05/02/09

KRISIS

-->
Krisis kali ini mengglobal! Artinya, mendunia, terjadi dimana-mana, tidak ada satu daerah/wilayah di belahan bumi yang terhindar, semua terdampak. Respons yang diberikan bermacam-macam orang. Mulai dari Kepala Pemerintahan, Kepala Daerah, Direktur Bank, Direktur Perusahaan, Koruptor, Kiyai, TukanG Saldo/Sais, Pedagang, Sipir, Iburumah tangga, Pelajar-Mahasiswa, Pengangguran, Buruhkasar, copet, sampai masyarakat desa. Pendapat pun beraneka ragam, sesuai pengetahuan, pengalaman dan kepentingan terhadap situasi tersebut. Ada yang ‘menggampangkan’, ada yang menganggap hal biasa/temporal sampai beranggapan bahwa seolah kiamat sudah di depan mata.
Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam prespektif optimistis mengatakan, tidak ada yang perlu dikuatirkan karena fundamental ekonomi nasional kuat. Sebab, menurut dia, berbeda dengan krisis ekonomi pada 1997, ‘tempat kejadian perkara’ (TKP) atau locus delicti-nya bukan di Indonesia tapi di Amerika Serikat. Simpelnya, krisis ini di sana, bukan di sini, di Indonesia. Atau secara psikologis, krisis itu jauh dari Indonesia……dan Pernyataan JK itu benar. Tapi JK lupa bahwa krisis semacam ini selalu linier dalam bentuk benang merah yang secara makro berpengaruh langsung pada tiap penghuni Rumah Besar Dunia yang di saat bersamaan juga sedang dalam domain krisis, setidak-tidaknya pada tahap Crisis download.
Dan Pernyataan JK yang notabene “the Second President of Indonesia” itu, mengingkari realitas Rakyat Indonesia yang mengalami langsung dampak linier krisis global ini. Pada awal tahun 2009, dicatat bahwa akibat Krisis Global ada 1070 Industri skala kecil, 892 industri skala menengah, 278 industri skala besar harus merumahkan/mem-PHK karyawan, dan belum terhitung Home Industri/House Produck yang gulung tikar dan jumlahnya diperkirakan sekitar 6000-an. Krisis yang terjadi di Amerika (menurut bahasa JK) justru menyumbang sekitar 4.000.000 pengangguran baru. Bahwa Pernyataan JK November 2008 ini membuktikan bahwa Para Pemimpin Bangsa ini sedang dalam masaalah besar, yaitu krisis sosial atau Krisis Kepekaan pada rakyat. Satu yang di lupa JK bahwa seburuk-buruknya dampak ‘batuk’ ekonomi bagi rakyat Amerika Serikat, mereka akan tetap lebih kuat di banding Indonesia.
Sebaliknya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan sesuatu yang bertentangan pernyataan JK. Menurut SBY, krisis ini akan berlangsung, atau berdampak hingga dua tahun mendatang. SBY mengakui bahwa Indonesia tidak akan terbebas dari krisis ini. Dia menyebut krisis ini sebagai tsunami ekonomi namun lokasinya di Amerika Serikat. Indonesia pasti terkena namun tidak berada pada pusat episentrum. Pernyataan SBY lebih realistis sekaligus membangun pemikiran bahwa beberapa waktu kedepan rakyat mesti siap menghadapi Global krisis ini. Tapi bukan rakyat saja, terutama Pemerintah harus lebih siap dalam menangani krisis ini.
Tapi saya kok Pesimis ya? Lha wong nangani “krisis Lumpur Lapindo” yang amat jelas membuat Rakyat Porong Sidoardjo tenggelam dalam lumpur derita, Pemerintah nggak siap, bahkan cenderung lepas tangan! Lebih parah lagi, Sang “MAESTRO” pemilik usaha dan modal PT. LAPINDO ongkang-ongkang kaki sambil menari-nari dalam berbagai ragam penampakan. Bussyet Daah.
Para pengamat dan pelaku ekonomi sepakat bahwa krisis saat ini baru tahap inkubasi. Artinya, dampak sebenarnya belum terasa sekarang! Tapi pada pertengahan 2009. Pada saat itulah sebenarnya ketakutan itu berada dan harusnya sedapat mungkin diminimalisir mulai saat ini. Tapi, sayang bahwa Pemerintah saat ini sedang dalam tahap melupakan Rakyat dengan membangun CITRA demi memenangi PEMILU. Seolah-olah tidak ada krisis. Semua pemikiran, tenaga dan perhatian bahkan DANA Trilliunan diarahkan pada Persoalan Pemilu. Tokoh-tokoh Politik, Pemerintah, Legislatif, Rohaniawan dan Artis bermain dalam satu panggung dan memaksa rakyat untuk menonton, terlibat bahkan bergabung diatas panggung raksasa ini.
Belum lagi belanja iklan politik para politikus yang jika di beber ke publik akan membuat mata rakyat terbelalak. Angka 2,4 trilliun rupiah di perkirakan akan mencapai level 5 trilliun pada PEMILU PRESIDEN pertengahan tahun ini. Padahal, menurut pengamat dan pelaku ekonomi puncak krisis Global yang diawali bulan Oktober/September 2008 lalu justru akan memuncak anehnya bukan di Amerika sana tapi di ASIA dan AFRIKA. Mungkin Pemerintah kita Lupa, Amerika saat ini adalah Pusat Mobilitas Keungan Dunia. Dan ketika pusat sedang bergoyang, maka goyangang kecil itu semakin jauh makin keras. Persis seperti Stunami tahun 2004 kemaren. Amerika Serikat krisis tidak bisa dibandingkan dengan Indonesia krisis. Indonesia bukan Amerika Serikat atau sebaliknya.
Jadi, bagaimana sebenarnya kehidupan mendatang, setidaknya tahun 2009, semua sudah begitu jelas di depan mata. Bukan hanya bisa diprediksi. Indonesia tidak bisa merasa percaya diri dengan bersikap seolah-olah tidak sedang dalam krisis. Indonesia belum sepenuhnya keluar dari krisis yang lahir pada 1997, namun kini harus menggandakannya dengan dampak krisis 2008. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, walau Indonesia hanya terkena ‘demam’ dampaknya, bila tidak arif, akibatnya bisa ‘mematikan’.
Sekali lagi, Indonesia belum sepenuhnya pulih dari krisis dan sekarang harus menghadapi ‘dampak’ krisis baru. Sedihnya, selain harus menghadapi krisis ekonomi babak ke-2 ini, Indonesia masih berhutang banyak dalam mengatasi krisis domestik yang potensial menggerogoti kekuatan untuk keluar dengan gemilang melewati krisis ini. Korupsi dan mentalitas koruptif dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) hanyalah segelintir contoh krusial yang berpotensi mengancam keutuhan negara ini.
Pengharapan..................BERSAMBUNG

RWM.BOONG BETHONY