ciri anak autis?" Pertanyaan polos seorang ibu di Desa Lodang, Kecamatan Seko! Pertanyaan itu membuat aku bingung! Bagaimana tidak? Aku hanya sendiri! Tapi Ibu polos ini menyebutku sebagai "Ibu Team!" atau "Ibu rombongan"...wakakaka... tawaku berderai ketika itu. Tapi segera kusadari bahwa itu dapatmembuatnya tersinggung!
"Bu...bagaimana membuat suami kita dapat bergairah lagi? Soalnya kami hanya.....sekali sebulan. Padahal saya selal....tapi suami pulang dari kebun langsung tidur! Gimana bu...apa senam yang ibu ajarkan bisa diikuti juga oleh suami saya?" Tanya seorang ibu muda yang baru 7 tahun berumah tangga, saya perkirakan usianya sekitar 24 thn.! Saya perhatikan ibu muda ini, Cantik dan bertumbuh ideal tapi tidak merawat diri!
"Kalau boleh tahu, ibu udah dikaruniai berapa anak?"
"Lima bu!". Mendengar itu, aku terperanjat! Luar biasa, menikah 7 tahun, 5 anak! Sementara Saya dan suami baru memasuki 10 thn dengan tiga anak! Satu adopsi dan lainnya anak kandung!
Sepenggal cerita ini, hal yang sehari-hari aku hadapi hampir dua bulan belakangan ini. Setelah suami menyeleseikan pendidikan Doktoralnya di Pittsburg, Pennsylvania, kami kembali kejakarta dan tinggal beberapa bulan. Lalu suami atas persetujuan saya dan anak-anak, menerima tawaran untuk meneliti kehidupan Masyarakat Pedesaan Dataran Tinggi Sulawesi. Dan oleh suami tercinta, aku "ditugasi" untuk memberdayakan Ibu di Dataran Tinggi ini dalam Reproduksi Sehat dan Sanitasi Lingkungan. Sesuatu yang awalnya aku tolak, tetapi karena alasan suami sangat logis, jadilah aku perempuan desa seperti sekarang!
Untuk Mas Roberth yang sekarang sedang di Sumatra Barat bersama beberapa Tamu dari WHO dan UNICEF, trimakasih! Aku baru mngerti, bahwa hidup memang lebih berarti bila kita berarti bagi orang lain.





RWM.BOONG BETHONY

Aku, istriku dan Dusun kami.


“GLOBALIZATION VERSUS RURALIZATION”

Berada ditengah Masyarakat desa, sungguh merupakan pengalaman yang luar biasa. Pengalaman yang tak pernah terbayang sebelumnya. Dunia yang baru. Baru sebab memporakporandakan-menjungkirbalik prinsip-prinsip hidup, pandangan-pandangan yang selama ini aku anggap mapan. Pandangan dan prinsip yang selalu kujadikan “way of Life” tiap kali melakukan aktifitas sehari-hari, baik ketika masih sendiri pun sesudah berumah tangga. Dari dunia yang serba Rumit, dunia yang butuh pemikiran-pemikiran, dari dunia yang instan dan dunia yang serba “ekonomis” disertai pola Konsumerisme kedalam dunia sederhana. Dunia yang polos, tulus, iklas dan keramah tamahan yang murni.
Ya, Murni! Dunia tanpa kepura-puraan, tanpa topeng. Dunia yang “telanjang” dalam segala hal. Tanpa intrik, cemburu, dan mengalir begitu saja! Dunia dimana “waktu” datang dan pergi tanpa beban! Dunia yang Sangat Merdeka!
Tiga minggu lalu, beberapa ibu mengajak ke perkebunan kopi milik PKK. Kebun ini hanya berjarak 4 km dari Desa Eno. Desa yang menjadi “Home Best” beraktifitas tiga bulan belakangan ini.
Ibu-ibu itu datang pagi pkl.06.00. dengan pakain “kerja ala mereka” (Sarung dililit dipinggang, kaki telanjang, parang diselempang, keranjang gendong di bahu, topi anyaman alang-alang bertengger di atas kepala masing-masing).
“Hari ini kita panen buah kopi bu, yang lain udah duluan. Kami mampir jemput ibu ‘team’!”
Dulu di Pittsburg, jam segitu kami masih pulas! Kalau toh sudah bangun, mempersiapkan sarapan untuk keluarga sambil nonton TV dan wajahku sudah pasti “terbungkus cream masker” kalau tidak, berendam air hangat di “jakuzi”. Tapi di SEKO, sejam lalu aku udah bangun mempersiapkan sarapan dan kebutuhan anak-anak untuk sekolah. Jangan tanya perawatan wajah, apalagi berendam air hangat, terlebih nonton TV.
Dengan sigap baju tidur ku ganti Jeans dan kaos lengan panjang lalu menyambar sepatu boot dari rak sekaligus meraih topi lebar yang dulu biasa kupakai di pantai. Tak lupa Camera digital kusalempang sebagai ganti parang hi..hi..hi…
Setelah mencium ke-3 anak-anak, kuhampiri Mas Roberth yang sedang memotong kayu bakar dihalaman samping.
“Hati-hati Say…”. Mas Roberth dari dulu manggil gitu (ia menyingkat namaku…... tapi juga artinya bisa sayang….hi..hi..hi…) Sesudah Mas mencium keningku, aku ikut rombongan. Aku tahu Mas Roberth pasti menggeleng-geleng dan tersenyum melihat gayaku pagi itu.
Jarak 4 km, masih terasa jauh dan melelahkan bagiku, meski selama ini kaki-kakiku sudah cukup terlatih. Tapi menjajari langkah ibu-ibu ini membuat keringat meleleh dan sepatu boot terasa lebih berat dari biasanya. Pkl.07.10 kami tiba di kebun, kurang lebih 30-an ibu sudah ada disitu dan sedang bersiap untuk memetik buah kopi.
“Ini Kopi ARABICA, dan yang disana Kopi REBUSTA bu” Jelas ketua PKK sambil menunjuk tanaman Kopi diseberang lembah.
“Kebun kopi ini adalah swadaya PKK. Lahannya kita beli bergotong royong mengerjakan sawah pak LINDANG selama dua tahun. Bibit kopi dari beliau juga bu” (maksudnya, Ibu-ibu di Desa Eno bekerja bergotong royong untuk mendapat lahan itu. Jadi dibeli dengan Tenaga).
Luar biasa! Itu komentarku pada suami, ketika sore harinya kami duduk-duduk diberanda sambil nikmati Ubi jalar rebus.
Mendengar komentarku, Mas Roberth hanya tersenyum sambil mengunyah Ubi.
“Indonesia negara kaya Say! Dan kekayaan itu justru ada di Desa-desa! Sayang bahwa Pemerintah Indonesia, terjebak dalam Pemikiran “Polisnisasi” yang beberapa dekade belakangan ini Menglobal.”
“Maksud Mas?”
“Ya Say lihat sendiri kan? Desa-desa di Indonesia dibiarkan begitu saja. Padahal basic Ekonomi Indonesia ada di Sana! Sistem-sistem ekonomi tradisionil Indonesia amat kuat dan mengakar sekaligus saling menunjang antar sistem-sistem itu!”
“Yang sederhana dong, Kalau mas udah pake istilah aneh-aneh Saarty jadi bingung!” Godaku sore itu. Aku tahu kalau mas Roberth udah bicara soal itu akan serius. Meski gaya kocaknya juga sering keterlaluan.
“Pemerintah Indonesia selalu terjebak untuk membangun sentra-sentra ekonomi dengan menjadikan kota sebagai pusat sentra-sentra itu. Sebaliknya Desa-desa dimana 80% penduduk indonesia berdomisili dianggap sebagai Pemborosan untuk dibangun. Penglihatanku selama ini, suatu desa difasilitasi dengan membangun sarana dan prasarana (jalan, jembatan) karena dari daerah itu ada hasil yang dapat dieksploitasi oleh pemerintah dan biasanya hal-hal ini menyangkut Hasil Tambang. Seperti Minyak Bumi, Batu Bara, Gas, Emas, Timah, Uranium, Perak dan diluar itu karena Hasil Hutan. Itupun, bukan dengan spirit Moral tanggung jawab Pemerintah membangun desa-desa. Banyak lho Say, desa-desa yang tersebar di Kalimantan, Sulawesi, Sumatra, Irian, yang ketika hasil tambang dan hutan habis, desa-desa itu kembali seperti semula. Kecuali meninggalkan bekas-bekas yang lebih memedihkan masyarakat yang ada.”
“Hi..hi…hi…mas serius amat ya? Padahal si amat orang biasa-biasa, tuuu” potongku menunjuk si bungsu udah tertidur di lantai beranda!
“He..he…he….maaf Say…siapa suruh sore-sore gini ngajak diskusi….Haaap!” Mas Roberth membopong Bungsu kami, lalu menidurkannya kedalam rumah.
“Jangan lupa Gensetnya dihidupin mas!” pintaku sambil menuruni tangga menuju jemuran.
“Diskusi mau lanjut nggak?” teriak Mas.
“Besok lagi mas….entar lagi tamu-tamu kita padang datang! Billy…bantuin mama dong!” Jawabku sambil mamggil Billy, si adopsi yang jadi sulung dirumah.
Tak lebih setengah jam sesudah Mas Roberth menghidupkan Genset….rumah kami mulai ramai oleh para tetangga! Dari anak-anak sampai orang tua “ngepool” di rumah. Nonton TV bareng-bareng. Maklum di Eno hanya ada tiga Keluarga yang memiliki TV, dua diantaranya sudah lama tidak di hidupkan karena jauh sebelum Pemerintah menaikkan BBM, di Eno harga Bensin Rp.12.000 dan Solar Rp.9000- perliter. Bahkan sebelum kami di SEKO, harganya memang sudah segitu. Yang satu lagi, dirumah. Mungkin juga beberapa waktu kedepan sudah akan mengalami nasib serupa kedua TV lainnya. Hi..hi.hi…
Karena tiap malam keadaan seperti itu, Mas Roberth berencana akan membangun sebuah Pendopo khusus untuk “acara nonton bareng” dan mengupayakan Listrik Tenaga Air dengan memanfaatkan Sungai Betue (Karama) yang bermuara di Selat Karimata sebagai tenaga pendorong (mohon doanya teman-teman yang dudulz di Yahoo blog ya???).
Beberapa hari sesudah, diskusi pendek sore itu. Aku minta mas Roberth menulis artikel untuk Jurnal Perempuan edisi bulan JULI 2008 tentang Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Pedesaan.
Terutama soal Ekonomi Pedesaan, yang harusnya dikembangkan oleh Pemerintah di Indonesia di masa mendatang. Ketika harga BBM naik, didesa-desa tidak terjadi gejolak, apalagi demo besar-besaran. Bahkan yang namanya BLT (bantuan tunai langsung) di SEKO, desa terpencil dan belum ada akses jalan raya, tidak dikenal! Apalagi yang namanya RASKIN (rumah tangga miskin).
“Sebuah Ironi Masyarakat kota versus Kemapanan Masyarakat Desa. Globalization versus Ruralization yang menggelikan!” Mas Roberth bilang begitu! Padahal Ironi biasanya sedih dan tragik, tapi di mata Mas Roberth menjadi sesuatu yang lucu!.
Lucu karena Nilai-nilai Manusia diukur dari Material!
Menggelikan sebab Mengaku bangsa yang Humanis tapi terjebak pada pemikiran Konsumerisme.
Aaahhhh….seringkali pola pikir Mas Roberth membuatku semakin bodoh dan ingin belajar lebih banyak……Mas I Love you!
AKU BARU MENGERTI BAHWA MENJADI PINTAR ITU MUDAH, TAPI JADI ORANG BIJAK AMAT SULIT.
Saarty Maarthin.
Eno, 31 Mei 2008.


RWM.BOONG BETHONY

Ceritaku dan Istri.

DIALEKTIKA (Cerpen)

Hari minggu sore ( 6 Juli 2008) mas Roberth, aku dan ketiga anak-anak kami diundang kepala Desa Eno! Menariknya undangan ini adalah, menikmati jagung rebus dan jagung bakar langsung di kebun Pak Kades! Tidak tanggung-tanggung, sebelangan besar Jagung Rebus sudah tersedia di pondoknya ketika kami tiba sore pkl. 15.30 waktu Seko. Melihat itu, yang paling gembira dan senang tentu saja anak-anak, terutama Putri kami satu-satunya! Yang selama ini mengalami kesulitan bersosialisasi dengan lingkungan kami yang baru! Dan yang paling banyak menikmati jagung rebus dan jagung bakar, Mas Roberth. Sampai-sampai enggan beringsut ketika Pak Kades mengajak melihat kolam ikan dekat sungai kecil diujung Ladang. Padahal, Pak Kades mengajak mengambil Ikan Mas untuk kami bawa pulang!
Sore itu, Ladang Pak Kades menjadi ajang Pesta Kebun, benar-benar pesta di kebun! Bukan hanya kami yang nikmati suasana itu, tetapi beberapa kerabat Pak Kades juga turut meramaikan suasana pesta itu.
"Pesta seperti itu jarang terjadi!" Komentar Mas Roberth sore tadi!
"Sebuah pesta dalam kegembiraan yang tulus! Say! Perhatikan wajah Pak Kades dan istrinya kemaren?..." sambungnya.
"No, why??"
"Mereka sangat gembira menerima kehadiran kita! Wajah mereka berseri-seri, terutama pak Kades!"
"yups! and...?"
"Pernah nggak melihat wajah berseri seperti mereka?" Mas Roberth menatap tajam kearahku! Aku tahu, kalau sudah begitu Dia pasti sedang serius berdialog!
Aku hanya menggeleng!
"Wajah mereka merupakan gambar kebebasan! Bebas! sebab tiada beban! Bebas! karena mereka dapat menikmati hidupnya!"
"Maksud mas?"
"Hidup adalah Dialektika! Pak Kades, juga orang-orang desa yang ada disekitar kita adalah orang-orang yang mampu menjadikan dialektika sebagai sesuatu yang hidup dalam hidup mereka....."
"Honey, make a simple please!"
"Maksudku, Hidup kita adalah Dialektika! Suatu interaksi dalam komunikasi terhadap segala sesuatu yang sudah dan akan dicapai manusia! Baik Ilmu Pengetahuan, Tehnologi modern dalam bentuk dan rupa apapun, sarana dan prasarana, dst!"
"Ya!"
"Semua itu dialektika! Mama masih ingat waktu kita singgah di Vetnam? Ketika kita bermalam di Hong Bay?................" Mas Roberth menyambar kopi hangat didepannya!
"Ketika kita merencanakan berlibur sejenak disana, kita semua bergembira, terutama kamu! Sudah ingat?...."
"Apa hubungannya mas?" sambarku penasaran.
"Ketika kapal Fery Roro yang menyebrang ke Dragon Island terlambat berangkat, yang mencak-mencak kan Mama!"
"I'm so sorry!"
"Nah..ketika itu mama kehilangan spirit gembira! Padahal di hotel malam sebelumnya, mama memberi dorongan pada anak-anak! Itu yang aku maksud dialektika! Komunikasi Mama dengan persoalan yang mama alami!"
"Koq aku makin nggak ngerti mas?"
"Dialektika adalah komunikasi kita terhadap semua hal yang sedang kita alami! Penyesuaian kita pada lingkungan baru juga sebuah dialektika! Kehadiran kita di Wilayah ini, juga sebuah dialektika antara penduduk dan keluarga kita! Migrasi dari Pennsylvania ke Indonesia, juga sebuah dialektika! Beragam komentar dari temen-teman mama di Yahoo blog, itu juga dialektika! Berdoa, bernyanyi, bekerja, apapun yang dilakukan manusia diatas permukaan bumi ini adalah dialektika!"
"ya..ya Saarty mulai paham! Trussss???"
" Pak Kades dan Ibu dengan wajah berseri mereka itu, juga dialektika! Bedanya, dialektika pada Pak Kades dan Ibu adalah dialektika yang merdeka! Mereka bekerja untuk kegembiraan, untuk kebahagian! Hidup mereka untuk kemerdekaan! mereka tidak pernah hidup untuk pekerjaan! Apalagi hidup untuk kenikmatan! Mereka adalah orang-orang yang memiliki hidup! ......"
"Yups, kemudian?"
"Berapa Milyard orang di dunia ini yang hidup tapi tidak memiliki hidupnya? Mereka hidup untuk kesenangan, hidup untuk pekerjaan, hidup untuk dunia yang tidak pernah mereka miliki, tidak pernah bebas! Tidak Merdeka! Sampai mati mereka belum merasakan hidup yang sesungguhnya!"
Mendengar penjelasan itu, aku hanya termangu.
"Mom...!!!" suara lembut memanggil dari samping! Suamiku tersenyum riang mengalihkan tatapannya pada suara lembut itu. Aku juga menoleh.
"kog Angel nggak dibangunin?" Putriku menatap tajam kearahku!!
"Darling, maaf, mom lupa!"
"Come here, my sweethurt!" Mas Roberth mengulurkan kedua lengan keambang pintu, di mana Malekat kami berdiri dengan rambut brekele!
Sementara itu Billy dan Nanda bergandeng tangan masuk pekarangan! Baju keduanya penuh jelaga!
"Billy, ajak adek mandi ke sungai, nantu Dady nyusul!" Aku menghadiahi senyum manis pada suamiku!
Sambil mengangkat Putri kesayangannya, mas Roberth tersenyum lebar!
Dari atas teras rumah panggung, kuantar lewat tatapan mas Roberth menuju Sungai sambil menggandeng lengan Malaekat kecilku!
Sungai yang selalu memberi dialektika pada seluruh penghuni Desa!
Sungai yang selalu memberi kegembiraan dan kesegaran!
Phuiiih, baru kusadar bahwa hal-hal yang membahagiakan bukan terletak pada segala sesuatu yang ada di hadapan kita, tetapi dari dalam diri! Ketika kita sanggup mengubah berbagai persoalan menjadi lebih hidup, elegan!
Trimakasih mas, baru ku mengerti bahwa kebahagian ada dimana saja! Terutama dalam diri! I love you Mas Roberth!
Saarty Maarthin.
Eno, 7 Juli 2008! SEKO.


RWM.BOONG BETHONY